1

13.7K 1.1K 90
                                    

Lelaki itu menyesap rokoknya dalam-dalam, hampir lupa kalau ia harus menghabiskan dulu satu batang rokoknya sebelum masuk ke dalam bangunan tinggi di hadapannya. Sambil menghembuskan asap ke udara, Bani merasakan getaran di saku celananya.

Ponselnya berbunyi dan ia tidak perlu menilik untuk dapat tahu siapa yang meneleponnya untuk kesekian kalinya malam ini.

"Ma, i've told you that i'm"

"Sayang, pokoknya kamu jangan sampai telat makan. Mama selama ini larang-larang kamu untuk hidup sendiri karena Mama selalu khawatir, kamu itu enggak bakal sarapan pagi kalau gak mama marahin dulu Bani! Pagi-pagi itu makannya nasi, at least roti, bukannya minum kopi sambil merokok!"

"Ma, Bani udah gede."

"But you'll always be my baby Ban"

"Yaelah."

"Oke, take care ya sayang. Jangan lupa share lock ke Mama alamat apartemen baru kamu nanti."

"Not ever."

"Bani!! kamu it–"

Bani memutus panggilan di ponselnya tanpa berfikir dua kali. Ia kemudian meringis pelan saat menyadari satu batang rokoknya yang sudah habis percuma hanya karena mendengar ocehan mamanya. Ia menginjak sisa batang rokoknya di tanah dengan perasaan dongkol seiring dengan sesosok yang datang menghampirinya.

"Your lovey dovey Mommy is called you again, huh?"

"Bacot, bantuin gue angkat sisa box ke atas, sisa satu lagi di mobil nih."

"Roger, captain! Btw, habis ini gue langsung cabut ya Ban, ada urusan."

Bani hanya mengangguk sambil berlalu meninggalkan Danu yang sedikit berlari ke mobil. Itu memakan waktu yang lumayan lama bagi Bani untuk menunggu lift datang dengan dua buah gitar listrik di punggung dan di tangan. Saat pintu lift itu terbuka, sesosok perempuan yang nampak berlari keluar dari sana membuatnya begitu terkejut, untung saja ia memiliki reflek yang bagus untuk segera menghindar.

Apapun kepentingan yang perempuan tadi ingin lakukan, sepertinya amat sangat mendesak sampai ia terlihat berlari dengan kecepatan super.

"Dia perawat yang sangat sibuk di rumah sakit, kalau kamu kepengen tau."

Bani menengok dan mendapati lelaki tua yang kira-kira berumur akhir tujuh puluh tahun, berdiri di sebelahnya sebelum mereka bersamaan masuk ke dalam lift kosong.

Dan apa raut wajahnya barusan memang sangat mengisyaratkan keingintahuan saat melihat wanita tadi?

"Saya gak kepengen tau banget juga sih sebenarnya." Bani tersenyum lumayan ramah pada Kakek yang sekarang sedang mengamati penampilannya dari atas sampai bawah, tatapan orang tua memang terkadang terasa seperti menghakimi.

"Kamu kerja apa? Baru pindah kesini?"

"Saya musisi Kek, kebetulan baru pindah ke unit di lantai tujuh."

"Oh bagus kalau kamu di lantai tujuh. Saya di lantai dua, syukurlah enggak keberisikan."

"Eh? studio saya gak di sini kok kek. Di sini cuma tinggal doang."

"Gak mungkin kamu gak gitar-gitaran sesekali di unitmu itu kan?"

"Hehe, iya juga sih kek." Bani melirik dan mendapati kalau lift mereka sudah sampai di lantai dua, Kakek di sebelahnya bergegas keluar.

"Ara juga tinggal di lantai tujuh, kalian bisa kenalan dalam situasi yang lebih baik lagi nanti karena tetanggaan."

"Ara siapa kek?"

Kamu dan PanaseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang