Chapter 7

17 11 1
                                    

Malam yang telah menyapa Dimas dan Rendi, berbeda dengan malam-malam sebelumnya, malam ini tidak dihiasi dengan sinar bulan dan bintang-bintang yang indah, hanya hujan yang ikut menyertainya. Dimas yang terduduk di kursi tengah rumah, menunggu Rendi yang sedang menyeduh teh hangat untuk sajian minuman penghangat tubuh mereka.

Malam ini adalah malam terakhir untuk Rendi tinggal dirumahnya, dan malam perpisahan bagi Rendi dengan Kakanya. Tadinya jika malam ini tidak hujan, Dimas dan Rendi akan menghabiskan malam ini dikursi dibawah pohon depan rumah, tetapi alam berkehendak lain.

"Ini Ka, teh hangatnya sudah siap diminum," Rendi ikut terduduk dan memberi teh hangat kepada Dimas.
"Wiiih, mantap, makasih Ren," jawab Dimas dengan tersenyum melihat Rendi memberi sajian minuman teh hangat.
"Iyaaa dong Ka, kita mulai obrolan kita hari ini dengan bersulam secangkir teh, dan tegukan teh pertama Ka hehe,"
Dimas dan Rendipun bersulam dan meneguk teh hangat pertamanya. "Sruupuuut...ahhh"
"Oiya Ren, besok kamu berangkat jam berapa?" tanya Dimas
"Hmmm, pokoknya jam 8 pagi harus sudah ada disekolah Ka," jawab Rendi dengan tersenyum. "Berarti Rendi berangkat sekitar jam 7 pagi Ka"
"Oiyaaa" Dimas menganggukan kepalanya dan menatap wajah Rendi dengan wajah yang sangat cemas tetapi bercampur bahagia, karena sebentar lagi Adiknya akan memasuki gerbang pintu cita-citanya. Besok kaka antar ya Ren"
"Iyaa Ka, eh Ka, Kaka ada rencana untuk merantau juga?"
"Mungkin, Kaka juga masih memikirkan hal itu, ya mungkin bisa jadi deh, Kaka juga pasti akan mengejar mimpi-mimpi Kaka untuk menjadi seorang seniman dan sastrawan seperti Ayah hehe"
"Wah Kaka, sejak kapan Kaka ingin menjadi seorang seniman dan sastrawan Ka"
"Sejak Kaka baca buku dan melihat hasil karya Ayah, sejak itu Kaka menjadi tertarik untuk mendalami dunia kesenian dan kesusastraan, karena kesesinan dan kesusastraan kan bisa dibilang selalu berdampingan."

Rendi yang memperhatikan serta
melihat Kakanya yang berubah dan ingin keluar dari zona nyaman, melihat Kakanya berbicara seperti itu, Rendi menjadi terharu dan semakin kagum.

"Oooh, begitu ya Ka, waw Kaka hebat ingin menjadi seperti Ayah, aku masih belum percaya sebenarnya Ka hehee," dengan menatap wajah Kakanya disertai sebuah senyuman yang mendakan candaan, seakan-akan Rendi masih belum percaya akan cita-cita Kakanya yang ingin menjadi seorang seniman sekaligus seorang sastrawan seperti Ayahnya.
"Haah, kenapa mesti belum percaya?"
"Iya, kan dulu Ka Dimas ngga terlalu suka akan hal yang berbau seni dan sastra, gitu Ka..."
"Hahaha, memang betul, tapi lama kelamaan Kaka jadi ingin seperti Ayah dan lebih hebat darinya hehe"
"Wiiih keren Ka, pokoknya kaka semangat...."
"Ya tentu saja itu Ren, tos dulu dong heheee..."
"Yoosh...Ka"
"Kamu juga semangat ya Ren, suatu saat nanti, kita akan berkumpul lagi dirumah ini dengan keadaan yang berbeda"
"Siap Ka, eh tapi berbeda bagaimana Ka hehe," tanya Rendi dengan sedikit kebingungan.
"Ya berbeda lah kan kamu calon sarjana Tehnik, kamu diterima beasiswa keluar Negri di fakultas Tehnik kan?"
"Iyaaa Ka, Rendi diterima difakultas Tehnik, sebenarnya Rendi pengen di sastra atau seni, biar bisa seperti kaya Ayah, tapi ya sudahlah Rendi akan berjuang di dunia Tehnik."
"Yoossh bagus Ren, jadi nanti kita akan berkumpul dirumah ini lagi dengan keadaan berbeda, Kaka sebagai seorang seniman sekaligus sastrawan, dan kamu sebagai seorang Tehnika hehe, itu keren kan?"
"Ohh begitu ya Ka, hehe keren Ka, kita harus wujudkan itu untuk dimasa depan yang lebih baik, dan tentunya membuat Ayah dan Ibu bahagia dan bangga kepada kita."
"Betul Ren, intinya kita harus semangat hehe," dengan wajah tersenyum memandang kepada Rendi seakan memberikan semangat serta harapan yang besar kepadanya.
"Oiya Ren, sebaiknya kamu tidur duluan sekarang, karena besok kan kamu harus sudah siap-siap, untuk perlengkapan dan yang lainnya biar Kaka yang beresin semuanya Ren, sekarang kamu tidur saja ya, istirahat yang cukup"
"Baik Ka kalau begitu, aku segera kekamar sekarang," Rendi langsung beranjak melangkahkan kakinya kekamar untuk segera tidur.
"Iyaa Ren."

Malam tampak semakin larut, tepat jam 10 malam Dimaspun beranjak melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar untuk membereskan semua barang-barang dan bekal yang akan Rendi bawa, sesekali Dimas menatap wajah Adiknya yang sudah terlelap dalam tidurnya, dengan sebuah tatapan yang menandakan kasih sayang yang begitu dalam kepada Adiknya, terlihat nampak sebuah senyuman tipis yang terlukis tulus, dan berkata didalam hatinya seketika itu."Ren, kamu harus menjadi orang yang sukses dan berhasil, wujudkan mimpi dan cita citamu, do'a Kaka, Ayah dan Ibu akan selalu menyertai perjuangan kamu." tak terasa jarum jam menunjuk keangka 12, udara yang semakin dinginpun mulai terasa, Dimaspun segera untuk menyelesaikan barang-barang perlengkapan untuk dibawa Rendi.

Ketika hendak menyelesainkan barang-barang yang akan dibawa Rendi, tidak seperti biasanya, Dimas merasa pusing dan membuat dirinya tidak bisa berdiri, seketika itu dia tidak tahan lagi dengan rasa pusing yang sangat mengganggunya, tiba-tiba Dimaspun tergelekak pinsan dan terbaring disebelah lemari, disisi lain Rendi tidak mengetahui dan menyadari bahwa Kakanya tergeletak pinsan karena rasa cape yang membuat tubuhnya sangat kelelahan.

Malam telah berlalu, udara dingin yang terasa membuat Rendi terbangun, tepat jam 5 subuh, Rendi yang sudah terbangun dan melihat disebelahnya tidak ada siapa-siapa, dilihat jarum jam yang menunjuk ke angka 05.00, Rendipun berpikir mungkin Kaka sudah terbangun duluan, ketika saat Rendi beranjak untuk pergi kekamar mandi, Rendi melihat Kakanya yang tergeletak tertidur dibawah lantai, Rendipun segera mendekati Kakanya yang tertidur tergeletak dibawah lantai.

"ka, Ka bangun, ko Kaka tidur dibawah," dengan rasa cemas dan khawatir, karena Dimas tak bangun-bangun. "Ka...bangun, tidurnya diatas kasur Ka, disini dingin," berkali kali Rendi membangunkan Kakanya, tetapi belum sadar terbangun juga, Rendi semakin cemas melihatnya.
"Ka, Ka bangun," Rendi dengan lembut menepuk nepuk pundak Kakanya, tidak lama kemudian Dimaspun terbangun dan membuka matanya yang masih terlihat sangat pusing, tatapan matanya yang terlihat pusing.
"Heuuuhnmmmh, iya Ren, tolong bantu Kaka naik keatas kasur Ren"
"Iya Ka baik." Rendi membantu Dimas membaringkan tubuhnya keatas kasur, setelah berbaring Rendipun melihat wajah Kakanya yang sedikit pucat, lalu ia menyentuh kening Kakanya yang sangat terasa panas.
"Ka, Kaka demam kayanya, ini badan kaka panas"
"Hehe.." Dimas tersenyum. "ah enggak papa ko Ren, mungkin ini hanya kecapean biasa hehe"
"Hmmm, Ka aku carikan obat dulu ya, biar keadaan Kaka bisa membaik"
"Tidak usah repot-repot Ren, nanti Kaka cari sendiri aja, lagian nanti jam 7 kan kamu harus sudah berangkat Ren, mending kamu siap-siap dulu saja mandi dan sarapan"
"Hmmm, iya deh Ka, aku mandi dulu, nanti habis itu aku bawain obat buat kaka, dan sarapan buat Kaka."

Rendipun beranjak melangkahkan kakinya untuk segera cepat-cepat mandi dan menyiapkan sarapan pagi serta membuatkan obat alami dari tumbuhan disekitaran rumahnya.

**********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang