Just tired

355 46 12
                                    


______________________
Warning !!

Cerita ini hanyalah karangan penulis semata. Jika ada kesamaan nama, latar dan lain lain hanya sebuah kebetulan belaka.
Beberapa nama publik figur yang tercantum dalam cerita ini hanya dipakai untuk mengisi tokoh saja, sifat, sikap dan lain lain juga termasuk karangan penulis. Produk yang tertera dalam cerita bukan untuk promosi, melainkan hanya dipakai untuk menambah kepentingan cerita. Diharap bijak untuk memilih dan memilah hal buruk dan baik dalam cerita dan tidak untuk ditiru hal buruk yang terkandung

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄
















.





















Jennie terdiam sembari mencondongkan tubuhnya sampai menyentuh lutut, kedua tangannya tertaut menyilang meraih kedua mata kaki. Kedua netra kecoklatan itu menatap kosong langit mendung dari jendela kamarnya, tidak nampak awan atau mentari diatas sana hanya ada langit yang samar samar warnanya. Ditengah dinginnya udara menembus sweater rajut yang dipakainya mengundang pikiran pikiran dan niat buruk di kepalanya. Berulang ulang pada akhirnya gadis itu menggeleng lemah mencoba menepis angan angan negatifnya sendiri. Dia tidak boleh menyerah, belum tentu dikehidupan selanjutnya Tuhan akan menempatkan Jennie di sisi-Nya.


Dosanya terlalu menumpuk. Gadis itu mencoba beranjak mengisi kesehariannya dengan berbagai aktivitas. Berdiam diri dan duduk di tepi jendela bukannya dijadikan waktu untuk merenung dan menenangkan diri barang sejenak namun malah pikirannya merambat ke hal lain, mempertanyakan dirinya dan turut meratapi nasib. Jennie meraih lantas menatap botol kosong berbahan kaca dengan ukuran sedang yang tak sampai sepanjang jengkal tangannya. Gulungan gulungan kertas kekuningan didalamnya sudah hilang entah kemana, tiba tiba saja dia teringat akan sahabat sahabatnya. Jennie beranjak melangkahkan tungkainya lamban dan membuka jendela rumahnya.



"Gak akan ada lagi kita". Gumamnya seketika botol kaca itu terjatuh
, dalam sepersekian detik berubah menjadi pecahan tak beraturan saat mendarat di teras rumahnya. Jennie maju menjatuhkan pandangan ke lantai bawah lalu menutup jendela kamar beserta tirainya. "Kita udah mati"













X














"Jadi lo mau daftar ke Univ mana Jen?". Tanya salah satu teman sekelasnya hanya untuk sekedar basa basi. Hari ini adalah pembagian ijazah yang membuat Jennie mau tak mau harus datang ke sekolahnya. Jennie nampak lebih diam dari biasanya saat ini. "Gue gak tau". Jawab Jennie seadanya.

"Masa gak tau? Lo pasti udah ditanyain guru dong mau lanjut kemana". Jennie perlahan mendongak mempertemukan kedua bola matanya. Gerakannya itu sukses membuat nyali lawan bicaranya menciut, mendadak dia bisa merasakan aura mencekam menguar dari gadis itu. Tidak mengeluarkan sepatah kata apapun dan berakhir meninggalkannya. Tidak ada bercanda tawa dulu sebelum pulang bersama sahabatnya, tidak ada kegiatan apapun, Jennie berjalan lurus langsung pulang bahkan tak menyempatkan sekalipun menyapa atau sekedar menolehkan kepalanya saat sahabatnya baru datang, berjalan dari arah yang berbeda.





Dia langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur berwarna lilac dan merentangkan kedua tangannya sembari menatap langit langit tinggi kamarnya dan menghembuskan nafas. Mengabaikan suara nada dering yang berbunyi berkali kali mengganggu syahdunya keheningan dalam kamar, sudah seharian ini ia tidak memegang ponselnya. Rasanya dia ingin menghilang kemanapun untuk menenangkan pikirannya sejenak. Entahlah, sekarang ini rasanya dia tidak ingin melakukan apa apa dan tidak ingin bertemu siapapun.


Jennie Kim ; series Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang