Chapter 8

17 11 2
                                    

Rendi telah selesai menyiapkan semuanya, dan tinggal hanya berangkat. Rendi kembali masuk kedalam kamar untuk memberikan sarapan dan obat ramuan alami kepada Dimas Kakanya, dilihatnya Dimas yang sedang asyik tertidur, menjadikan Rendipun sedikit enggan untuk membangunkannya, melihat Kakanya terbaring sakit diatas kasur Menjadikan Rendi semakin cemas dengan keadaan saat ini, disisi lain, hari ini adalah hari Rendi untuk berangkat keluar Negri, dan hari terakhir untuk hidup dan berjuang bersama Kakanya Dimas.

Rendi yang semakin larut akan kekhawatiran kepada Kakanya, Rendi mencoba mendekat dan membangunkan Kakanya untuk memberikan sarapan dan obat kepada Kakanya.

"Ka, bangun, ini Rendi sudah siapkan sarapan dan obat untuk Kaka," Rendi menepuk dengan lembut pundak Kakanya, berusaha membangunkannya dengan pelan. Dimaspunpun perlahan membuka matanya dan menatap Rendi seraya Dimas tersenyum dan berkata. "hehe, Rendi, kamu sudah siap berangkatkan hari ini,"
"Hmmm, mungkin Ka, Rendi ini sudah bawakan Kaka sarapan dan obat untuk kaka"
"Ooh begitu ya, padahal tidak usah repot-repot Ren, Kaka bisa menyiapkannya sendiri ko"
"Aaahh Kaka, Kaka kan lagi sakit, sekarang Kaka sarapan dulu ya," Dimaspun segera duduk diatas kasur untuk sarapan.
"Iya Ren, terimakasih ya"
Dimaspun menyantap sarapan yang dihidangkan Rendi.
"Ka, nanti itu obatnya diminum yaa, itu obat ramuan tradisional dari tumbuhan, resep ibu"
"Iya Ren."

Rendi yang menatap Kakanya dengan tidak terhenti, merasakan kesedihan melihat Kakanya yang sakit, muncul rasa tidak tega untuk meninggalkan Kakanya sendirian dikala sedang sakit seperti ini.

"Euuumh, enak Ren ini, Kaka sudah habiskan sarapannya, sekarang Kaka mau minum obatnya, ini pasti manjur hehe," ucap Dimas yang sedikit memperlihatkan ketegarannya melalui raut muka yang tersenyum.
"Iya Ka, mudah-mudahan Kaka cepet sembuh"
"Oiyaa Ren, sekarang kan kamu harus segera berangkat, ini sudah jam 7"
"Iya Ka, tapi aku khawatir dengan keadaan Kaka yang saat ini, Rendi ngga bisa berangkat sekarang," jawab Rendi dengan wajah yang terlihat kebingungan dan rasa yang cemas, karena melihat Kakanya yang sakit.
"Yahhh, tenang saja Ren, ini Kaka sudah segar kembali"
"Hmmm tapi..." jawab Rendi masih kebingungan serta khawatir.
"Tapi apalagi Rendiiii, sudah jangan mengkhawatirkan Kaka, Kaka kan seorang lelaki yang hebat dan kuat." ucap Dimas yang terlihat seakan memberikan ketegaran kepada Adiknya Rendi.
"Ayoo, ini sudah jam 7 lebih,"
Rendi hanya menunduk dan terdiam, rasa yang berat sekali dirasakan Rendi saat ini, membuat perasaan Rendi dan keyakinan Rendi bercampur aduk.
"Ren, jangan gitu dong, jangan nunduk gitu, coba tatap wajah Kaka ini, Kaka tegar dan semangat, jam 8 juga sembuh ko, Kaka hanya kecapean saja"
Rendi menatap wajah Kakanya yang tersenyum dan mencoba mendekat serta memeluk Kakanya dengan erat seketika itu Rendi berkata.

"Ka, Kaka adalah orang yang hebat, makasih yah Ka, Rendi berat untuk meninggalkan Kaka dalam keadaan sakit seperti ini, tapi Kaka selalu terlihat tegar dan kuat, memberikan Rendi semangat serta keyakinan, sebuah senyuman yang selalu terlihat dari raut wajah Kaka, membuat Rendi menjadi lebih ingin kuat dan tegar,"
Rendi menangis memeluk erat
Kakanya, air mata yang tidak bisa tertahan lagi, mengalir begitu derasnya.
"Hehehe, sudah, jangan cengeng dan menangis, apapun yang terjadi Kaka akan selalu ada untuk kamu Ren," jawab Dimas dengan penuh ketulusan yang terlahir suci dari dalam lubuk hatinya, terhiasi dengan sebuah senyuman dan tetesan air mata yang indah jatuh kebumi, Rendi segera melepas pelukannya dan terduduk lurus tepat didepan Dimas, menatap Dimas Kakanya yang selalu tegar dan tersenyum.
"Ren, nanti kalau kamu sudah berangkat dan sampai disana, kabari Kaka lewat surat ya," dengan nada yang lembut dan terhiasi sebuah senyuman.
"Oiyaa Ka, itu pasti, Rendi akan segera mengabari Kaka lewat surat," jawab Rendi yang mulai tersenyum kembali.
"Hehehe, oiya Kaka mau titip pesan untuk kamu"
"Pesan apa Ka?"
"Batagor belanda, sama, odading hahaha..."

Dimas yang memberikan sebuah humor dan ketegaran, walaupun sebenarnya pusing dikepalanya belum pulih 100%, tetapi Dimas hanya ingin memberikan sebuah keyakinan untuk Adik tercintanya Rendi, dan menguatkan tekad yang sudah dibangun oleh adiknya, sebagai seorang Kaka, Dimas merasa ini adalah salah satu kewajibannya.

"Ahh Kaka, mana ada hehe"
"Kali aja ada hehe, Kaka cuman mau titip pesan buat kamu, Kaka teringat kata-kata dan nasehat dari ibu, ibu pernah bilang sama Kaka, dulu waktu itu seinget Kaka, kata katanya itu seperti ini, jadilah seperti tanah, dia mampu menerima siapapun, di diinjak tidak pernah marah, keindahan bunga mawar dan tumbuhan yang lainnya, tumbuh dan berkembang karenanya.
Hehe, mungkin itu nasehat paling jenius dan bisa menjadi sebuah pegangan untuk kita, karena manusia itu harus mampu beradaptasi dengan baik, kapanpun dan dimanapun, dan yang terpenting kita harus bisa menghormati orang lain."
"Iyaa ka baik, makasih ya Ka atas nasehat yang Kaka berikan, InsyaAllah Rendi akan pegang teguh semua nasehat yang pernah Ayah, Ibu, dan Kaka."

Tepat pukul 08.00 Pak Umar datang kerumah Dimas dan Rendi untuk menjemput Rendi karena sudah terlalu siang. Toktoktok, suara pintu terketuk.

"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Rendi beranjak kedepan untuk membukakan pintu.
"Oooh Pak Umar, maaf pak saya terlambat"
"Hmmm iyaa nih, kenapa bisa terlambat, padahal kemarin sudah dikasih tahu, yasudah kamu segera siapkan barang bawaanmu karena sudah siang"
"Iya Pak baik"
Rendipun beranjak masuk kedalam kamar untuk menyiapkan semua barang-barang yang akan dibawanya.
"Siapa itu Ren?"
"Itu Pak  Umar Ka, dia mau jemput Rendi untuk segera berangkat karena sudah siang"
"Hmmm yaudah sekarang kamu bereskan dan bawa barang bawaan kamu, terus itu Kaka sudah sediakan satu bingkai foto kita ber-empat, dibawa saja Ren, jika kamu rindu dan merasa sedih, mungkin kamu bisa melihat foto itu untuk sedikit memberikanmu kembali tegar dan semangat, dan disini Kakapun sama, kemanapun kita pergi, kita harus membawa satu bingkai foto kita ber-empat"
Rendipun membawa semua barang bawaan nya.
"Iya Ka baik, Rendi berangkat dulu yaaa, Kaka jaga diri baik-baik disini, semoga Kaka cepet sembuh" ucap Rendi yang masih belum siap untuk berpisah dengan Kakanya.
"Iyaa Ren tenang saja, Kaka pasti baik-baik saja ko hehe"
Rendipun memeluk Dimas dan bersalaman untuk berpamitan.
"Hati-hati ya Ren, jaga diri disana, maaf Kaka tidak bisa mengantarkanmu, Kaka yakin dan percaya kamu pasti bisa menyelesaikan semua ini dan berjuang untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita kamu Ren, disini juga Kaka akan berjuang untuk mewujudkan semua mimpi dan cita-cita Kaka, selamanya kita akan selalu bersama didalam hati kita yang suci ini, walaupun raga kita jauh tak bersama, tetapi jiwa kita selalu berdampingan bersama selamanya"
"Iyaa, baik Ka," jawab Rendi dengan tegas, mencoba untuk kembali tegar.
"Nah begitu dong hehe"
"Siaaap Ka,,,laksanakan hehehe"
"Jangan pernah khawatir, Tuhan akan selalu bersama kita, dimanapun kita berada, karena Dialah yang Maha kuasa atas segalanya"
"Iyaa Ka....hehehe"
"Sekali lagi maafkan Kaka, karena tidak bisa mengantarmu yaaa, dan sampaikan juga salam untuk Pak Umar dari Kaka"
"Iyaa Ka, enggak apa-apa ko, yang penting Kaka sekarang istirahat biar cepat pulih dan sehat kembali"
"Siap Adikku hehe, jangan lupa nanti ya batagor Belanda hahaha"
"Hahaha siaaaaap Ka, kalau ada hehe, kalau begitu Rendi berangkat ya Ka, Assalamu'alaikum"
"Iyaa, Wa'alaikumussalam, Hati-hati ya Ren"
"Iya Ka"

Rendipun beranjak dan melangkahkan kakinya dengan penuh penghayatan seraya berkata dan mengucapkan kalimat suci.
"Bismillahirrahmaanirrahim."

Kesedihan yang sangat dalam yang dirasakan, mengikuti disetiap langkah kakinya Rendi, serta kerinduan-kerinduan yang akan menemaninya suatu saat nanti, disisi lain Dimas juga merasakan hal yang sama seperti Adiknya Rendi, terduduk diam mematung melihat dari jendela kamarnya, memperhatikan langkah kaki Rendi yang semakin menjauh dari rumah. Seraya berkata didalam hatinya serta melantunkan kalimat-kalimat do'a.

"Yaa Rabb, semoga aku dan Adikku selalu ada didalam perlindunganMu, aku hanyalah hamba yang hina yang memohon dikasihani olehMu ya Rabb, lindungilah kami berdua." tetesan air mata Dimas dengan perlahan turun mengalir membasahi pipinya.

                         **********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang