Blood, Sweat and Tears

421 48 12
                                    

















Cerita ini terinspirasi dari film 'The Mortal Instrument' dan'Twilight'






































Jennie memakai pakaian ketat berwarna hitam bertali spagetti dan dipenuhi glitter memamerkan punggungnya yang putih mulus tanpa bekas luka. Jennie bergerak dengan risih, dia tidak akan berada di tempat ramai ini kalau bukan karena paksaan temannya. Gadis berponi itu menarik Jennie kedalam sebuah club. "Nah Jane lakukan semaumu. Menari, minum atau apapun itu. Lepaskan masalah rasa penatmu disini! Aku akan kembali lagi, have fun!"

Siyeon membiarkan Jennie berada di tengah tengah orang asing. Musik yang berdentum keras membuat kepalanya berdenyut, Jennie mengurut dahi, hidungnya menangkap bau alkohol yang menyengat. Bukan begini caranya kalau ingin melepaskan penat, yang ada Jennie semakin pusing berlama lama disini. Gadis itu memutuskan untuk duduk di kursi bersama bartender yang sibuk meracik minuman. "Kau butuh sesuatu? Segelas martini misalnya?". Tanya bartender itu melihat Jennie hanya duduk dan menopang dahinya seolah terbebani. "Ah tidak terimakasih"

Sang bartender terkekeh. "Kau mengalami hari yang berat ya? Semua orang disini juga sama, mereka sedang bersenang senang". Jennie tersenyum kaku kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Orang orang asyik meliuk liukkan badannya di dance floor dengan bebas, mengacungkan kedua tangan tinggi tinggi dan menikmati musik yang tidak jelas kedengarannya di telinga Jennie. Namun gadis itu memicingkan netranya begitu melihat seorang pria berkulit putih pucat menarik seseorang dan berusaha membawanya masuk ke sebuah kamar mungkin?

Dia jelas memberontak dan pria itu menusuknya!!

Jennie terkesiap dan menutup mulutnya bibirnya mendadak kelu, Jennie membeku untuk beberapa waktu. Orang orang pucat lainnya datang dan membantunya bertingkah biasa tanpa takut orang lain menyaksikannya tapi Jennie melihatnya!

Bagaimana orang orang tidak menyadari itu?

Walaupun remang remang minim pencahayaan. Sepertinya pria berkulit pucat itu menyadari tatapan Jennie, kedua bola mata itu beradu dengan milik Jennie menatap gadis itu tajam. Jennie membelalakkan matanya dan segera pergi dari tempat dengan susah payah sambil mencoba menghubungi Siyeon. Kedua lututnya terasa lemas, tungkainya melangkah tidak pasti.

"Akh!". Ponsel ditangannya terlempar. Pria berkulit pucat itu berada dihadapannya saat ini, Jennie tidak cukup cepat untuk menghindar sampai kini pria itu melangkahkan kakinya semakin mendekat, semakin memojokkan Jennie ke tembok. Nafasnya tak beraturan sembari menatap pria berahang tegas ini. Rasa dingin mulai menjalar dari jari jemarinya, kaku. Tangannya kaku membeku. Apa dia akan dibunuh juga?

Jennie mencoba melarikan diri saat pria itu mulai berani menghimpitnya tapi tangannya sudah dicengkram kuat terangkat ke atas tubuhnya dan membuat punggungnya menabrak tembok, memblokir perlawanan dari Jennie. Pria itu meletakkan belatinya menggores sedikit leher jenjang milik Jennie. "Siapa kau ini? Drake? atau Iblis?"

Yang terdengar hanya deru nafas tak beraturan dari Jennie. Gadis itu merasakan perih terasa darah kentalnya mengucur dari lehernya. Tenggorokannya tercekat. Dalam hati gadis itu memekik. "A-aku-

Pria itu semakin mendekatkan jaraknya dan membuang nafasnya sembari memalingkan wajahnya setelah menghirup aroma dari leher gadis itu. Dia merasa dibodohi. "Kau mahluk payah dan lemah". Pria itu melepaskan Jennie begitu saja. Jennie berjalan limbung saat mencoba melarikan diri lagi. Pandangannya mengabur kemudian gelap dia tidak sadarkan diri.









Jennie Kim ; series Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang