[Follow dulu sebelum baca]
❝ 𝙄 𝙡𝙤𝙫𝙚 𝙮𝙤𝙪 𝙨𝙩𝙞𝙡𝙡. 𝙄 𝙖𝙡𝙬𝙖𝙮𝙨 𝙬𝙞𝙡𝙡, 𝙚𝙫𝙚𝙣 𝙩𝙝𝙤𝙪𝙜𝙝 𝙮𝙤𝙪 𝙖𝙧𝙚 𝙬𝙧𝙤𝙣𝙜. ❞ - Hericane, LANY
Mereka bilang, banyak yang lebih baik.
Mereka bilang, kamu itu bencana.
Mereka bilang, aku hanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PINTU toilet tertutup disaat Estrella keluar. Genggaman pada ponsel di tangannya menguat, seakan menyalurkan rasa tak nyaman yang kerap muncul selama tiga jam belakangan— bahkan selama perjalanan di mobil tadi. Kakinya melangkah, membawanya semakin dekat menuju nomor satu.
Tatapannya tertuju pada sosok laki-laki ber-sweater abu yang terdapat kemeja putih di dalamnya. Terlihat laki-laki itu nyaman bersandar sambil fokus pada ponsel. Meski sebetulnya, sadar akan keberadaan Estrella, laki-laki itu bergeming. Ia bahkan tak mengubah posisi atau sekedar memerhatikan ke sekelilingnya, ia memilih tetap fokus pada ponselnya.
"Zi."
Ghazi menoleh ke perempuan yang kini duduk di hadapannya.
"Uy."
Meskipun intonasinya terdengar begitu datar, namun debaran di balik dadanya tidak bisa dibohongi. Ia merasa ada yang janggal berhadapan dengan Estrella lagi sekarang. Tetapi di sisi lain ia merasa senang, tetapi ia takut. Ia takut kalau harus merasa senang sendirian.
"Kamu masih laper nggak?" Ghazi akhirnya bersuara setelah saling diam sepuluh detik.
"Nggak."
"Mau pindah ke tempat lain?"
"Nggak."
"Okay... so what do you want, then?"
Estrella hanya menggeleng pelan dan tersenyum. Ghazi berusaha tersenyum. Dibalik ekspresi kalemnya, sebetulnya Ghazi lagi-lagi merasa cemas. Ia khawatir jika setelah ini ekspektasinya sebelum pergi tadi akan berubah menjadi zonk. Pasalnya, sejak tadi, tak ada pembahasan yang menarik diantara mereka. Malah cenderungl banyak diamnya.
Selain karena kehabisan topik untuk dibahas, Estrella juga terlihat tak begitu antusias untuk mengobrol selama di kafe maupun di mobil tadi.
Tetapi, tidak.
Ghazi merasa perlu memperbaiki semuanya. Melihat Estrella tak membuka ponselnya sama sekali, mata gadis itu mengelilingi pada sekitar. Meski terlihat tenang, Ghazi yakin jika kekasihnya pasti menyimpan seribu satu emosi yang enggan diluapkan padanya, dan Ghazi khawatir jika ia salah bicara.
Kian hari gadis itu seolah tak bahagia, meski ia berusaha menyangkalnya dengan terlihat baik-baik saja— itulah yang Ghazi rasakan. Diam-diam laki-laki itu memandangi perempuan di hadapannya. Kunciran rambutnya yang berantakan, tak dirapikan. Matanya merah karena kurang tidur. Wajahnya nampak lelah, tanda-tanda kurang istirahat.
"El," Ghazi meraih tangan Estrella. "Kamu begadang lagi ya?"
Sempat terkesiap beberapa detik, Estrella langsung menyengir lebar. Terlebih merasakan pola lingkaran dari usapan kekasihnya.