Reynaldhi menghela nafasnya kasar, sungguh pikiran dan hatinya kali ini tengah berbeda tujuan, kala pikirannya sudah siap merangkai berbagai kata untuk ia cantumkan di aplikasi pesan untuk dikirimkan pada kakaknya, namun hatinya menolaknya melakukan semua itu.
"Naldhi, mas mohon, kirimkan pesan singkat saja untuk Eve agar ia bisa pindh dari rumah ayahmu. Kamu ngerti 'kan, Dhi. Lagian ini juga untuk kebaikan kakakmu juga, mas mohon ...."
Sekitar satu jam yang lalu, Ardhan menghubunginya dan mengatakan hal itu padanya. Bodohnya, Reynaldhi mengiyakan, menyanggupi apa yang kakak iparnya itu minta, dan tentu saja tanpa berpikir panjang. Sekarang ia kesulitan sendiri karena harus menepati janji, di tengah hatinya yang tidak ingin.
"Lagipula dia bilang aku bukan anaknya," gumam Reynaldhi ketika mengingat Ardhan membahas soal Andhika.
Reynaldhi menarik nafasnya dalam, mempersiapkan hatinya, bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk seterusnya. Evelyn tidak ada, berarti selamat tinggal kedamaian. Reynaldhi mulai mengetik di ponselnya.
'Assalamu'alaikum, kak. Maaf aku nggak bisa ada di rumah sakit buat jenguk kakak, karena ada banyak tugas sekolah yang harus aku kerjakan, juga aku harus belajar untuk beberapa ulangan di waktu dekat ini. Mas Ardhan bilang rumah dinasnya sudah selesai dibangun, bukankah seharusnya kakak cepat pindah kesana?'
'Soal aku nggak usah kakak pikirin, lagian rasanya terlalu kurang kerjaan jika ayah atau Mas Kun masih suka bermain kekerasan denganku. Intinya, Kak Eve sama keponakan aku harus sehat terus. Kalau ada sesuatu yang serius pasti aku kabari, sisanya Kak Eve harus yakin aku baik-baik saja. Aku mohon kakak mau ya?'
Reynaldhi menghela nafasnya, bersamaan dengan setetes air mata yang jatuh hingga mengalir di pipinya. Tugas sekolah dan ulangan hanyalah alasan klise, mana mungkin dirinya sampai tidak melihat kakaknya yang tengah sakit hanya karena semua hal itu, sekalipun ia anak teladan.
Ringkasnya, Reynaldhi berbohong. Alasan itu juga opsi yang diberikan Ardhan untuknya, mungkin jadi sama seperti apa yang laki-laki itu lakukan soal latihan dasar kepemimpinan yang juga merupakan kebohongan Ardhan agar istrinya tidak terlalu memikirkan adiknya.
Reynaldhi meremat ponselnya kuat, meredam amarah dan isakkan, karena sudah begitu banyak air mata yang keluar. Reynaldhi kecewa pada seorang Ardhan Dirgantara yang selama ini ia agungkan, tapi selain itu ia tidak bisa berbuat lebih, karena memang ia bukan lagi tanggung jawab sang Kakak.
"Kalaupun mau membuat Kak Eve tidak kepikiran soal diriku yang merepotkan ini, kenapa harus membawanya kesini, bawa saja ke luar negeri, agar tidak pernah ada kebohongan soal diriku, tidak apa bahkan kalau aku tidak akan bisa bertemu Kak Eve lagi."
Reynaldhi meraba bawah bantalnya, rupanya sudah kosong. Cutter yang pernah ia simpan disana mungkin sudah Evelyn buang saat tau Reynaldhi menggunakan itu untuk melukai dirinya sendiri. Reynaldhi kehilangan pelampiasan, akhirnya kepalanya yang jadi korban.
Reynaldhi memukul kepalanya beberapa kali, "Bodoh! Tidak berguna! Menyusahkan! Pembunuh ...."
Reynaldhi berhenti memukul kepalanya, tubuhnya mulai terasa lelah, ia memilih untuk memejamkan matanya, menyimpan kepalanya dalam kakinya yang sudah tertekuk. Itu adalah caranya meredam isak tangisnya, hari ini terlalu berat untuknya.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynaldhi [END]
Random"Jika mungkin, tidak apa jika nyawaku bisa ditukar dengan milik bunda." Reynaldhi ingin disayang seperti anak-anak yang lain, meskipun hanya dari sang Ayah. Reynaldhi juga ingin diperlakukan layaknya seorang adik, bukan seorang pembunuh di antara sa...