15 ┊⁀➷ Lari dari Kenyataan

9.6K 1.3K 267
                                    

Malam itu, Bara begitu bimbang memandang sebuah nomor yang masih tertera di ponselnya, ia sangat ragu akan menghubungi orang itu atau tidak. Namun, ia masih mengingat Reynaldhi dan Jufasya, keduanya memang anaknya dan ia harus memperjuangkan mereka.

Bara akhirnya menekan tombol hijau disana, menunggu panggilannya di sahuti dari seberang sana. Beberapa helaan nafas tak beraturan terdengar dari bibirnya, ia tidak sabar untuk bicara dengan wanita yang ia hubungi, atau lebih tepatnya gugup.

"Halo."

"Citra? Rupanya kau masih mau mengangkat teleponku." Bara berucap dengan suara tegasnya.

"Langsung saja, apa yang kamu mau? Saya nggak punya banyak waktu buat kamu."

"Soal kita, dan anak-anak."

"Apalagi yang kamu mau sih Mas? Sudah cukup kamu menyakiti hati aku dengan bersama wanita itu, terus kenapa sekarang masih bahas soal kita."

"Citra aku mohon ... ini buat Jufasya, Juan, sama Jaefan juga. Jufasya bilang, kalo kamu sayang sama mereka kamu pasti mau kembali buat mereka. Buat mereka, Cit. Bukan buat aku."

"Aku capek, Mas. Katanya mas sendiri yang bisa mengatasi anak-anak."

"Citra, perempuan itu sudah meninggal, tolong jangan pikirkan itu lagi."

"Iya, mas. Perempuan itu memang sudah meninggal, tapi bagaimana dengan anak haram yang kau hasilkan?"

Bara menghela nafasnya lelah, ini semua salahnya sebenarnya, dan kini pasti juga berimbas pada anak itu, Reynaldhi. Bara juga masih menyayangi Jufasya, Juan, dan Jaefan, jadi mau bagaimanapun caranya ia harus bisa membujuk Citra, "Apapun, kau minta apapun akan kupenuhi. Asal kau mau rujuk denganku."

"Yakin apapun? Ada dua syarat yang harus kau penuhi."

"Apapun itu, Cit."

"Tolong bayar semua hutangku, dan aku tidak mau anak haram itu muncul di hadapanku. Kalau tidak, aku tidak akan menurutimu."

"Kacau kau, Cit. Anak itu juga manusia, aku janji akan bayar semua hutangmu, tapi jangan korbankan anak itu."

"Kalau begitu aku tu-"

"Baiklah .... Aku setuju."

.


.


.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.


.


.

Siang menjelang sore kala itu terasa sedikit mendingin di kala cuaca juga mulai merintikkan air matanya. Muram sekali sang Langit hari ini, bagai mengerti suasana tak enak antara Kuntara, Andhika, Bara, dan anak-anaknya.

Reynaldhi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang