Beberapa jam yang lalu, Jufasya baru saja meminta keluarganya untuk berkumpul makan malam bersama. Namun, sudah dua jam berlalu, yang datang belum bertambah selain, Citra dan Juan di sisi lain mejanya.
Mereka bertiga menunggu Bara dan Jaefan, dua pria berbeda usia itu tetap saja tidak mau datang untuk menghadiri makan malam. Bara bahkan sama sekali tidak memberikan kabar, tapi Jufasya mendapatkan kabar dari teman satu profesinya kalau Bara masih berada di rumah sakit.
"Daddy masih di rumah sakit," ucap Jufasya, sambil melempar ponselnya malas.
"Biar mommy yang telepon daddy-mu," tukas Citra, seraya mengambil ponselnya dalam tas.
Cukup beberapa menit hingga panggilannnya terjawab oleh sang Suami, nada angkuh yang lebih dulu digunakan untuk menyapa Bara, "Kamu dimana?"
"Aku masih di rumah sakit, makan malamnya kamu sama anak-anak aja. Ada Kirana juga disini. Tadi kondisi Rey—"
"Mas! Cukup dengan anak itu, aku mohon, mas. Kamu harus tau, kalau anak kamu bukan cuma si Reynaldhi. Ajak saja Kirana sekalian, aku juga mau pernikahan mereka dipercepat."
"Cit ... kamu jangan kayak gitu dong, Jufasya dan Juan juga masih bisa makan dengan nyaman sekarang. Kamu juga seorang ibu, harusnya kamu tau bagaimana perasaan seorang anak. Reynaldhi butuh aku sekarang!"
"Jadi, kamu lebih pilih anak dari jalang itu?"
"Cit, Jihan sudah meninggal ...."
"Iya! Memang dia sudah meninggal, tapi sakit hati aku ke dia dan anak itu nggak akan pernah mati, mas. Harusnya anak itu mati agar aku dan anak-anakku bisa hidup tenang!"
"Jangan sumpahi anakku mati, Cit! Dia berhak untuk hidup, sama seperti Jufasya dan Juan juga!"
"Terserah kamu. Aku capek, kamu harusnya juga pikirin perasaan Juan, selama ini dia pengen banget bisa dimanja sama kamu. Dia itu anak bungsu kita, mas! Tolong, mas ... buat anak-anak kita, sebentar saja, aku nggak minta waktu lebih lagi. Jangan pentingkan anak itu dulu ...."
Terdengar helaan nafas lelah dari seberang sana, "Baiklah, aku dan Jaefan akan kesana."
"Ajak Kirana juga, aku mau membicarakan pernikahan mereka."
"Hmm ...."
.
.
.
.
.
.
Jaefan mengernyitkan dahinya ketika mendengar sang Ayah memutuskan untuk datangke makan malam keluarga, "Dad, ini Reynaldhi lagi tidur kenapa harus ninggalin dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynaldhi [END]
Random"Jika mungkin, tidak apa jika nyawaku bisa ditukar dengan milik bunda." Reynaldhi ingin disayang seperti anak-anak yang lain, meskipun hanya dari sang Ayah. Reynaldhi juga ingin diperlakukan layaknya seorang adik, bukan seorang pembunuh di antara sa...