Chapter 3

27 13 0
                                    

Dimas dan Rendi pun termenung sejenak karena hati dan perasaan yang sangat rindu akan kehadiran mereka kembali.

"Ka, setelah membaca isi surat itu, Kaka merasakan hal apa dan bagaimana yang seharusnya kita lakukan untuk kedepannya," tanya Rendi
"setelah Kaka baca, bersamaan rasa yang mungkin selalu menghasilkan buah rindu kepada Ayah dan Ibu, untuk saat ini Kaka masih merasa sedih, dan masih bingung memikirkan kedepannya harus bagaimana Ren," jawab Dimas dengan wajah yang memperlihatkan perasaan bercampur aduk.

"kalau kamu sendiri bagaimana Ren?"
"Yaaa, sama Ka, kaya Kaka aku juga sedih dan rindu akan kehadiran Ayah sama Ibu, tetapi...."
"tetapi kenapa Ren?"
"Yaa, seperti yang Ayah bilang diakhir tulisan suratnya, Ayah bilang kan jangan bersedih dan putus asa, kejarlah mimpi serta cita-cita kalian berdua, jadi aku berpikir, tidak ada gunanya juga untuk selalu bersedih, justru bagi Rendi, ini adalah suatu tantangan untuk kita Ka."

Mendengar ucapan Rendi yang penuh keyakinan serta semangat untuk terus berjuang dan maju kedepan, Dimas terdiam dan berpikir, memang benar apa yang dikatakan Rendi. dan Dimaspun sedikit demi sedikit membuka senyuman lebarnya, menatap kearah Rendi sang adik yang selalu kuat dan berjiwa semangat.

"Benar Ren, kita harus berjuang dan mengejar mimpi serta cita-cita kita dan mewujudkannya"
"Yosssh, begitu dong Ka, kita harus tetap semangat, karena apapun yang kita lakukan, ini semua untuk Ayah dan Ibu yang sudah tenang dialam sana," jawab Rendi dengan wajah tersenyum. Tepat jam 15:30, Dimas dan Rendipun membersihkan ruangan gudang tersebut serta menata dan merapihkannya. Sesudah dari membersihkan dan merapikan gudang tersebut, merekapun segera beranjak dari gudang dan pergi untuk mandi.

Matahari mulai tenggelam dan disambut oleh sinar Bulan yang terang, haripun berganti malam, seperti biasa setelah melaksanakan kewajibannya (Sembahyang) Dimas dan Rendi menyantap hidangan makan malam.

"Waaah, ini enak kayanya Ren"
"Yosh, tentu saja, karena ini adalah masakan buatanku, hehe...."
"Heh, sombong amat kamu, hehe tapi bagus deh sekarang kamu sudah bisa memasak sendiri, jadi tidak harus melulu Kaka yang masak, cape hehe"
"Yosh, Ka, tentu saja karena Rendi adalah salah satu orang yang hebat kan?"
"Haaahhm, iyain aja deh hahahaaa, ayo kita santap masakan makan malamnya"
"Siap Ka, makan malam dibuka, Bismillahirrahmanirrahim,"

Merekapun menyantap makan malam dengan penuh kegembiraan dan penuh syukur, di hiasi dengan nada suara jangkrik yang bersahutan terdengar merdu, serta langit malam yang cerah penuh dengan bintang.

"Nyamnyamnyam, luarbiasa enak enak enak," seru Dimas dan Rendi.

Selesainya menyantap makan malam, merekapun beranjak kedepan halaman rumah dan terduduk dikursi kayu teras rumah, dengan ditemani teh hangat yang beraromakan keharuman yang tak tertolak dihidung.
Melihat serta memandang lukisan Tuhan di langit malam yang memancarkan keindahan, serta keelokan yang tak ada tandingannya.

"Sruuuuupuuuut, aaah," tegukan teh hangat pertama mereka dimulai, dan menandakan sebuah keasyikan untuk menikamati segala kekuasaan sang Maha kuasa.

"Eh, Ren," tanya Dimas.
"Iyaa Ka"
"Kamu kan kemaren daftar beasiswa untuk melanjutkan studi di luar negri"
"Hmmm, iya Ka, emangnya kenapa Ka?"
"Iyaaa, terus itu gimana hasilnya, kamu lulus engga?"
"Belum tau Ka, soalnya kan belum ada pengumuman juga dari sekolah"
"Ooohh, begitu yaaa, yaaa Kaka berharap semoga kamu lulus dan mendapatkan beasiswa melanjutkan studi di luar Negri yang kamu impikan itu. Aamiin...."
"Hmmm,i.....yaaa Ka, tapi," jawab Rendi dengan wajah murung, karena rasa bingung.
"Tapi kenapa Ren...? Kan itu mimpi kamu, sekolah yang kamu impi impikan, kalau kamu lulus dan melanjutkan sekolah disana, Ayah sama Ibu pasti senang," seru Dimas dengan wajah tersenyum dan menunjukan sebuah antusias.
"Hmmm, iyaaa sih Ka benar juga, itu adalah mimpi yang paling aku ingin kejar dan ingin aku wujudkan," jawab Rendi dengan wajah masih murung serta pikiran yang masih bingung.
"Iyaaa, berarti Ren, jika kamu lulus dalam tes itu, kamu jangan ragu ambil saja dan kejarlah mimpi-mimpi kamu."

Dimas yang semakin meyakinkan dan penuh harapan agar Adiknya bisa mengejar mimpinya yang selama ini dia damba dambakan, dan memberi semangat agar terus maju dan jangan memikirkan hal-hal yang membuatnya murung dan kebingungan.

Sang Kaka yang berharap akan semua perjuangan Adiknya berjalan dengan mulus, dan dapat diterima beasiswa studi ke luar Negri.
Walaupun disisi lain Rendi yang masih kebingungan, memikirkan tentang apapun yang akan terjadi ketika jauh dari Kakanya Dimas, dan Rendipun tidak bisa meninggalkan Dimas sendiri, karena Rendi telah berjanji akan hidup dan berjuang bersama Kakanya Dimas.

Malampun semakin tampak larut serta udara dinginpun mulai terasa, Dimas yang termenung meperhatikan langit yang terhiasi cahaya dari bintang bintang, dalam hatinya berkata seraya berdo'a.
"Semoga saja Rendi bisa diterima untuk melanjutkan studinya keluar Negri, dan aku berharap pula semoga apapun yang dia cita citakan dapat terwujud, aamiin."

Disisi lain Rendi yang bersandar pada dinding rumah tertidur pulas.
"Ren, Ren, bangun, tidurnya didalam,"
Rendi terbangun dengan uapan yang menandakan rasa kantuk yang sangat berat, mencoba membuka matanya.
"Hoaah, iyaaa kaaa,"
"Ayo, kita masuk, pokoknya kamu harus berdo'a yaa, agar ada berita bahagia di esok hari"
Tanpa disadari Kakanya berkata seperti itu, rasa kantuk yang semakin berat, Rendipun beranjak dan masuk kedalam bersama Dimas.
Sesampai dikamar, Rendipun langsung berbaring merebahkan seluruh tubuhnya keatas kasur dan tertidur pulas.

Berbeda dengan Dimas yang terduduk dan melihat kembali surat yang ditulis oleh Ayahnya, Dimaspun terduduk mematung dengan rasa kerinduan yang selalu hadir didalam jiwanya.

Melihat kearah luar jendela kamar dan berpikir tentang bagaimana untuk melangkahkan dan memulai mengejar mimpinya, terlebih sesudah membaca surat yang ditulis Ayahnya dan teringat akan nasihat-nasihat Ayah dan Ibunya tentang masa depan dan cita-cita yang harus dia raih, yaitu menjadi orang yang berguna, menjaga sopan santun kepada siapapun, serta mengasihi sesama makhluk dan individual lainnya.

Mengingat itu semua, menjadikan Dimas berpikir keras dan menjadi lebih semangat akan sebuah tantangan dari yang namanya kehidupan, rasa kantuk mulai membayangi Dimas karena malam sudah semakin larut, Dimaspun merebahkan tubuhnya keatas kasur, melihat keatas langit-langit kamarnya yang penuh dengan anyaman dari seekor laba-laba yang terlihat rapih, dipandangnya serta diperhatikan jaring laba-laba itu, dan memikirkan bagaimana seekor laba laba yang diberi predikat oleh Tuhan sebagai hewan, makhluk yang tidak berakal, tetapi ia mampu membuat anyaman yang rapih dan indah, untuk dia berlindung dan mencari makan dari hewan-hewan lain yang terjebak masuk kedalam jeratan anyamannya itu.

Diperhatikan dan dicermatinya dengan fokus, dan berpikir balik serta seakan-akan bertanya kepada dirinya sendiri, dan memarahi dirinya sendiri karena kesal dengan keadaannya sekarang yang selalu keluar dari hati, pikiran, serta mulutnya hanya sebuah keluhan saja.

Merasa kesal serta dibarengi rasa malu setelah melihat seekor laba-laba yang membuat anyaman indah itu. sehingga membuat dirinya berpikir, dari mulai sekarang aku harus bangkit dan mengobarkan semangat yang baru, berbarengan dengan rasa kantuk yang sudah mulai terasa oleh Dimas, dan Dimaspun merebahkan seluruh tubuhnya keatas kasur, tanpa ia hiraukan karena rasa kantuk yang sudah menyelimutinya, iapun  tertidur dengan pulas, terdengar suara gumaman darinya.
"Aku pasti bisa...aku pasti bisa."


                         **********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang