Bara mengangguk, anak pertamanya memang mengetahui semua rahasia yang selama ini tertutupi. "Bang ... maafin daddy ...." Jufasya menoleh, kala mendengar lirihan suara adiknya yang tengah menangis dalam diam.
Jufasya menutup matanya, meredam amarah yang telah berkumpul dalam hatinya, "Kamu disini aja dulu sama daddy, abang mau nanganin pasien lagi."
Juan terdiam dengan bahu yang bergetar, bukan hanya Jufasya yang terkejut akan fakta ini, namun Juan juga baru mengetahuinya beberapa jam lalu saat sang Ayah mengajaknya pergi ke sebuah pemakaman, disanalah Bara menceritakan semuanya.
Jufasya pergi membawa amarah besar dalam hatinya, dirinya juga tidak habis pikir dengan sang Adik yang terlalu sayang pada ayahnya sampai bisa memaafkan begitu saja kesalahan ayahnya yang selama ini ditutupi. Pada akhirnya, dia menyadari kenapa ibunya yang rela meninggalkan anaknya begitu saja, kenapa kakaknya tidak pernah mau pulang ke rumah.
Jufasya tertawa sinis, betapa lucunya hidupnya sekarang. Dibohongi oleh ayahnya sendiri, bertahun-tahun beranggapan ayahnya yang merupakan korban dari egoisnya sang Ibu, rupanya ayahnya yang malah melakukan perbuatan bejat bersama istri orang.
Pria yang masih betah menggunakan snelli putihnya, tiba di depan sebuah bangsal. Jufasya menatap dari depan pintu seseorang yang berada di dalam sana, belum memutuskan untuk membuka matanya. Tadi, Jufasya menemukan memar besar di perut Reynaldhi, dan kini Jufasya mengerti mengapa ayah Reynanldhi begitu membenci anak itu.
"Maafin aku, Dhi ... aku nggak bisa nepatin janji, aku cuman manusia biasa, Dhi. Bagaimana bisa aku menerima hasil dari perselingkuhan ayahku sendiri?"
Alih-alih melangkah menjenguk Reynaldhi, Jufasya malah pergi dari bangsal anak itu. Hati dan mentalnya terasa belum siap, mungkin ini juga alasan mengapa dirinya tidak pernah bisa berjodoh dengan Evelyn, bukan karena Reynaldhi, sebab sekarang saja Jufasya bisa membenci Reynaldhi, tanpa ada campur tangan hubungannya dengan Evelyn.
Jufasya mengambil ponselnya, kemudian menghubungi seseorang yang seharusnya mengetahui semua tentang rahasia menyakitkan dalam keluarganya, "Bang, aku mau ketemu sebentar."
.
.
.
.
.
.
Atas permintaan adiknya, Jaefan akhirnya datang ke cafe di depan rumah sakit, menemukan wajah muram Jufasya yang juga menatapnya menelisik. Jaefan mengernyit, "Kenapa? Emangnya lagi nggak ada pasien?"
"Abang sendiri lagi nggak ada club yang mau dihibur?"
Jaefan menghembuskan nafasnya kasar, "Lagi pengen libur aja, lagian ini hari Jum'at, nggak enak sama malaikat kalo main di club."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynaldhi [END]
Random"Jika mungkin, tidak apa jika nyawaku bisa ditukar dengan milik bunda." Reynaldhi ingin disayang seperti anak-anak yang lain, meskipun hanya dari sang Ayah. Reynaldhi juga ingin diperlakukan layaknya seorang adik, bukan seorang pembunuh di antara sa...