Gua besar ini jadi terlihat seperti ruang hampa milik Sang Raja. Namun itu cepat-cepat berakhir karena cahaya lilin terang tiba-tiba hidup di sisi-sisi Gua menuntun Aphrodite ke pintu besar raksasa berukir perak dan daun liar itu.
Aphrodite masuk ke dalam bersamaan tawa besar menggelegar ketika pintu raksasa itu terbuka. Dewi cantik itu memicing ketika mendapati wanita bermahkota tanduk hitam emas dengan bagian bawah tubuhnya ular meliuk tajam ke arahnya, Ekhidna berbalik badan. Tubuhnya indah mengerikan dengan sisik-sisik itu pasti nona penculik mulai mengerahkan seluruh kekuatan sihirnya untuk membanting Ibu monster tersebut ke bawah tanah, namun kekuatan itu pastilah hanya setitik menurut Ekhidna. Payah.
Ekhidna memandangi kuku tajam nya kemudian melirik Aphrodite dari bawah kaki hingga atas kepala seolah meneliti.
"Biar kamu tau saja. Gezos mengancam ku dua minggu lalu karena aku mengirimkan salah satu anak ku ke mimpi manusia yang sedang dibaptis hanya untuk hiburan semata. Well, harus kuakui gadis manusia itu cantik, kuat dan masih sangat balita, ah! Kamu tau kan maksud balita di pergaulan kita.... Jadi, mau mu apa, cantik?" oceh Ekhidna mendekat dengan ekornya yang menumpuk jadi satu kemudian mengitari Aphrodite.
Aphrodite menghela nafas, wanita cantik itu sudah duduk di kursi perak dekat lukisan besar Ekhidna dengan mata yang hijau terang menyala.
"Sebenarnya sih menurutku kamu tidak perlu repot-repot minta tolong, terus saja berjuang walaupun Gezos pada akhirnya tidak mau menikahimu atau siapapun. Gadis manusia itu sedang mengalami masa pencerminan diri, sepertinya dia merindukan Bumi" Ekhidna mengisyaratkan jarinya ketika salah satu pelayan bertelinga lima datang memberi jamuan untuk Aphrodite.
Dewi cantik itu mendengus kasar "Hey Ibu Monster, aku ratusan tahun berjuang mendapatkan hatinya sedangkan manusia ngeselin itu bisa bebas memeluk-meluk Gezos. Tidak tau apa yang mereka lakukan sekarang"
Ekhidna tertawa kencang kemudian melahap daging matang hangat yang baru dibawakan pelayannya.
"Kencan" sahut Ekhidna kemudian. Sengaja memanaskan Aphrodite. Ibu monster itu tampaknya suka memancing kontrol emosi seseorang.
"Serius?" Tanya Aphrodite menegakkan tubuhnya.
"Hmm, kalau yang kulihat Gezos diculik oleh gadis itu lalu mereka jalan-jalan bersama, seperti kencan di taman bermain" ujarnya kurang menjelaskan.
Aphrodite menggigit bibir dalamnya kesal. Walaupun sebenarnya ia gak terlalu benci dengan nona penculik, dewi cantik itu hanya kecewa dengan sikap Raja nya dan ingin agar beliau memahami perasaan nya sekali saja. Namun, mempermainkan Jennie mungkin tidak ada salahnya. Gadis itu harus diberi pelajaran sedikit karena selalu berlaku tidak sopan kepada Dewa atau Dewi.
"Aku gak mau terkena amukan Gezos. Anak ku pernah sekali mengalaminya, dia sudah mati.... Lebih baik kamu pulang Aphrodite, kamu sama saja menantang beliau" ujar Ekhidna menolak, Ibu monster itu merengut sedih ketika mengingat anaknya yang terbelah-belah dan membusuk.
Aphrodite melotot, duh Ekhidna ini perawakan saja menyeramkan namun hatinya memang benar-benar mirip seorang Ibu.
"Ku mohon, Ekhidna sekali saja bantu, ya?. Kirimkan satu monster di kamarnya malam hari saat Gezos terputus dari semesta seperti sekarang. Jangan sampai membunuh, hanya peringatan saja namun kalau bisa buat dia trauma dan sangat ketakutan sampai tidak percaya dengan dirinya sendiri" pinta Aphrodite dengan raut wajah yang putus asa.
Ekhidna mendesah gusar kemudian bangkit dengan ekornya yang bergerak-gerak mengelilingi ruangan. Ibu monster itu kemudian berbalik ke sana kemari memikirkan segala cara.
"Kumohon"
Ekhidna mendengus "Hidra akan ke sana. Pergi Aphrodite, namun kamu harus bertanggungjawab bila Gezos mengamuk"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, She's Not a Believer
Romansa[1] . Chadwyk, petarung yang fisiknya diatas rata-rata. Seakan mengetahui takdir mereka dilahirkan ke dunia. Chadwyks adalah garda terdepan untuk melindungi hamba-hamba Dewa dari dzalim nya sesama manusia. Bertahun-tahun manusia berlindung pada mere...