Byur!
Reynaldhi tersentak dalam tidurnya, matanya seketika membuka mengundang rasa pening di kepalanya. Reynaldhi ketiduran setelah shalat subuh tadi. Reynaldhi mengernyit, menatap sekeliling dan menemukan sosok pria yang berdiri di samping ranjangnya.
Reynaldhi mengusap wajahnya yang sudah basah karena disiram air dingin itu. Anak itu semakin mengernyit kala menyadari betapa sangitnya bau air yang baru saja disiramkan kepadanya.
Reynaldhi menatap marah pada pria yang ada di hadapannya itu, ia merasa kakak pertamanya mengucap sesuatu terlihat dengan gerakan mulutnya, namun Reynaldhi tidak bisa mendengarnya, hearing aids miliknya belum dipakai.
Bugh!
Satu bogeman mentah mendarat di pipi Reynaldhi yang sudah merah padam itu, menimbulkan sedikit goresan disana. Reynaldhi sontak berdiri akan melawan sang Kakak dengan tinjuannya, namun keadaan malah berbalik.
Brak!
Tubuh Reynaldhi tersungkur, saat kakaknya menangkis pukulannya, dan malag mendorong tubuh kurusnya kuat hingga menabrak meja nakas. Reynaldhi meringis, namun ia belum mau menyerah begitu saja di tangan sang Kakak.
Buakh!
Dengan sekuat tenaga, Reynaldhi menendang perut Kuntara, setelahnya ia bisa melihat kakaknya itu meringis. Reynaldhi berdiri, seperti ingin mengumumkan bahwa ialah yang menang disini.
“Reynaldhi!” Andhika berteriak dari ambang pintu, ia tak sengaja melihat Kuntara sudah jatuh kesakitan. Reynaldhi memang tidak mendengarnya, namun melihat sang Ayah masuk ke kamarnya, Reynaldhi ketakutan.
“Dasar sialan ....” Andhika mengumpat, kemudian matanya berkeliling mencari apa saja yang bisa ia lemparkan pada Reynaldhi, untuk melampiaskan kemarahannya. Hingga maniknya menangkap sebuah meja kecil berbahan kayu di belakangnya.
Brak!
Meja yang biasanya dibuat Reynaldhi alasnya belajar itu kini melayang menghempas tubuhnya sampai kembali tersungkur. Reynaldhi meringis, meja kayu yang rapuh itu kini hancur berantakan setelah menghantam tubuh Reynaldhi.
Reynaldhi mungkin masih ditahan untuk menemui ajalnya, buktinya meja itu mengenai tubuhnya, bukan kepalanya yang bisa langsung menyebabkan pendarahan. Reynaldhi masih meringkuk di lantai, menahan rasa sakit berdenyut akibat hantaman tadi.
Setelahnya, Reynaldhi memandang ayah dan kakaknya pergi begitu saja. Tak peduli terhadap dirinya yang terlihat kesakitan, harusnya Reynaldhi juga sadar, dia memang sudah lama hanya dianggap sebutir debu yang terus berusaha dihilangkan.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynaldhi [END]
Random"Jika mungkin, tidak apa jika nyawaku bisa ditukar dengan milik bunda." Reynaldhi ingin disayang seperti anak-anak yang lain, meskipun hanya dari sang Ayah. Reynaldhi juga ingin diperlakukan layaknya seorang adik, bukan seorang pembunuh di antara sa...