30

4.6K 598 91
                                    

"Kamu ini udah nikah loh Bani, tapi kenapa masih suka banget bikin Mama khawatir gini sih?!"

"Khawatir apanya sih Maaa?"

"Isteri kamu itu hamil, bisa-bisanya kamu gak ngabarin Mama! Emangnya kamu bisa urus Ara yang hamil sendirian?"

"Aduduuuh! Bisa bicara baik-baik aja gak Ma? Gak usah pake acara jewer-jewer gini, malu ada temen-temen!"

"Jewernya kurang kenceng tuh Tante, mau Danu bantuin sekalian gak?"

"Diem ya lo kampret!!"

Bani tetap menggosok-gosok daun telinganya walau rasanya tidak seberapa sakit. Meskipun acara jewer menjewernya sudah selesai, tapi Mamanya masih menatapnya dengan napas yang memburu. "Kamu udah gak anggep Mama ada ya?"

"Gak gitu Ma." Bani hanya menjawab seperti itu, karena tidak mungkin juga baginya untuk menceritakan alasan yang sebenarnya di depan semua orang.

Bahwa Kynara sendiri masih belum bisa memaafkan apa yang keluarga Bani lakukan terakhir kali padanya.

"Mana Kynara? Perasaan tadi dia masih di sini."

Bani pun tau kalau sejak tadi isterinya itu sudah memilih menyingkir dari ruang tamu untuk mengasingkan diri. "Kynara ke kamar Ma, lagi gak enak badan."

"Mana coba Mama mau liat gak enak badannya gimana. Jangan-jangan dia drop banget lagi, kamu kok diem-diem aja istrimu lemas begitu pas lagi hamil?!"

Dan Bani cepat-cepat menahan pergerakan Mamanya, "Gak usah disusul dulu deh Ma Aranya."

"Kenapa sih kamu? Mama kan cuma mau liat gimana kondisi Kynara! Gimana pun juga, Mama lebih berpengalaman tentang kondisi Kynara yang lagi hamil dari pada kamu."

Bani hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal di saat ia tidak bisa lagi mencegah Mamanya untuk pergi menyusul Ara ke kamar. Padahal baru saja kondisi psikis isterinya itu berangsur membaik pagi ini pasca pertengkaran mereka terakhir kali.

Bani jadi takut kalau kedatangan Mamanya yang tiba-tiba itu, membuat Kynara down dan mengingat semuanya lagi. Kynara tidak akan mengira perhatian yang Mamanya berikan ini ada kaitannya lagi dengan Tiara kan? Walau sebenarnya Bani sendiri juga belum tau siapa sosok yang benar-benar Mamanya lihat dari isterinya sampai saat ini.

"Ekhem, ngomong-ngomong, ini jus stroberinya gak jadi dibeliin ya? Padahal udah seret."

Bani tidak sama sekali menyahuti perkataan Danu barusan. Ia hanya menatap Calista dan Brian, berusaha meminta pengertian, "kalian beli minum sendiri aja bisa gak? Nih pake duit gue nih, sekalian kalo lo pada laper, jajan hokben di Mall bawah gih pada. Gue lagi gak bisa banget ninggalin Ara, serius."

Ia hampir benar-benar mengeluarkan uang dari dompetnya kalau Brian tidak cepat-cepat berucap, "gue perhatiin, muka lo keliatan lebih kusut setelah Nyokap lo datang barusan."

"Asal lo tau Yan, aslinya otak gue lebih kusut dari pada muka gue sekarang."

"Udah Mas Bani langsung nyusul ke kamar aja gih. Mbak Ara pasti lagi bingung banget harus ngapain."

Bani membalas perkataan Calista barusan dengan wajah memelas, "pasti Ara udah curhatin semua ke lo juga ya Cal?"

Calista hanya mengangguk mengiyakan, selaras dengan Danu yang terlihat bingung dan buru-buru berucap, "ada apa sih emangnya? Ini cuma gue doang yang gak tau apa-apa nih? Gini ya lo semua sekarang! Main rahasia-rahasiaan sama temen sendiri, cukup tau gue!!"

Yang jelas, saat itu Bani hanya bisa mengusap-usap wajahnya gusar, sebelum berucap dengan penuh penekanan, "Dan, gue gampar ya?"

***

Kamu dan PanaseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang