Padahal, hari sudah terlanjur padam, namun usaha seorang pemuda tidak juga goyah. Jari-jari dan kedua maniknya masih berkutat pada beberapa buku di hadapannya. Reynaldhi akan melaksanakan ujian kenaikan kelas bulan depan, memang bukan sebuah kesulitan untuk Reynaldhi agar mendapat nilai tertinggi. Tetapi kali ini, Reynaldhi ingin mempersembahkan lebih, karena sudah ada orang yang akan menghargainya.
Bulan lalu, Reynaldhi mendapat kabar bahwa Evelyn sudah melahirkan anak pertamanya. Sayangnya, hubungan antara dirinya dan Evelyn masih kurang baik. Berita ini saja ia dapat dari Jufasya yang katanya berada bersalin di rumah sakit tempatnya bekerja. Sedih sungguh! Reynaldhi masih merindukan kakak perempuannya itu, sayangnya kelahirannya tidak bisa diulang dengan cara yang lebih baik.
"Rey! Kamu itu—"
Reynaldhi menoleh sambil mengernyit ke arah Abangnya, "Apa? Kenapa?"
Jaefan berdecak kesal, "Ngapain, hm? Keluar sebentar, yuk. Evelyn bawa banyak makanan buat kita, kamu nggak mau?"
Lelaki yang lebih muda darinya itu, menatap Jaefan begitu lekat, "Yang mau ditemuin kan Bang Fasya sama Daddy, bukan aku."
Langkah Jaefan dibuat mendekat untuk merangkul bahu adiknya, "Coba dulu, katanya mau minta maaf sama Kak Eve kemarin, kenapa sekarang malah putus harapan gini?"
Reynaldhi membenarkan apa yang dikatakan Jaefan. Semenjak Evelyn menamparnya di depan umum, Reynaldhi tidak berani lagi bertemu dengan kakaknya itu. Tidak hanya itu, ada banyak sekali trauma yang dialami Reynaldhi setelah kecelakaan beberapa bulan lalu. Reynaldhi juga kadang masih takut bertemu Citra, meskipun wanita itu sudah menerima keberadaannya apa adanya.
"Tapi nanti Abang yang bilang," sentak Reynaldhi.
"Ey? Kamu laki-laki bukan?"
Reynaldhi menunduk, "Iya ... tapi kesalahan aku nggak sesederhana laki-laki hidung belang, tukang selingkuh! Kesalahan aku itu rumit banget, mau pake rumus logaritma yang kesebelas juga nggak bakal bisa!"
Jaefan mengusak rambut Reynaldhi perlahan, "Dengerin ... kemarin kamu sendiri yang mau minta maaf, atas kesalahan yang sebenarnya tidak kamu perbuat. Hari ini kamu minta maaf, agar hubungan kalian sedikit membaik, bukan untuk memperbaiki kesalahan kamu. Karena kamu, nggak salah dalam hal ini, Rey."
Dengan tarikan napas panjang, Reynaldhi mengangguk setuju. Beriringan dengan Jaefan, Reynaldhi mencoba melangkah menuju ruang tamu. Dimana disana sudah ada Bara, Citra, Evelyn, dan tentu saja suaminya. Jangan lupakan Jufasya yang duduk paling dekat dengan Evelyn, namun di sofa yang berbeda. Reynaldhi diam cukup lama di ruang tamu, tidak sanggup untuk mengutarakan.
Remaja itu dapat menangkap perubahan raut wajah Evelyn, ketika dirinya muncul. Apalagi, ketika dirinya belum sempat mengucap sepatah kata, Evelyn sudah menyela, "Saya kesini untuk memperbaiki hubungan saya dengan Pak Bara dan keluarga. Sebab sebelumnya, kami memiliki kekerabatan yang baik, seharusnya kalau tidak ada masalah soal Reynaldhi."
Mendengar itu, Reynaldhi hanya mampu tertunduk dalam. Citra malah bangkit dari posisinya untuk menghampiri Reynaldhi. Wanita itu merangkul Reynaldhi, sambil mendekapnya. Reynaldhi terkejut sungguh, baru kali ini dirinya bisa merasakan betapa hangat dekapan seorang ibu. Dengan canggung, Reynaldhi menatap Citra penuh arti.
Citra tersenyum ke arah Evelyn, "Sudah bukan masalah lagi, kan? Reynaldhi sekarang tinggal disini, menjadi anak saya. Jadi, Ayah atau Kakak kamu nggak perlu menyimpan dendam pada anak saya."
Evelyn membalas senyuman Citra, "Baiklah, berarti bagus, ada yang lebih sudi merawat Reynaldhi."
Ardhan berdehem sedikit kencang, "Mohon maaf, Pak, Ibu. Sepertinya kami mau pamit dulu, masih ada beberapa rumah yang harus kami sambangi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynaldhi [END]
Aléatoire"Jika mungkin, tidak apa jika nyawaku bisa ditukar dengan milik bunda." Reynaldhi ingin disayang seperti anak-anak yang lain, meskipun hanya dari sang Ayah. Reynaldhi juga ingin diperlakukan layaknya seorang adik, bukan seorang pembunuh di antara sa...