teh lisa sama a taeyong milih pulang buat ngambil baju. sedangkan bunda, milih ngurus biaya administrasi dari sekarang.
dan akhirnya, gue disini berdua bareng mark.
"ayah, bangun. anya janji nggak akan nakal lagi." ujar gue. tapi ayah gue tetep memejamkan matanya.
"yah, anya tadi nangis lho. mark jarang liat anya nangis. terakhir waktu dia lagi cemen." ujar mark terkekeh diakhir.
gue mencubit pinggang mark. "heh, apa-apaan lo!" ujar gue kesel.
mark terkekeh. "muka lo nggak bisa santuy. santuy, nya. kalem." ujar mark mengusap wajah gua pelan.
"mark, laper." ujar gue setelah ngomel-ngomel.
mark mendengkus. "tadi disuruh makan yang banyak enggak mau. sukurin lu." ujar mark.
"beliin makan buruan. gue mau jagain ayah." titah gue. mark ngedumel walau akhirnya tetep jalan juga.
gue membuka handphone yang tadi dicharger. udah lumayan sih. niat gue mau nelpon kak doyoung.
"kok nggak diangkat ya?" tanya gue heran.
gue mencoba berkali-kali dan tetap sama. nggak ada jawaban dari telpon gue.
"mungkin seru mainnya. biarin deh." ujar gue bermonolog pada diri gue sendiri.
"ayah... anya minta maaf ya. anya jarang ngobrol sama ayah. anya bukan anyak kecilnya ayah lagi ya?" ujar gue menatap ayah.
gue menggenggam jemari ayah kuat-kuat. kayak, gue nggak bakal mau lepas ayah.
"nanti kalau anya nikah, yah. anya nggak akan bisa mencintai laki-laki melebihi ayah. anya akan terus dan selalu mencintai ayah." ujar gue mulai terisak.
"ayah, a taeyong dan mark itu yang buat hidup anya bahagia. anya nggak bisa bayangin kalau bukan ayah yang jadi ayahnya anya. mungkin kalau bukan ayah, anya nggak akan punya ayah sehebat dan sekuat ini." ujar terjeda.
gue nangis. "kalau nggak ada a taeyong. anya pasti nggak akan jadi sehebat ini juga, yah." ujar gue menatap ayah lekat.
gue terisak. mark pasti lama beli makannya. teh lisa juga nggak mungkin langsung balik keruangan ini.
"dan, mark. cinta setelah ayah dan a taeyong." ujar gue makin terisak.
nggak pernah ada yang tau perasaan gue ke mark. bahkan si bulenya sendiri juga nggak tau.
mungkin, baru kak johnny yang tau kemarin. itu pun karena kak johnny nanya.
"mungkin anya akan lebih rapuh daripada ini, yah. seandainya bukan mark yang jadi sahabat anya. anya nggak akan gini, yah. anya bahkan suka mikir. anya ngelakuin kebaikan apa sampai anya punya keluarga sehebat ini?" tanya gue kepada ayah.
ayah nggak menjawab. "lo banyak ngelakuin kebaikan." ujar mark.
gue menoleh, kaget ada mark disitu. nggak bawa apa-apa.
"dari kapan lo disitu hah?!" tanya gue kesel. gue ngehapus air mata gue dengan kasar.
"dari lo bilang lo akan rapuh kalau nggak ada gue." ujar mark.
nggak tau kenapa, tiba-tiba dia narik gue kedalam pelukannya.
"gue nggak akan sekuat ini seandainya lo nggak ngajak gue main hari itu, nya." ujar mark.
gue diem. memilih nangis didalam pelukan mark.
kak doyoung nggak akan marah gue gini sama mark. maafin anya, kak. anya nggak jujur anya pernah naksir mark.
tapi, semesta anya sekarang ada di kakak. kak doyoung jangan pergi, ya.
anya nggak suka kakak pergi.
"HEH ORANG LAGI NGGAK SADAR DIRI LO PELUK-PELUKAN BERDUAAN?!" teriak teh lisa nyaring.
"astagfirullah." ujar gue.
mark cengar-cengir doang. "mark niatnya mau nanya dia mau bakso atau mie ayam. eh dia lagi nangis, teh. jadi mark samperin." ujar mark terkekeh.
teh lisa menjewer telinga gue dan mark. "bener-bener lo berdua, ya. udah sana isi perut. jangan macem-macem. ayah gue aja yang jaga." ukar teh lisa.
setelahnya dia baru melepas jeweran ditelinga gue sama mark.
a/n:
-
KAMU SEDANG MEMBACA
boyfriend | kim doyoung
Teen Fictionkak doyoung udah galak, nyebelin. untung gue sayang. ©️zlunvrse start: 12/11/20 finish: 13/11/21