24

3.8K 538 44
                                    

Saat bangun pagi itu, Bani mendapati tubuhnya terasa tidak bertenaga. Ia memutuskan untuk membiarkan tubuhnya rebah selama beberapa menit sampai Kynara terlihat masuk ke kamar dengan semangkuk bubur dan segelas air putih. "Pantas aja kamu tidur cepat semalem Mas, badan kamu demam."

"Masa sih?" Bani berucap begitu sambil mengukur sendiri suhu tubuhnya dan membandingkannya dengan suhu di kening isterinya. "Pantesan bangun-bangun rasanya gak enak badan gini."

"Dimakan dulu bubur ayamnya, barusan beli sekalian anter Arka ke sekolah." Kini Kynara ikut duduk di tepi ranjang.

"Arka kamu yang anter? Naik apa? Kenapa gak bangunin aku aja?"

"Naik taksi, Mas kan demam gini. Mendingan istirahat aja."

Bani kemudian beranjak duduk dan mengambil mangkuk bubur itu dari Kynara. "Kamu udah sarapan?"

"Udah tadi pagi bareng sama Arka. Mas, sepertinya kamu lagi banyak pikiran ya?"

Sambil menelan bubur yang tiba-tiba terasa serat di tenggorokan, Bani bertanya, "emang keliatannya gitu?"

Saat itu, jemari Kynara terulur untuk mengusap wajah suaminya sambil berucap, "mikirin apa Mas? gak mau cerita ke saya? Siapa tau saya bisa bantuin mikir."

Setelah berucap seperti itu Kynara malah mendapati suaminya tersenyum dan mengacak-acak rambutnya sebelum berucap, "apaan sih, sok tau banget. Ini mah cuma kecapean aja, palingan ntar siang juga udah enakan lagi badannya."

"Makanya kalau kerja itu jangan terlalu diforsir, sampai baru selesai tiap tengah malam. Kalau bukan Mas yang jaga kesehatan diri sendiri, terus siapa lagi?"

Bani tiba-tiba ingat seseorang yang pernah memarahinya seperti ini dulu, dan sekarang ia jadi tidak bisa menahan dirinya untuk tidak segera membawa Kynara masuk ke dalam pelukan, bahkan menarik tubuh isterinya itu untuk ikut berbaring bersamanya.

"Ngapain sih Mas?"

"Aku butuh kenyamanan ini untuk bisa sembuh."

"Jangan lebay."

Bani terkekeh, "nurut aja kenapa sih? Orang cuma pengen pelukan doang, gak macem-macem. Masa gak boleh?"

Akhirnya Kynara benar-benar tidak mengelak akan permintaan suaminya itu. Mereka hanya saling terdiam sesaat setelahnya, dan Ara tau kalau Bani sedang menatapinya dengan sorot yang tak terbaca.

"Mas, kemarin Ditya datang ke sini."

"Iya udah tau, dia kemarin nelfon aku juga buat ngabarin."

Sempat ada jeda beberapa saat sampai Kynara membuka mulutnya lagi, "dan saya akhirnya tau alasan kenapa kamu bisa gak akur sama tante Raya."

"Udah tau kan? Yaudah gak usah dibahas lagi ya?"

"Emangnya kenapa? Kenapa gak boleh bahas?"

"Aku gak pengen inget-inget apa yang terjadi dulu, Kynara." Dan tiba-tiba saja sorot itu terlihat mengatakannya dengan begitu serius, seolah dalam perkataannya ini, Bani benar-benar tidak ingin dibantah sama sekali.

Kynara jadi berpikir, mungkin saja semua yang telah terjadi dulu itu memang sudah menggoreskan luka yang begitu dalam di hati Bani, sampai suaminya itu terlihat begitu enggan hanya untuk membahasnya lagi.

Kalau benar begitu, Kynara juga tidak boleh jadi terlalu egois untuk memaksa Bani mengingat-ingat semuanya lagi hanya demi memuaskan rasa ingin tahunya kan?

Lalu, ke mana kira-kira Kynara harus mencari tahu tentang sosok almarhum Tiara, selain dari mulut suaminya sendiri?

***

Kamu dan PanaseaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang