Chapter 18

9 7 0
                                    

Matahari telah menampakan dirinya dari arah barat, angin yang berhembus kencang dilautan, pohon-pohon kelapa yang bergemulai menari tertebas angin, begitu sangat rapih dan seirama.
Tepat jam 16.00 Dimas baru saja terbangun, dan segera bersiap-siap untuk kembali melakukan jalan-jalan disore hari, mencoba untuk kembali melanjutkan karangan puisinya.
"Hehehe, cuaca sore hari ini, indah sama seperti sore kemarin."
Dimaspun segera beranjak dari rumah, terlihat Pak Ismail yang masih asyik dengan membaca koran, diteras depan rumahnya.
"Pak Ismail, Dimas mau maen lagi kepesisir, cuacanya kembali bagus nih Pak hehe, Dimas izin maen ya Pak Ismail."
"Oiya silahkan, hati-hati ya Dimas, terus berjuang dan belajar mengarang puisinya ya, semangat hehe." Ucap Pak Ismail sambil memberi jempol.
"Siap Pak, Dimas pamit dulu, Assalamu'alaikum."
"Iya hati-hati, Wa'alaikumussalam."
Dimaspun berjelan menuju kearah pesisir pantai pasir putih, sore hari ini sangat ramai sekali, selain banyak nelayan yang baru saja mau pulang, banyak juga anak-anak Desa yang sedang bermain volley pantai. Melihat keramaian disekitar pesisir pantai, Dimaspun menghampiri mendekat menonton volley pantai, ternyata seru juga.
Dimaspun terduduk mengikuti orang-orang yang juga sedang menonton pertandingan volley pantai.
"Yaa terus smash,smash yaaa, masuk." Suara sorak orang yang sesang menonton.
Dimas tersenyum karena merasa terhibur juga, tatapi dalam hatinya masih mencari dan berharap bertemu dengan Hanifah, karena Dimas yang bertujuan ingin berkenalan, sambil memberikan hadiah selembar puisi untuk Hanifah.
"Mudah-mudahan Hanifah juga nonton dan ada disini." Ucap Dimas sambil menoleh kekiri dan kekanan mencari sosok Hanifah.
Waktu berlalu, Hanifah yang diharapkan ada hadir menonton pertandingan volley pun tidak ada nampak juga, membuat hati dan perasaan Dimas sedikit kecewa.
"Ah, mungkin tidak ada deh, padahal aku pengen banget berkenalan dengannya." Ucap Dimas.
Dimaspun pergi kearah dekat pesisir pantai dan mencoba kembali untuk melanjutkan mengarang sebuah puisi, dilihatnya dari jauh, ada sosok seorang perempuan yang sedang sendiri didekat pesisir pantai, lalu Dimaspun penasaran, Dimaspun beranjak kearah pesisir yang ada perempuan itu, dengan sebuah harapan semoga saja perempuan yang ada di dekat pesisir pantai itu Hanifah.
Dimas yang sudah tinggal beberapa langkah lagi sampai menghampiri perempuan itu, lalu perempuan yang akan dihampiri Dimaspun menoleh kebelakang kearah Dimas, pada saat itu langkah Dimas terhenti, karena sosok perempuan yang nampak hadir dihadapannya adalah Hanifah yang sedang asyik melihat keindahan senja sore hari ini, Dimas berdiri mematung dengan pandangan yang tidak lepas dari Hanifah. Melihat Dimas yang memperhatikan dengan sangat detail, Hanifahpun merasa aneh, lalu iapun bertanya.
"Ka, Kaka melihat apa." Ucap Hanifah
"Eu....anu hehe, maaf hehe." Jawab Dimas dengan rasa yang malu,
Berkata dalam hatinya Dimas.
"Bergetar saat kulihat indah wajahnya, sehingga membuatku kaku mematung tidak bisa berbicara."
"Ka, Kaka kenapa melamun." Lalu Hanifah menghampirinya mendekat kehadapan Dimas.
Dimas semakin gemetar karena rasa yang bercampur aduk menyelimutinya.
"Ooh, aku sedang melihat keindahan ciptaan Tuhan." Jawab Dimas.
"Oooh, iyaaa senja disore ini memang indah Ka, eh kita kayanya pernah ketemu deh, kapan ya." Ucap Hanifah.
"Hehehe, kapan ya, oiya mungkin pas kemaren hehe, eh, tadi pas di warung sayuran, aku baru ingat." Jawab Dimas dengan sedikit berpura-pura.
"Oiyaa iya benar, hehe."
Dimas dan Hanifahpun mulai mengobrol dengan sedikit sangat akrab, Dimas yang begitu sangat senang, karena harapannya tercapai bisa bertemu dengan sosok Hanifah yang selama ini membuatnya merasa mampu membuka sebuah asmaranya.
"Eh kita ngobrolnya dibawah pohon yang rindang itu yu hehe," ucap Dimas sambil menunjuk ketempat yang ada pohon rindang itu.
"Oiya Ka ayo kita kesana hehe."
Mereka berduapun berjalan kearah pohon yang ribdang itu, sesampainya disana mereka berduapun terduduk dan mulai mengobrol, dengan dihiasi sinar senja yang begitu menawan dan menakjubkan.
"Eh Ka, aku baru lihat Kaka, Kaka pendatang baru ya di Desa ini." Tanya Hanifah dengan menoleh kearah Dimas dan tersenyum.
"Oiya hehe, aku pendatang baru, aku baru 1 minggu disini, kenalin nama aku Dimas." Jawab Dimas sambil menyodorkan tangannya kepada Hanifah untuk bersalaman.
"Oiyaa, salam kenal juga Ka Dimas hehe aku Hanifah,"
"Hehe, eh panggilnya Dimas saja hehe, tidak usah pake Kaka segala, hehe"
"Oiyaa, hehe okelah kalau begitu."
"Hehe, iya, senang berkenalan dengan kamu Hanifah hehe,"
"Hahaha, bisa saja, denangnya karena apa?"
"Senengnya karena aku bisa melihat kamu hehe," ucap Dimas dengan tersenyum.
"Terus, dengan melihat aku emang jadi kenapa, ko bisa seneng hehe." Ucap Hanifah dengan menoleh kearah Dimas dan tersenyum.
"Ya tanyakan saja, kepada karang di atas tebing sana hehe,"
"Wiiih dasar hehe, mana ada karang bisa bicara hehe, Dimas bisa saja."
"Eh, aku kemaren pulang dari pesisir sempat lihat kamu Hanifah."
"Hmmm, kapan? Jam berapa?
"Kira-kira jam 6 magrib deh,"
"Hmmm, entar aku ingat-ingat dulu, sedang apa ya aku waktu itu."
"Sedang memperlihatkan wajah cantik dan indahnya sama aku hehe." Ucap Dimas sambil tertawa.
"Waaah bisa saja, dasar cowok hehe."
"Oiya, pas waktu kemarin aku lihat kamu, aku jadi kepikiran terus sama kamu Hanifah, sampai-sampai aku sempat mengarang sebuah puisi untuk kamu hehe." Ucap Dimas sambil mengeluarkan selembar puisinya yang ia tulis dalam selembar kertas, dan memberikannya kepada Hanifah. " ini puisinya."
Hanifahpun mengambil puisi yang diberikan oleh Dimas dan membuka serta membacanya.
"Waaah, mana coba aku baca ya hehe,"
"Hehehe iya silahkan."
"Bacanya dalam hati atau jangan," tanya Hanifah.
"Bacanya terserah Hanifah saja deh hehe, yang menurut Hanifah bagus hehe."
"Hehehe" Hanifah menoleh kearah Dimas sambil tersenyum.
Membuat Dimas merasa sangat bahagia karena diberikan sebuah senyuman yang sangat manis, seraya berkata dalam hatinya.
"Subhanallah, sungguh indah ciptaanMu ya Rabb."
"Eh, tapi ini sudah terlalu sore juga Dimas, langitpun sudah mulai terlihat gelap, mungkin aku baca puisi ini dirumah saja nanti hehe, enggak apa-apa kan."
"Hmmm, iya deh enggak apa-apa ko hehe, yasudah mending sekarang kita pulang saja."
"Iyaa, hehe nanti aku akan baca dan kasih nilai hehe, sekarang kita pulang saja hehe.
"Hehe iya nilainya harus nilai 80 ya hehe."
"Hahaha, kenapa tidak 100 saja hehe."
"Hehe, karena mungkin kita harus segera pulang, jadi nilainya 80 saja."
"Hahaha dasar enggak nyampbung hehe.
"Eh Hanifah, mau aku antar kerumahnya?" Tanya Dimas.
"Hehe, tidak usah ko, aku pulang sendiri saja, bye sampai ketemu lagi ya."
"Oiya hehe hati-hati." Ucap Dimas dengan melihat dan menatap tanpa henti arah dan langkah kaki Hanifah.
Segelah terlihat semakin menjauh Dimaspun segera beranjak melangkahkan kakinya untuk pulang.

                         **********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang