Hinata POV
Angin sejuk menerpa wajah pucatku. Rasanya sangat dingin, membuatku ingin berlari menuju rumah kecil yang terletak di sebelah kanan. Rumah kecil itu adalah istanaku, istana tempatku dan keluarga kecilku tumbuh berbagi kisah dan kasih.
Namun semakin aku berlari, semakin aku jauh dari istanaku. Rumah itu layaknya pelari ulung yang mencari garis finis. Ia terus menjauh dariku, seakan takut aku akan mencapai garis finis terlebih dahulu.
Aku yang terus berlari mulai mencapai titik lelah. Istanaku semakin jauh kala rasa lelah membuatku terduduk di rumput hijau yang amat dingin.
Tanganku mengusap peluh yang membanjiri tubuhku, dan nafasku pun tak berhenti memburu. Dengan perlahan aku menutup kedua mataku, menikmati angin dingin yang menyelimuti tubuhku.
'Sayang bangun yuk, jagoan kita rindu bunanya.'
Suara yang ku rindukan tiba-tiba menggema di tempat antah berantah ini.
'Kamu enggak bosen tidur terus? Jagoan kita di sini rindu kamu loh.'
"Naru~" aku berujar lirih.
Air mataku mulai berjatuhan. Ia jatuh hingga membuat hujan di tempat antah berantah ini.
Aku kesepian. Aku tak tahu tempat apa ini, mengapa tempat ini mengurungku dan menjauhkanku dari istanaku.
Aku ingin bertemu suamiku, aku ingin menceritakan bertapa putus asanya diriku terdampar di penjara ini.
Tanganku mengelus perutku yang sudah mendatar. "Jagoan buna baik-baik saja kan?" Tanyaku pada angin.
Bayangan mengerikan mulai menghantuiku, membuat isakkanku semakin keras. Aku ingin bertemu jagoanku, aku ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja saat ini.
Siapapun tolong aku, tolong keluarkan aku dari tempat sepi ini. Aku tak ingin berlama-lama di sini, dan meninggalkan kedua kesayanganku yang bahkan aku tak tahu bagaimana keadaannya saat ini.
Tangisan kencang seorang bayi tiba-tiba menggema, meredakan isakkanku yang memenuhi tempat ini.
Apakah itu tangisan jagoanku?
Ya Tuhan, bagaimana ini? Aku harus menghapus air mata jagoanku. Aku harus menghiburnya sampai ia tersenyum menatapku.
Namun, keadaan yang kejam membuatku tak bisa melakukan itu. Kenyataan kejam itu membuatku putus asa.
'Jagoan ayah jangan nangis ya, Ayah buatin kamu susu dulu. Kamu sama Obaa-chan dulu ya... '
Sebuah layar tiba-tiba terbentang di atas langit biru. Aku menatap layar yang menampilkan seorang ayah dan jagoannya.
Sang ayah yang sedang menggendong jagoannya terlihat kurus dengan rambut memanjang dan kumis yang menghiasi wajah pucatnya.
Rajaku pasti tersiksa karena ketiadaan diriku di sampingnya.
Tanganku mencoba menggapai mereka berdua, namun tidak bisa. Mereka berada di atas langit yang tak pernah bisa ku sentuh.
Isakkanku semakin membesar. Air mata ini tidak berhenti keluar. Aku mendongak, menatap layar besar yang menampilkan kedua pria yang sangat aku cintai. Tanganku terulur, siapa tahu aku bisa menjangkau keduanya.
"Ya Tuhan bantu aku...."Lirihku meminta.
"Engkau pemilik segala keajaiban, tolong berikan keajaiban padaku...." Pintaku dengan penuh harap.
Saat ini aku tak bisa berbuat apa-apa lagi selain berharap pada sang Pencipta.
Layar yang tadi menampilkan kedua pria tercintaku kini menghitam dan membentuk langit malam.
Suasana semakin dingin. Aku yang kelelahan tanpa sadar tertidur di atas rumput basah seraya memeluk erat tubuh dinginku.
Kesadaranku mulai terampas. Dalam hati aku berdoa semoga di pagi hari nanti aku terbangun di istanaku seraya memeluk raja dan jagoanku yang tersenyum dengan tatapan hangatnya.
Aku berdoa semoga saja Tuhan mengabulkan permohonanku itu.
Namun, jika benar ini adalah waktu kematianku, aku berdoa semoga Dia mengembalikan nyawaku untuk sementara waktu. Bukannya aku menentang takdir-Nya, tapi aku ingin bertemu dengan kedua pria terkasihku itu dan mengucapkan kata perpisahan pada mereka.
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For Life Season 2
RomanceLove Season 2 NaruHina Fanfiction ©Masashi Kishimoto Mereka yang berani melangkah menuju tanggung jawab besar yang hadir di depannya. Meskipun pertentangan terkadang menjumpai dua insan itu, namun mereka tetap bertahan mewujudkan keluarga yang ha...