2 ┊⁀➷ Rintik Hujan

13.7K 1.4K 80
                                    

Padahal jam baru saja menunjukkan pukul lima pagi, tapi Reynaldhi sudah siap dengan seragamnya. Pagi itu juga, Reynaldhi langsung keluar rumah ditemani gelapnya langit subuh.

Langkahnya berjalan agak cepat menuju sekolah, setiap hari ia selalu begini. Reynaldhi tidak pernah bisa berangkat menggunakan kendaraan atau diantar, ia terlampau mengerti soal status dirinya yang mungkin tidak pernah dianggap seorang anak.

Reynaldhi juga tidak mau menyakiti dirinya hanya untuk melihat kakak dan ayahnya sarapan bersama layaknya keluarga bahagia. Reynaldhi memang sudah diasingkan dari kecil, oleh karena itu ia menyerah, tidak peduli lagi soal kehangatan keluarganya.

Sudah sekitar dua kilometer ia berjalan, dan langit sudah mulai terang. Reynaldhi langsung berjalan menuju kelasnya dan seperti biasa ia hanya menyamankan kesendiriannya dengan menelungkup kepalanya.

Sudah terbiasa, maka Reynaldhi seharusnya tidak perlu ingin menangis seperti ini. Rasanya dirinya memang terlalu kekanak-kanakan sekarang. Ia merindukan sang Kakak sekarang, Evelyn yang selama ini selalu menyayanginya.

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Tok!

Tok!

Tok!

"Naldhi ...." panggil Evelyn lembut di depan kamar Reynaldhi. Beberapa kali panggilannya itu diujarkan, namun tetap saja tidak ada sahutan dari dalam.

"Maaf, nyonya," ucap seorang asisten rumah tangga, "Reynaldhi biasanya sudah berangkat pagi-pagi sekali."

Evelyn mengernyit, "Kamu, ART baru ya?"

"Eh ... iya nyonya," jawab asisten rumah tangga itu sambil menunduk.

"Tolong kamu lebih sopan dengan Reynaldhi, dia juga adik saya, dia juga tuan di rumah ini."

"Nggak usah repot-repot, Mba Kiyah. Dia bukan tuan di rumah ini, kau ikut jadikan anak itu pembantu di rumah ini juga tidak apa." Suara itu menggema dari arah tangga, membuat Evelyn memandang pria yang mengujarkan kalimat itu.

"Mas, Naldhi itu adik kita juga, kenapa kayak gitu sama dia. Sampe dia nggak mau ketemu kita sama sekali."

"Evelyn!" bentak Kuntara.

Reynaldhi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang