Chapter 24

10 8 1
                                    

"Huh, akhirnya kita sampai juga dibawah pohon yang rindang ini." Ucap Dimas.
"Iya Dim, lumayan cape juga, kamu engga cape?" Tanya Hanifah.
"Hmmm, enggak ko hehe, Hanifah cape kah?" Tanya Dimas sambil menatap wajahnya Hanifah yang sedikit bercucuran keluar keringat yang terlihat di keningnya.

Dimas dan Hanifahpun terduduk dibawah pohon besar yang rindang itu, memandang keindahan  lautan yang terlukis indah membentang sangat luas.

"Hanifah...?" Tanya Dimas sambil melirik kesebelah, memandang Hanifah yang duduk disamping kanannya.
"Iya, kenapa Dim hehe." Jawab Hanifah sambil melirik kearah Dimas, mengangkat kedua alisnya, yang terlihat lucu oleh Dimas.
"Kamu, sekarang umur berapa tahun?" Tanya Dimas, sambil memetik-metik rumput yang terhampar didepan Dimas.
"Aku sekarang umur 23 tahun, kenapa emangnya Dim?" Tanya Hanifah dengan sedikit keheranan.
"Hehehe, enggak ko, oiya berarti kita cuman beda 2 tahun, hehe." Ucap Dimas sambil tersenyum.
"Oiya kamu tau enggak? Tanya Dimas.
"Apa?"
"Hehehe," Dimas hanya memberi sebuah senyuman.

Dimas yang merasa sudah saatnya untuk mengungkapkan semuanya, tentang isi hati dan perasaannya yang kian selama ini bergejolak, dan sudah tidak tertahan lagi.
Disisi lain, Hanifah yang merasa sangat aneh dan penasaran akan pertanyaannya Dimas.

"Tau apa Dimas, ko malah senyum." Ucap Hanifah dengan sedikit kesal.
"Hmmm, aku juga bingung, dan aku juga enggak tau." Ucap Dimas.
"Yaampun Dimas, dasar, padahal aku penasaran dari tadi."

Mendengar kata penasaran yang keluar dari mulut Hanifah, Dimas menjadi semakin terdorong untuk segera mengungkapan tentang perasaannya kepada Hanifah.

"Tapi aku mau nanya sekali lagi." Ucap Dimas dibarengi dengan debaran jantung yang berdetak begitu sangat kencangnya.
"Mau nanya apa?"
"Hanifah, kamu tau enggak?"
"Eggak! Sontak jawab Hanifah, karena kesal dengan pertanyaan yang sama.
"Serius ko inimah, beneran enggak tau?"
"Iya Dimas, aku enggak tau, lagian kamu aneh, tiba-tiba tanya hal singkat dan aneh seperti itu, sedangkan diri kamu juga tidak tau, dasar." Ucap Hanifah dengan wajah yang cemberut karena sedikit merasa kesal dengan pertanyaan aneh dari Dimas.
"Aku cuman mau bilang sama kamu, aku sayang sama kamu hehehe." Ucap Dimas sambil menatap mata Hanifah.

Tetapi Hanifah hanya menganggap bahwa ucapan Dimas itu hanya sebuah candaan, karena Hanifah berpikir tidak akan mungkin secepat itu seseorang bisa menyayangi orang lain dengan singkat.

"Hahaha, dasar Dimas, bisa saja, kamu, pasti bercanda kan, hehehe." Ucap Hanifah sambil tertawa karena merasa aneh mendengar Dimas tiba-tiba bilang sayang kepadanya.

"Lalu, kalau aku bercanda kenapa hehe...?" Tanya Dimas yang sedikit menenangkan diri, karena masih belum siap untuk menerima jawaban dari Hanifah, dan yang jelas Dimas merasa takut ditolak oleh Hanifah.
"Kalau kamu bercanda, akupun tidak tau hehe." Jawab Hanifah
"Terus kalau aku serius, kamu mau kah menjadi pendamping hidupku?" Tanya Dimas sambil menatap Hanifah dengan raut wajah yang menandakan sebuah keseriusan.
"Hmmm, aku juga bingung hehe." Jawab Hanifah sambil tersenyum dan merasa sangat bingung.

Mendengar Dimas berbicara seperti itu, Hanifah sedikit merasa bingung serta bercampur rasa ragu.
Disisi lain Dimas berbicara dengan benar-benar serius, walaupun ada sedikit rasa keraguan didalam hatinya, karena mungkin terlalu dini juga untuk Dimas mengungkapkan tentang perasaannya.

Sinar senja yang semakin kehilangan keseimbangannya, kini mulai terlihat lembayung yang membalut awan yang berjajar di langit, memerahkan warna langit yang biru.

"Tapi kamu serius akan hal itu?" Tanya Hanifah kepada Dimas sambil menatap wajah Dimas.
Dimas hanya menundukan pandangannya.
"Aku, benar-benar serius akan hal itu, dan aku juga tulus akan hal itu Hanifah." Jawab Dimas sambil menatap wajah Hanifah dengan sangat serius.
Hanifah terdiam sejenak, menghela nafas dengan perlahan.
"Apa alasan kamu untuk mencintai dan menyayangi aku, bukankah kita baru saja kenal, terus kamu juga belum tau baik dan buruknya sifatku." Ucap Hanifah.
"A...aku, tidak memiliki alasan apapun, hati dan perasaanku hanya berkata demikian, aku merasa bahwa kamu seseorang yang mampu memberikan warna baru didalam hidupku," Hanifah hanya terdiam menatap wajah Dimas yang begitu sangat terlihat serius, membuat hati dan perasaan Hanifah sedikit terbuka, keraguan yang kian kini sedikit menghilang.
"Hanifah, kamu sanggup memberiku keindahan, kenyamanan, serta ketentraman, yang kini kian tumbuh berakar didalam jiwaku. Hatiku yang da'if ini ingin rasanya berlindung kepada dirimu, sudikah kamu menjadi kekasihku, menjadi seseorang yang selalu menopangku, menjadi seseorang yang memberiku kekuatan, dan aku ingin kamu menjadi pasangan abadiku didunia dan diakhirat kelak." Ucap Dimas sembari menatap wajah Hanifah.

Air mata yang kian kini mengalir keluar dari matanya Dimas, keseriusan serta ketulusan yang terwakilan melalui tetesan air mata yang jatuh kebumi, membuat Hanifah menjadi semakin percaya dan yakin bahwa apapun yang diucapkan Dimas adalah sebuah keseriusan dan ketulusan yang tersambung mengalir dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Lembayung yang kini mulai menghilang karena ditelan gelapnya malam, Hanifah yang masih terdiam mematung didepan Dimas, melihat tetesan air mata yang mengalir dipipinya Dimas, membuat hati dan perasaan Hanifah terharu akan semua itu.

"Dimas." Ucapa Hanifah
"Iya..." Jawab Dimas.
Hanifah mengulurkan kedua tangannya kewajah Dimas, dan mengusap semua air mata yang tumpah ruah dipipinya seraya iapun berkata kepada Dimas.
"Dimas, kamu jangan menangis, aku sudi menemanimu dan menjadi kekasihmu didunia dan diakhirat kelak, aku janji, aku juga sama menyayangi kamu dan mencintai kamu." Ucap Hanifah sambil mengusap-ngusap menyusut air mata Dimas.

Dimas merasa terharu dan kaget, kini mulai terilihat sedikit senyuman yang terlukis dari bibirnya, memandang Hanifah yang tak hentinya.

Dimas masih belum sepenuhnya percaya akan jawabannya, perasaan yang bercampur aduk, rasa bahagia yang kini mulai tertanam dan berakar didalam jiwanya utuh, karena sebuah lamunan dan khayalan yang kini menjadi sebuah kenyataan.

Cinta serta kasih sayangnya kini telah melebur menjadi satu dengan seseorang yang dia idam-idamkan.

"Hanifah, terimakasih atas semuanya, hari ini adalah hari dimana aku merasa sangat bahagia, karena kamu telah menerima dan menyambut semua isi hati dan perasaanku." Ucap Dimas sambil tersenyum bahagia, menatap wajah cantik nan indahnya Hanifah.
"Hehehe, iya, aku juga seneng banget, karena hari ini aku bisa menemukan seseorang yang serius dan tulus untukku." Ucap Hanifah sambil tersenyum.
"Oiya, aku hampir lupa," ucap Dimas.
"Lupa apa?" Tanya Hanifah.
"Setelah cintaku tersampaikan dan diterima, aku ingin mengikrarkan sebuah janji untuk kamu dan untukku juga hehehe."
"Janji apa?" Tanya Hanifah yang sedikit penasaran.
"Setengah janji suciku untuk kamu hehehe." Ucap Dimas sambil tersenyum bahagia memandang indah wajahnya Hanifah.
"Hmmm, ko setengah sih janjinya." Ucap Hanifah sambil mencubit pipi Dimas, karena sedikit merasa kesal.
"Hehehehe. Iya setengah, karena seluruh janji suciku, akan aku ucapkan dihadapan Ayahmu nanti, ketika saat berjabatan tangan ijab qabul dengan Ayahmu kelak." Ucap Dimas yang begitu sangat terdengar serius.
Membuat gemetar tubuh Hanifah dan berdebar cepat jantung Hanifah saat itu, seraya iapun berkata didalam hatinya.
"MasyaAllah, jika benar dan tulus ucapan lelaki ini, maka hatiku telah musnah dileburkan bersama hatinya, penantian yang kini sudah menemukan sebuah jawabannya, akan aku rawat dan tanam didalam jiwaku selamanya."

Lembayung yang kini sudah musnah menghilang, tertelan gemerlapnya malam, kini malam yang mulai membalut kedua insan yang tengah masih asyik berbincang.

**********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang