3

6.4K 836 51
                                    

Ara membuka kelopak matanya yang terasa sangat berat pagi itu dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamar yang terasa tidak familiar. Sambil mengumpulkan kesadaran, otaknya ikut menganalisis di mana tepatnya ia berada sekarang.

Kamar ini berukuran persis seperti kamarnya, namun tertata dengan gaya yang lebih minimalis. Hanya ada kasur berukuran king size, nakas kecil, lemari yang rapat ke tembok dan sebuah gitar yang disandarkan di pojok dekat kamar mandi. Perpaduan warnanya monokrom dan Ara masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang sedari tadi sudah bercokol di kepalanya, sampai seseorang terlihat membuka pintu kamar dan menatapnya. "Udah bangun?"

Dan tenggorokannya tiba-tiba menjadi tercekat ketika melihat Bani berdiri di sana. Dan kenapa juga Ara masih tidak bisa mengingat bagaimana ia bisa berakhir di sini?!

Ia ingin segera beranjak namun untuk bangun dan terduduk saja kepalanya terasa seperti memberontak untuk menurut.

"Pelan-pelan! lo masih hangover."

Ara terdiam, tatapan Bani saat ini terasa memerintahnya untuk tetap begitu. Pria itu hanya berdiri di ujung pintu tanpa sedikit pun beranjak mendekat, tapi kenapa sosoknya terasa begitu mendominasi di ruangan ini?

"Kalau udah enakan kepalanya, baru keluar buat sarapan. Gue beli soto ayam, enakan dimakan pas lagi anget biar hangovernya cepat reda." Dan sosok itu kembali hilang di balik pintu kamar yang menutup setelah berkata seperti itu.

Butuh waktu kurang lebih lima  belas menit untuk Ara dapat sedikit memulihkan sakit kepalanya sebelum beranjak untuk membasuh wajah dan keluar dari kamar yang ternyata adalah milik Bani. Jadi di mana lelaki itu tidur semalam? Ara akan merasa bersalah sekali kalau Bani memutuskan untuk tidur di sofa karena dirinya.

"Gue bergadang buat bikin lagu dari semalem, ganggu lo tidur gak suaranya?"

Ah rupanya begitu. Ara buru-buru menggeleng cepat, "sama sekali gak kedengaran."

"Yaiyalah, siapa juga yang gak langsung tewas abis mabok parah kayak gitu."

"Maaf...."

"It's not even a problem for me. Gue coba ketuk-ketuk pintu unit lo dari semalem, gak ada yang bukain jadinya gue bawa ke sini karena lo udah kedinginan."

"Iya, Bu suratmi pulang kalau sudah sore dan Arka lagi di rumah neneknya." Kynara bahkan tidak menyadari kalau ia masih tetap berdiri kaku di pintu dapur, dan belum beranjak ke manapun.

"Duduk, dimakan dulu tuh sotonya." Pria itu berkata seperti itu sambil menyesap kopinya di meja makan.

"Saya pulang aja deh Bani, nggak enak kalau ngerepoti kamu teru–"

"Justru gue makin repot kalau udah beli makanan dan ternyata gak sama sekali lo makan."

Ara tercekat, sejak kapan pria yang kemarin memiliki kesan hangat ini berubah menjadi sosok yang agak galak?

"Duduk Ra, dimakan sotonya." Bani mengulangi.

"Iya, Bani." Akhirnya Kynara terduduk tepat di hadapan Bani yang terlihat sedang menyesap kopi hitam panasnya. "Kamu sendiri sudah makan?"

Bani mengangguk, "udah makan nasi uduk tadi."

Mereka berakhir terdiam dalam keadaan yang lumayan canggung. Ara sesekali menatap Bani yang tengah  asik dengan ponselnya dan hampir tersedak saat sosok itu tiba-tiba ikut membalas tatapannya. "Lain kali jangan sampai mabok minumnya. Seenggaknya, know your limits. Apalagi lo sendirian di rumah dan punya kebiasaan mabok yang nyeremin gitu, orang jaman sekarang gak semuanya baik Ra."

Kamu dan PanaseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang