Epilog : "Naldhi Pamit."

19.7K 1.5K 192
                                    

Reynaldhi Mbayang Ramadhan, seperti itu namanya diciptakan begitu indah sebelum semua kebenaran terungkap, sebelum orang yang menciptakan nama itu merasakan kehilangan terbesar setelah hadirnya Reynaldhi.

Andhika Baskara, seorang ayah yang begitu mencintai Reynaldhi saat lahir, hingga menamakan anaknya itu dengan begitu indah, bertepatan dengan bulan Ramadhan ia lahir. Tapi, penyesalan yang datang setelah ia menamakan anak itu dengan indah, karena akhirnya ia kehilangan sang Istri, juga fakta bahwa Reynaldhi bukan darah dagingnya.

Enam belas tahun Reynaldhi hidup, dan itu merupakan kenyataan terberat yang pernah anak itu terima. Hidup sebagai orang yang dibenci sampai akhir nafasnya berhembus, ia masih berusaha bertahan, meskipun semakin hari semuanya terasa semakin berat.

Tadinya, Reynaldhi ingin sekali berusaha dulu membuat orang-orang yang membencinnya jadi tidak lagi memiliki rasa itu, namun sayang Tuhan bertindak lebih cepat dari harapannya. Di saat lelahnya berada pada titik tertinggi, Reynaldhi akhirnya mengucap tahlil untuk terakhir kalinya.

Kehilangan sosok pendiam dengan senyuman manis itu bukanlah hal yang mudah. Saat Reynaldhi mengatakan ia takut pada sesuatu yang akan membawanya pergi, Kirana tau mungkin Reynaldhi akan pergi, tapi ia tidak tau jika akan secepat ini.

Jaefan dan Kirana menyesal tidak menemani Reynaldhi hari itu, malah memilih untuk mengambil baju pengantin dan memesan baju untuk pendamping pengantin lainnya. Padahal, Kirana sudah menyiapkan setelan khusus agar bisa dipakai Reynaldhi di pernikahannya nanti.

Alih-alih menyambut Reynaldhi sambil memamerkan baju khusus itu, keduanya malah hanya bsa diam memandang tubuh Reynaldhi yang sudah terbujur kaku. Mereka terlambat, atau mungkin tidak karena selama ini keduanya telah berusaha memberikan yang terbaik untuk Reynaldhi.

Meskipun begitu sulit mempertemukan Reynaldhi dengan orang-orang yang selama ini membencinya, tapi remaja itu tidak berhenti di tengah jalan. Ia mengirimkan pesan kepada seluruh orang yang telah tidak sengaja ia hancurkan hatinya.

'Assalamu'alaikum, ayah.
Ini Reynaldhi. Ayah apa kabar? Aku yakin ayah pasti bahagia, aku harap aku juga akan begitu. Aku minta maaf karena membuat ayah kehilangan sosok paling berharga dalam hidup ayah, aku juga minta maaf karena merepotkan ayah untuk mengurusku selama enam belas tahun. Tapi, terima kasih, yah. Awalnya, aku memang marah pada ayah yang selalu menyalahkan aku atas kematian bunda, tapi rasanya itu juga menyakitkan untukku karena terlalu sibuk marah sama ayah sampai lupa kalau aku sayang sama ayah.

Biarin aja ayah benci aku, yang pasti aku sayang banget sama ayah.'

Pesan yang tadinya diabaikan Andhika sore itu, dan kini malah pesan yang terus ia baca hanya untuk mengenang Reynaldhi. Tepat semenit setelah membaca pesan Reynaldhi, Bara menghubunginya dan mengatakan bahwa Reynaldhi meninggal beberpa jam sebelumnya.

Andhika hampir menjatuhkan ponselnya sendiri saat mendengar kabar itu, dan selang beberapa menit anaknya menghubunginya, "Kun ...."

"Ayah dikirim pesan dari anak itu? Dia mau apa sebenarnya dengan pesan itu, cari perhatian sekali, bukankah seharusnya dia hi––"

"Kun, dengerin ayah, Reynaldhi sudah meninggal. Pesan itu, mungkin pesan terakhirnya," lirih Andhika.

'Assalamu'alaikum, Mas Kun.
Ini aku Reynaldhi, aku nggak tau mau ngomong apa sama Mas Kun, karena bahkan Mas Kun nggak pernah mau dengerin aku. Tapi yang pasti aku minta maaf, atas kehadiranku, kematian bunda, dan juga maaf kalau aku tidak mati di tangan mas, seperti yang mas mau.'

Kuntara berdesis setelah menutup telepon ayahnya, setiap kata dalam pesan Reynaldhi seketika teringat jelas dalam pikirannya. Langkahnya perlahan dibawa keluar kantornya, menaiki mobilnya dan dengan cepat menuju sebuah tempat.

Reynaldhi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang