Chapter 4

19 13 0
                                    

Suara ayam berkokok mulai terdengar berbarengan dengan rintik embun yang jatuh kebumi, langit yang mulai terlihat sedikit biru kekuningan mulai tampak terlihat.
Tepat dihari Senin, seperti biasa Dimas yang kebagian jadwal memasak dipagi hari, untuk sarapan pagipun mulai disiapkan dan dimasak untuk hidangan pembuka dipagi hari.

Berbeda dengan Rendi yang terbiasa olahraga dipagi hari di halaman rumah, kali ini Rendi berolahraga keluar rumah untuk menikmati suasana desa yang asri dipagi hari, melihat pemandangan desa yang indah yang terhiasi permadani hijau yang membentang luas, serta pepohonan yang rindang berjajar di setiap sudutnya.

"Waah, luarbiasa juga pemandangan desaku ini, aku beruntung hidup dan terlahir di desa ini, selain asri, desa ini juga dihuni oleh orang-orang yang sangat  peduli akan keasrian dan kelestarian alam disekitarnya."

Rendi memejamkan mata dan menarik nafas dalam dalam menikmati kesejukan udara didesa.
Tak lama kemudian, Rendipun beranjak untuk pulang karena perut yang sudah bersuara menandakan lapar.

Dimas menghidangkan makanan yang sudah siap disantap dengan penuh kenikmatan.
"Ren, Ren, ayo kita sarapan pagi dulu, Ren, ayooo, ini masakannya enak loh," seru Dimas.

Dimas bingung kenapa tidak ada jawaban dari Rendi, biasanya kalau soal makan Rendi nomer satu. Dimaspun beranjak dari meja makan untuk mencari Rendi dibarengi dengan seruan memanggil nama Rendi.

"Ren, Rendiiii"
Melihat lihat isi kamar dan ruangan rumah tidak ada.
"Kemana Rendi ya, didalam rumah tidak ada, di halaman depan juga tidak ada, hmmm," dengan wajah yang  bingung, tetapi perut sudah tidak bisa di tahan lagi karena lapar. "Biarkan saja deh, nanti juga kalau lapar, dia pasti pulang secepatnya," kata Dimas.
Dimaspun menyantap makanannya.

"Assalamulaikum, Ka"
"Waalaikumussalam, yeeh kamu abis darimana Ren"
"Yaa biasa, mencari udara segar keliling desa barusan hehe"
"Ayooo, ini sarapan dulu, enak ini"
"Siap, pasti ini enak hehe, tempe, tahu, ikan asin dan sambal terasi, kesukaanku ini Ka hehehe"
"Yosh, ayo kita makan"

Pagi hari yang cerah, awan yang berjajar dengan indah, seakan akan mereka tersenyum memberi salam hangat kepada dunia dan seisinya.
Sehabis makan, seperti biasa mereka menjalankan tugas-tugas dan aturan didalam rumah.

Dimas yang langsung beranjak ke halaman depan rumah untuk menghirup udara segar, dan berjemur dipagi hari, duduk dikursi kayu serta di temani secangkir teh hangat yang selalu setia menemaninya.

"Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam, ada yang bisa saya bantu Pak?"
"Oiyaaa, apakah ini betul rumahnya Rendi?"
"Ohhh, iyaa, betul Pak ini rumahnya Rendi, Bapak darimana dan ada keperluan apa mencari Adik saya Rendi?"
"Ooooh, ini Kakanya Rendi, kenalin saya Pak Umar, saya walikelas nya Rendi dulu di SMA."
"Ohhhhh, begitu ya pak, salam kenal juga pak, saya Dimas, hehee, mari Pak masuk, kita ngobrolnya didalam saja,"
Dimas dan Pak Umarpun masuk kedalam rumah dan duduk diruang tamu.
"Silahkan Pak duduk dulu ya, saya panggilkan dulu Rendinya,"
Dimaspun pergi kekamar untuk memanggilkan Rendi.
"Ren, itu ada tamu, namanya Pak Umar, katanya Dia walikelas kamu waktu di SMA"
"Oooh, iyaaa Ka, segera aku kesana sekarang"
"Iyaaa Ren, oiyaaa jangan lupa seduhin kopi atau teh untuk Pak Umar sekalian ya"
"Oke...siap Ka"

Rendipun beranjak dari kasur dan segera menemui Pak Umar dengan membawa secangkir kopi ditangannya, jamuan untuk pak Umar.

"Assalamualaikum Pak"
"Waalaikumussalam Ren"
"Udah lama menunggu ya Pak"
"Ahh, enggak ko Ren"
"Oiyaaa Pak, ini silahkan diminum ya Pak kopinya hehe"
"Waah, terimakasih Ren, begini Ren, Bapak cuman mau memberi tahu dan menginformasikan, soal beasiswa kamu melanjutkan studi di luar Negri, dan ini ada surat kelulusannya juga"
"Ohhh, begitu ya Pak, bagaimana dengan hasil tes saya itu Pak?"
"Hehe, selamat ya, kamu diterima beasiswa studi diluar Negri, ini bisa dibaca suratnya," jawab Pak Umar dengan wajah yang memberikan senyum kebahagiaan.
"Waaah, alhamdulillah, Rendi tidak menyangka hehe, dengan senang hati," Didalam hati dan pikiran yang bercampur aduk, karena masih merasa bingung.
"Iyaaaa, Bapak juga senang Ren, karena ada yang dari lulusan sekolah kita yang dapat beasiswa sekolah keluar Negri, besar harapan Bapak dan pihak Sekolah kepada kamu"
"Oiyaaa Pak, terimakasih banyak juga Pak atas semuanya"
"Iyaaa Ren, sekali lagi bapak mengucapkan selamat ya hehe, oiyaa Rendi nanti konfirmasi lagi ya ke Sekolah, untuk mengurus berkas-berkas dan yang lainnya"
"Iyaaa, siap Pak, tapi kapan itu Pak?"
"Untuk jadwalnya hari senin depan ya, Bapak tunggu jam 08.00 pagi, karena ini langsung pemberangkatan juga dihari itu, baik kalau begitu Bapak pamit untuk pulang dulu yaa, sampaikan salam pada Kakamu juga ya"
"Baik Pak, terimakasih banyak ya Pak"
"Iyaaa, mari, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam Pak."

Haripun mulai berganti menjadi siang, Rendi yang masih terduduk dengan surat kabar ditangan, perasaan serta pikirannya yang masih bercampur aduk kebingungan, karena disisi lain ini adalah sesuatu yang di idam idamkan Rendi, untuk bisa mendapatkan beasiswa melanjutkan studinya diluar Negri, tetapi Rendi pun bingung, karena tidak mungkin berpisah dengan Kakanya dengan mudah, terlebih Rendi yang masih sangat membutuhkan sosok seorang Kaka, untuk selalu ada di sampinya, dan tidak bisa juga meninggalkan Kakanya sendirian dirumah.

Perasaan Rendi semakin bercampur aduk, dan berkelahi dengan dirinya sendiri. Rendipun beranjak dari ruang tamu dan masuk kekamar untuk menemui Dimas dan memberi kabar soal kelulusannya itu.

"Ka, Ka Dimas,"Rendi memanggil Kakanya yang sedang terduduk melihat kearah luar jendela.
"Iyaa Ren, ada apa,"tanya Dimas
"Ka, ini aku mau kasih tau kabar gembira sama Kaka," kata Rendi dengan perasaan yang masih bercampur aduk serta wajah yang terlihat murung kebingungan.
"Waaah, kabar gembira apa Ren?"
"Ka, Rendi dinyatakan lulus untuk mendapatkan beasiswa sekolah di luar Negri," dengan wajah yang masih sedikit murung, karena masih bergelut dengan kebingungan yang larut didalam pikiran Rendi.
"Syukur, Alhamdulillah Ren, Kaka ikut senang dengernya hehe," jawab Dimas dengan wajah gembira.
Dipandangnya wajah Adiknya, Dimas menjadi keheranan dan bertanya tanya, karena wajah yang murung yang terlihat dari Rendi, seakan akan sedang berhadapan dengan suatu kegelisahan.
"Ren, ada apa dengan kamu, kamu seperti masih kebingungan,?"
"Engga ko Ka"
"Aiih, jujur saja Ren, kenapa?"
"Begini Ka, yaaa Rendi masih kebingungan"
"Lhoh, kenapa mesti bingung. Ini kesempatan kamu Ren, untuk mengejar dan mewujudkan cita-cita kamu"
"Iyaaa, Rendi masih bingung, Rendi juga seneng dengan semua ini dan bersyukur banget, tapi"
"Tapi apa Ren?"
"Tapi... Rendi belum bisa hidup berjauhan sama Kaka, dan Rendi juga tidak bisa meninggalkan Kaka sendirian"
"Yaampun, Ren, Ren, dengerin Kaka ya, sudah jangan memikirkan hal-hal yang seperti itu, lagiankan Kaka sudah besar, kamupun sudah besar, jangan menyianyiakan kesempatan ini, Kaka seeeenaang banget, Ayah dan Ibupun pasti senang. Sudah sekarang kamu harus semangat dan terus berjuang, Kaka, Ayah, dan Ibu mendukung Rendi," ucap Dimas dengan menatap wajah Rendi dengan serius.
"Iyaaa Ka, Rendi pikir-pikir dulu"
"Aiiih, Rendi, sudah jangan banyak berpikir, lihat Kaka, Kakapun mendukung dengan sepenuh hati"

Perbincanganpun belum membuahkan hasil yang sempurna, karena Rendi yang masih berkelahi dengan rasa yang bercampur aduk.

                         
                         **********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang