Baru kali ini, Reynaldhi merasakan pagi yang sedikit berbeda. Dia berdiri di samping sebuah mobil mewah milik anak dari pemilik hotel yang ia tempati semalam, bersamaan dengan Juan yang sudh masuk duluan.
"Naldhi, masuklah ...." Jaefan memberikan instruksi pada Reynaldhi. Anak itu tersenyum kikuk, kemudian masuk ke mobil Jaefan.
Juan duduk di depan bersebelahan dengan Jaefan, sedangkan Reynaldhi dipilihkan untuk duduk di belakang. Ada keraguan mendalam saat ia harus kembali dalam perjalanan menuju sekolah, kali ini tidak sepagi biasanya, dan tidak selelah biasanya.
"Daddy pulang sore ini, kamu pulng ke rumah ya, Ju." Jaefan kemali bersuara, menghantam suara musik yang dinyalakan Juan tadi.
Juan mengangguk, sebenarnya alasannya memilih untuk tinggal di hotel ayahnya juga karena di rumah tidak ada siapapun, kedua kakaknya pastinya terlalu sibuk bekerja, sama dengan sang Ayah. Tapi, kalau ayahnya sedang tidak ada pekerjaan di luar kota, Juan bisa memiliki banyak waktu dengan ayahnya.
"Bang, aku pengen deh ... liburan gitu, sama Bang Jaefan, Bang Fasya, sama ayah juga. Aku juga pengen ketemu mommy di Toronto."
Jaefan tersenyum di sela menyetirnya, "Iya, nanti ya .... Kita liburan ke Canada sekalian."
Reynaldhi mendengar perbincangan manis itu, memang sedari kemarin, tiga bersaudara ini tidak pernah membicarakan soal ibu mereka. Hari ini, Reynaldhi menyimpan pertanyaan besar, apakah setiap keluarga juga menyimpan sisi kelam, dibalik semua kehangatan yang terliha di luar?
Remaja enam belas tahun itu masih betah memandangi setiap jalan yang dilewati. Jarang ia bisa menikmati perjalanan, fokus pada lelah dan peluh yang saat itu menderanya, terlalu larut dalam pikiran dan kehancuran hatinya.
Tidak terasa, kini ketiganya telah tiba di sekolah Juan dan Reynaldhi. Dengan kalemnya, Reynaldhi turun dari mobil, kemudain memijakkan kaki beriringan dengan Juan, meskipun anak itu agak menjauh dengan Reynaldhi.
Namanya juga Reynaldhi Mbayang, mana ada peduli dengan Juan yang sikapnya gengsi itu. Lagipula, ia disini karena ia sadar, kalau tidak bisa membuat sang Ayah melihat setiap perjuangannya di sekolah, setidaknya ia berjuang di sekolah untuk dirinya sendiri.
Cowok yang terkenal pendiam itu, kini duduk di tempatnya dengan begitu tenang. Kelas berubah rusuh saat Juan yang ikut masuk, duduk di sebelah Reynaldhi dan membuat cowok itu risih dengan obrolan berisik Juan dan teman-temannya.
Reynaldhi menghela nafasnya, kemudian melepas hearing aids yang ada di telinganya. Reynaldhi sendiri juga masih bimbang cacatnya ini kelebihan atau kekurangan, karena di saat dirinya yang memang tidak suka keramaian, telinganya yang tuna rungu seperti mendukung.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynaldhi [END]
Random"Jika mungkin, tidak apa jika nyawaku bisa ditukar dengan milik bunda." Reynaldhi ingin disayang seperti anak-anak yang lain, meskipun hanya dari sang Ayah. Reynaldhi juga ingin diperlakukan layaknya seorang adik, bukan seorang pembunuh di antara sa...