Chapter 21

11 8 0
                                    

Dimas dan Pak Ismailpun sampai dirumah, dengan rasa yang sedikit cape, Dimas langsung terduduk dikursi teras rumah, sedangkan Pak Ismail yang langsung masuk kedalam rumah untuk beristirahat sejenak.

Disamping itu Dimas yang terduduk selonjoran, meregangkan seluruh tubuhnya karena sedikit pegal, mencoba membuka buku deary puisinya yang tergeletak dimeja teras rumah.

"Ahh, sambil bersantai, aku mau coba baca-baca puisi karanganku kembali, barangkali ada yang harus di perbaiki." Ucap Dimas.

Dibuka buku itu, pas dihalaman pertama, ada selembar kertas yang terselip dibuku itu, dengan berbentuk kotak, Dimas tampak merasa heran dan aneh melihat didalam bukunya itu ada selembar kertas yang terselip, padahal Dimas sendiri tidak pernah menyelipkan selembar kertas didalam buku deary puisinya itu.

Dimas semakin penasaran, dan mencoba membuka selembar kertas itu, dan ternyata ada sebuah tulisan berbentuk surat, lalu Dimaspun membacanya surat itu.

Untuk Dimas....
Assalamu'alaikum...
Dimas, ini aku Hanifah, aku sengaja menulis surat ini, karena ingin mengucapkan sebuah ucapan terimakasih sama kamu, karena puisi yang kamu berikan untuk aku, ku rasa, puisinya sangat bagus dan indah, aku merasa sangat bahagia hehe.
Aku tadinya sempat bingung harus mengirimkan surat ini kapan dan kemana, tetapi tadi pas kita ketemu pagi, aku tahu bahwa kamu tinggal dirumah Pak Ismail....
Dari situ aku langsung mengirimkan surat ini, dan aku selipkan dibuku yang tergeletak di meja teras rumah Pak Ismail hehe, merasa konyol juga hehe....
Tetapi yang terpenting, aku berharap kamu bisa membacanya tulisan yang jelek ini hehehe.
Pokoknya terimakasih banyak, aku suka puisinya, hehehe.
Oiya, nanti sore, kalau enggak hujan, aku tunggu ya di tempat yang kemaren...
Hehehe.....

                                     Dariku Hanifah....

Dimas membaca surat itu dengan tersenyum dan sangat merasa bahagia, membuat hati dan perasaan Dimas semakin menjadi-jadi tidak karuan, karena baru kali ini Dimas merasakan sebuah asmara, dan ada sedikit harapan untuknya, setelah Hanifah, perempuan yang ia idam-idamkan memberinya ia surat.

Hari ini adalah hari yang sangat spesial bagi Dimas, perasaan yang kini hidup, semangat yang semakin tumbuh.
"Mudah-mudahan nanti sore cuacanya bagus, jadi... aku bisa menghabiskan waktu lagi di pesisir pantai bersama Hanifah." Ucap Dimas yang masih terduduk santai diatas kursi teras rumah.

Bersamaan dengan itu, Hanifah yang baru saja menyelesaikan tugas-tugasnya dirumah, beristirahat merebahkan tubuhnya diatas kasur.

"Hari ini hari yang begitu indah, aku tidak habis pikir, ada lelaki yang baru saja mengenalku, bisa mengatang puisi yang indah untukku, hmmm, aku harap sih bungan hanya sekedar puisi." Ucap Hanifah sambil memeluk guling sambil tersenyum-senyum sendiri.

Harapan serta keinginan yang sama, bahwa sore nanti, Hanifah berharap bisa bertemu lagi dengan Dimas, lebih mengenal sosok Dimas, walaupun rasa serta asmaranya belum benar-benar yakin akan Dimas, berbeda dengan Dimas yang sudah memiliki asmara kepadanya.

Waktupun berlalu, hari mulai memasuki waktu siang, cuaca hari ini berbeda seketika dengan hari kemaren, hari ini langit terlihat sedikit mendung tidak seperti biasanya, terlihat awan yang hitam pekat diatas langit, menandakan hujan akan segera turun.

"Dim, belum mandi hehe." Ucap Pak Ismail yang menghampirinya dan duduk bersebelahan dengan Dimas.
"Hehehe, belum nih Pak Ismail." Jawab Dimas dengan tersenyum.
"Gimana, tinggal disini, betah?" Tanya Pak Ismail.
"Hehehe, Alhamdulillah Pak, Dimas betah sekali hehehe." Jawab Dimas sambil tersenyum dan memperlihatkan wajah sumringah bahagia.
"Pasti, karena ada Hanifah anaknya Pak Kades ya hehehe." Ucap Pak Ismail, sambil bercanda kepada Dimas.
"Ah Pak Ismail, bisa saja deh hehe."

Siang hari yang mendung, langit kini menumpahkan hujannya kebumi, Dimas dan Pak Ismailpun segera masuk kedalam rumah, karena hujan hari ini sangat deras dan hembusan angin yang sangat kencang.

"Dim, ayo segera masuk, kita lanjutin ngobrolnya didalam rumah saja."
"Iya Pak," jawab Dimas sambil beranjak melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah, dengan hati yang sedikit kecewa, karena jika hujannya lama, Dimas tidak akan jadi bertemu dengan Hanifah dipesisir pantai sore hari.

Dimas dan Pak Ismailpun melanjutkan obrolannya di tengah rumah.
Dimas yang ingin bertanya serta belajar banyak hal kepada Pak Ismail, memikirkan sesuatu yang selama ini belum sempat untuk ditanyakan kepada Pak Ismail.

"Pak Ismail..." Dimas menyapa Pak Ismail yang duduk di kursi ruang tamu.
"Iya Dim, kenapa?"
"Dimas mau bertanya sama Pak Ismail."
"Ooh, silahkan, kamu mau nanya tentang apa?" Ucap Pak Ismail sambil tersenyum memandang Dimas.
"Dulu Pak Ismail, semasih menulis dan mengarang sebuah karya, pernah gaga?" Tanya Dimas.
"Yaa pernah Dim, hehe." Jawab Pak Ismail sambil tersenyum.
"Emangnya kamu kenapa bertanya seperti itu?"
"Enggak ko Pak Ismail hehe, aku merasa belum percaya diri saja untuk menjadi seorang penulis atau seniman, karena, aku tidak terlalu berbakat didalam hal itu." Ucap Dimas.
"Hmmm, tidak usah berpikir seperti itu,  sejauh ini, menurut Pak Ismail kamu ada bakat ko, yang terpenting jangan pernah putus semangat, kamu terus saja mengarang dengan rajin."
Dimas memperhatikan pembicaraan Pak Ismail yang terlihat serius.
"Sekarang kamu jangan pernah cemas, jangan pernah khawatir, kamu harus tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik, ingat Almarhum Ayah kamu, beliau adalah seseorang yang sangat rajin dan tidak pernah putus asa, jangan banyak berpikir ini itu, kamu terus berusaha dan berjuang, karena suatu hari nanti, kamu akan menjadi orang hebat, dan dikenal banyak orang melalui sebuah karya yang kamu buat." Ucap Pak Ismail dengan sangat serius dan menggugah semangat Dimas.
Dimas yang tak henti melihat wajah serius Pak Ismail, serta menganggukan kepalanya, tanda Dimas mengerti dan faham, akan hal yang diucapkan Pak ismail kepadanya.

Hari yang mulai tampak sore, dengan guyuran hujan yang masih sangat deras, cuaca dihari ini adalah cuaca yang begitu tidak mendukung.

"Hmmm, tidak terasa sudah jam 4 sore lagi Dim, Pak Ismail mau shalat dulu, kamu juga segera bersih-bersih mandi, terus jangan pernah lupa shalat, itu sangat penting bagi kehidupan sekarang dan nanti sebagai umat muslim." Ucap Pak Ismail sambil beranjak bersiap untuk shalat.
"Iya Pak baik." Jawab Dimas.

Dimas dan Pak Ismailpun beranjak untuk melaksanakan kewajibannya.
Deras hujan yang kini mulai sedikit mereda.
Sesudah shalat Dimas kembali seperti biasa membaca sebuah ayat suci Alquran, yang akhir-akhir ini baru saja ia baca kembali.

"Bismillahirrahmaanirrahim.
Fa subhaanal Ladzi bi yadihii malakuutu kulli syai-iw wa ilaihi turja'un....
Shodaqallahul'adzim...."

Selepas sudah membaca ayat suci Alquran, Dimas hanya terduduk mematung diatas kasur, sambil memandang kearah luar jendela kamarnya, melihat hujan belum juga reda, mengingat sore hari ini mereka berdua tidak jadi bertemu di pesisir pantai pasir putih.

***********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang