Dhyp mendesah gusar ketika meja bundar super megah itu kini ricuh karena perdebatan panjang mereka dari setengah jam lalu, Para Olimpus yang diwakilkan Zeus sebagai pemimpin mereka dan Titan yang diwakilkan Kronos -ayah Zeus- mengajukan usul untuk menurunkan Asteroid super raksasa ke Bumi. Tetapi Amúsia masih pada pendiriannya.
Amúsia sebagai pilar utama dari seluruh konstelasi semesta masih mempertimbangkan dengan sangat hati-hati. Hanya karena sebagian orang dengan hati busuk kenapa jadi menghancurkan Bumi? Satu asteroid saja sudah membuat manusia dan sekitar nya punah kok, bisa-bisa ludes Planet Hijau itu.
"Yah, begini sih gak akan ada yang menengahi. Gezos? Kemana beliau?" Tanya Apetarus di samping Dhyp yang sedang pusing tujuh keliling.
"Gak tau, tapi ini sesuai prediksi Nya. Chadwyks suatu saat bisa lupa dengan jati diri mereka, tetap saja yang namanya manusia begitu. Kata 'amanah' dan 'setia' buang lah jauh-jauh" ujar Dhyp si dewa Udara itu yang diacungi jempol oleh Apetarus.
"Tapi kita juga sama...." tambah Apetarus menggaruk tengkuknya tidak gatal. Dhyp tergelak kemudian melambaikan telunjuknya "Kecuali Gezos"
Pintu tinggi yang terbuat dari emas itu kemudian mengeluarkan bunyi tenang, Amúsias menoleh pelan, aura-aura ini yang mereka tunggu sedari tadi. Pria bertubuh tegap dan rahang kokoh itu melangkah dengan baju zirah khas nya yang sangat membuat Dewi-dewi konstelasi tergila-gila.
Gezos berdehem pelan, mengurangi keheningan yang melanda ruangan besar milik nya itu. Ia duduk pada kursi yang sedikit berbeda dengan Amúsias lain sambil mengangkat dagunya seolah bertanya 'Kenapa pada diam?'
Feiye bersiul "Hormat saya, Yang Mulia Raja Dewa dari segala dewa, Gezos" ujar nya menempelkan telapak tangan di dada dengan senyum bangga dan terharu.
Gezos menatap Feiye datar begitu juga dengan yang lain. Malas sekali kalau Ia sudah mengeluarkan ejekan sekaligus candaannya kepada masing-masing anggota. Ya mau bagaimana lagi. Namanya juga Feiye, Dewa tipu muslihat, sandiwara dan kelucuan.
"Terserah. Jadi? Kalian mau nya bagaimana?" Tanya Gezos menilik satu persatu Amúsias.
Dhyp mengangkat tangan kanan nya "Sepertinya, agak menyebalkan kalau harus Asteroid. Olimpus, Titan, Asgardian dan Konstelasi yang tidak mengambil keputusan apa-apa juga harus jadi perbandingan , Kan?" Ujar Dhyp sambil mengangkat bahu nya meminta pendapat.
Khea menghela nafas berat "Iya benar, kasihan juga manusia-manusia yang gak bersalah" ujarnya dengan berkaca-kaca. Mulai deh, sisi Dewi Penyayang nya tidak tanggung-tanggung.
Amúsias nampak mengangguk-ngangguk setuju, serius lho, tidak perlu sampai segitunya. Asteroid super raksasa akan menguncurkan Bumi sekaligus dan mungkin medan energi di sekeliling nya, kiamat bukan kehendak mereka semua.
Peradaban makhluk hidup tidak hanya di Bumi saja, banyak di jutaan planet lain nya belum lagi dimensi dan waktu lain juga, pun Konstelasi harus bisa berpikir jernih, jangan hanya mementingkan Bumi yang kehidupannya tidak terlalu Istimewa.
Cuma soal Chadwyks saja kenapa harus berlebihan. Kalau mau mengirimkan musibah mungkin tidak sekejam itu apalagi berimbas ke manusia suci lainnya, Gezos rasa penderitaan abadi di alam kematian lebih efektif untuk Beberapa Chadwyks berhati bengis daripada Asteroid besar. Nanggung sekali kalau cuma Asteroid, ya sudah kalau begini Gezos rasa ia akan ikut andil. Bosan juga pakai baju zirah sana-sini untuk memeriksa konstelasi lain.
"Kabarkan semua Konstelasi, keputusan Asteroid itu dibatalkan saja. Saya turun langsung ke Bumi, mungkin akan lebih seru" ujarnya
Feiye bersorak "Owh Yeaaahh, Your Majesty!" Disusul Amúsias yang menghela nafas lega dengan wajah berseri-seri setelah degupan jantung dari setengah jam lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, She's Not a Believer
Romance[1] . Chadwyk, petarung yang fisiknya diatas rata-rata. Seakan mengetahui takdir mereka dilahirkan ke dunia. Chadwyks adalah garda terdepan untuk melindungi hamba-hamba Dewa dari dzalim nya sesama manusia. Bertahun-tahun manusia berlindung pada mere...