Malam sudah menjelang subuh, dan hari ini Jaefan gagal manggung karena menolong seorang pelayan di club yang pingsan di hadapannya. Sebenarnya ia juga merasa bersalah pada adiknya yang seharusnya sudah pulang dari rumah sakit, malah harus kembali lagi karena permintaan tolong darinya.
Tapi, di luar dugaannya, adiknya malah terkejut melihat siapa yang ia tolong. Rupanya adiknya sangat mengenali anak yang ia tolong di club, Reynaldhi. Jaefan sempat begitu heran tentang ada hubungan apa sebenarnya keduanya, namun ia memutuskan untuk menanyakannya saat suasananya sudah lebih baik.
Jaefan mendekati Jufasya yang sedang berdiri di sebelah ranjang rumah sakit remaja itu, beruntung ruangan kelas satu ini hanya ada satu penghuninya. Jaefan menghela nafasnya untuk memecah keheningan yang tadi menyiksanya, maklum saja ia biasa bekerja sebagai disk jockey yang tentunya asing dengan suasana sepi.
"Kau mengenalinya?" tanya Jaefan.
Jufasya mengangguk, "Dia adiknya Evelyn."
Mendadak, Jaefan seperti tersedak ludahnya sendiri, "Evelyn? Mantan kamu yang ninggalin kamu gara-gara nikah sama orang lain 'kan?" Jufasya mengangguk lagi dengan wajah lesunya.
"Bagaimana bisa kamu malah bela-belain menangani adiknya sendiri, padahal seharusnya kamu istirahat. Kamu berkorban buat adiknya, setelah kakaknya nyakitin kamu." Jaefan berucap dengan nada kesal.
"Abang nggak tau seberapa aku sayang sama Evelyn, dan Evelyn juga menikah dengan perwira itu karena terpaksa. Soal Reynaldhi, dia nggak ada hubungannya sama Evelyn, dan Reynaldhi itu nggak kayak Evelyn yang selalu disayang sama keluarganya."
"Maksudmu apa?" Jaefan mengernyit.
"Dia cacat, bang. Dia tuli, makanya tadi telinganya sampe berdarah gara-gara denger musik club yang keras banget. Aku udah minta sama Ardhan, suaminya Evelyn buat bilang ke orang tuanya Naldhi, biar lebih memperhatikan Reynaldhi. Aku nggak tau ada masalah apa, sekarang malah Reynaldhi bela-belain kerja di club, sampe asam lambungnya naik, dia juga belum makan."
Jaefan masih mengernyit, berusaha mencerna kalimat adiknya, "Jadi, maksud kamu perhatianmu sama anak itu nggak ada hubungannya dengan perasaan kamu ke Evelyn?"
Jufasya mengangguk pelan, "Aku emang masih sayang sama Evelyn, tapi yaudahlah, bang. Sekarang aku harus tau apa yang terjadi sama Reynaldhi sebenernya."
.
.
.
.
.
.
Hari ini, Reynaldhi berakhir di mobil Jufasya lagi. Entah apa yang terjadi, saat itu Reynaldhi baru saja sadar, kemudian langsung diajak pulang sama Jufasya. Mobil pria berusia dua puluh lima tahun itu masih hening tanpa pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynaldhi [END]
Random"Jika mungkin, tidak apa jika nyawaku bisa ditukar dengan milik bunda." Reynaldhi ingin disayang seperti anak-anak yang lain, meskipun hanya dari sang Ayah. Reynaldhi juga ingin diperlakukan layaknya seorang adik, bukan seorang pembunuh di antara sa...