8

4.9K 688 40
                                    




"Mas, bantuin." Bani bangkit dari rebah sejenaknya di atas ranjang, dan mendapati Kynara sedang berkutat di depan cermin dengan semua macam jepitan pada sanggul yang ia kenakan. "Saya gak bisa ngelepas yang di belakang Mas, gak kelihatan."

Bani tersenyum, sama sekali tidak merasa enggan atau terbebani walau ia sendiri juga sudah merasa lelah. Ia mengerti, baik dirinya dan Ara sama-sama merasa masih begitu letih setelah berdiri seharian di atas pelaminan. Dan kenapa tidak dengan saling membantu untuk meringankan lelah masing-masing?

Satu persatu jari Bani membantu Ara melepas sanggul di kepalanya, dan entah kenapa Ara tiba-tiba saja merasa menyesal telah berinisiatif meminta Bantuan suaminya itu. Seharusnya ia selesaikan saja semuanya sendiri, agar sebuah titik-titik keringat dingin sebesar sebutir jagung tidak cepat-cepat mengalir di pelipis dan tengkuknya.

Dengan kata lain, ia merasa agak takut dengan sentuhan Bani yang tiba-tiba saja tidak terasa seperti sentuhan biasa di kulitnya. Memang seharusnya Ara membuang jauh-jauh segala perasaan takut miliknya, karena bagaimanapun juga, Bani adalah laki-laki yang berbeda. Pria ini kini adalah suaminya, dan satu-satunya pria yang ia percaya untuk bisa berada dengannya pada ruangan terkunci dan tertutup seperti kamar pengantin mereka saat ini.

"Arka di rumah Mama kamu sampai kapan Mas?"

Bani terlihat seperti mengingat-ingat sebentar, Ara bisa melihat ekspresi lelaki itu dari cermin. "Mama bilang sekitar semingguan deh kayaknya tadi. Pas aku bilang kelamaan, Mama tetep keukeuh maunya Arka di rumahnya agak lamaan, katanya supaya kita berdua dulu aja di sini. Mama juga pengen akrab sama cucunya."

"Mas, menurut kamu, apartemen saya dioper kontrak aja atau gimana?"

"Terserah kamu sayang."

Ara tiba-tiba tercekat, sama sekali tidak menyangka kalau Bani akan memanggilnya seperti itu. Kenapa sedikit saja aksi dan kata-kata manis yang pria ini lakukan sudah bisa meluluh lantakkan dirinya dengan begitu hebat?

Bani tidak boleh sering-sering memerlakukannya seperti itu, atau dia bisa pingsan karena kehilangan kemampuan untuk bernafas.

"Lihat gimana enaknya nanti aja deh Mas."

"Yaudah, mungkin besok atau lusa aku panggil orang buat mindahin semua barang-barang di apartemen kamu ke sini. Aku juga rencananya mau bikin ruangan studio mini baru di samping kamar Arka nanti, biar kalau ngerjain project instrumen lagu gak harus ke studio yang di Bintaro. Gakpapa kan?"

Ara mengangguk, kini sanggul itu sudah terlepas sempurna dari kepalanya dan Bani seperti tidak ada canggungnya sama sekali untuk kemudian membantu melepas satu per satu ikatan tali korset di punggung Ara. "Kamu pakai korset seketat ini seharian apa rasanya gak kayak mau pingsan? Perempuan kalau mau terlihat cantik itu kenapa suka sampai nyiksa diri sendiri sih?"

Laki-laki ini bicara begitu santai, tidak tahu saja Ara bukan mau pingsan karena memakai korset, tapi karena sikapnya barusan. "Namanya juga perempuan, Mas."

"Udah selesai nih, mandi duluan sana."

Ara mengangguk, dan dia tidak tahu kenapa langkah terburu-burunya sambil sibuk merapatkan korset yang longgar ke tubuhnya itu bisa mendadak terlihat sangat kikuk, padahal ia hanya ingin cepat-cepat menuju kamar mandi.

***

Ara terduduk di tepian ranjang di kamar Bani. Apa punggungnya terlihat begitu terkejut saat tiba-tiba saja lelaki itu sudah keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos oblong berwarna hitam dan celana pendek?

Demi Tuhan, kenapa untuk menunggu malam ini cepat berlalu saja, rasanya begitu lama?

Suaminya itu sudah mengambil posisi berbaring di belakangnya dan Ara masih memunggunginya dengan dalih memakai krim malam. Beberapa saat kemudian, Bani sudah memeluk pinggangnya dari belakang dengan tubuh lelaki itu yang masih tetap dalam posisi tengkurap. "Lama banget skincare-annya. Sini tiduran, emang gak capek?"

Kamu dan PanaseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang