Chapter 19

12 7 0
                                    

Malam yang seperti biasanya, yang selalu terhiasi dengan gemerlap jutaan bintang-bintang yang melayang diangkasa, serta sinar bulan purnama yang begitu terang benderang menyinari dunia dan seisinya, memberi sebuah kehangatan serta panorama keindahan kepada sang malam.
Dimas yang seperti biasa mengisi malamnya didepan teras rumah, dengan ditemani secangkir kopi, kali ini bukan sebuah lamunan kesedihan yang menyelimutinya, namun sebuah rasa dan asmara yang nampak sedang menghiasi malamnya, karena masih memikirkan dan teringat suasa disore hari tadi. Dimas merasa sangat bahagia dan masih merasa tidak menyangka, bahwa kini dirinya bisa berjumpa dan berkenalan dengan sosok perempuan yang membuat hatinya terpanah terpesona, karena dimata seorang Dimas, sosok perempuan yang bernama Hanifah itu, seperti bidadari yang turun dari surga, yang diperintahkan oleh Tuhan untuk menjaga dan memberi kebahagiaan kepada hatinya.

Bersamaan dengan itu, ditempat yang berbeda, Hanifah yang mencoba untuk membuka kertas yang berisi sebuah tulisan puisi untuknya, sambil tiduran diatas kasurnya yang empuk, Hanifah tersenyum sendiri, dan merasa kagum karena membaca sebuah isi tulisan itu, yang begitu indah kalimatnya, menyentuh hati dan perasaan Hanifah.
Membuat Hanifah menjadi lebih penasaran akan Dimas, yang begitu memberinya sebuah pujian dan rasa kenyamanan saat mencoba mengobrol dengan Dimas.
"Waaaw, keren banget puisinya, hehe, aku jadi penasaran sama lelaki ini, tiba-tiba bisa membuat sebuah kalimat yang memuji diriku, padahal kenal juga baru." Ucap Hanifah yang asyik membaca hadiah puisi dari Dimas.
"Tinggal dimana Dimas itu ya, hmmmm aku lupa tadi enggak sempat nanya sama dia, arrgh, padahal kalau aku tau dia tinggal dimana, aku ingin mengirim surat padanya untuk mengucapkan terima kasih padanya." Ucap Hanifah dengan sedikit menyesal karena tidak sempat menanyakan rumahnya dimana.
"Hmmm, bagaimana ya caranya, agar aku bisa mengirimi Dimas surat, karena aku malu kalau harus ngomong langsung, terus, kapan lagi ada kesempatan aku untuk bertemu lagi sama dia, hmmmm." Ucap Hanifah dengan rasa kebungingungan.
"Tapi, mudah-mudahan dia besok maen kepesisir pantai lagi, aku besok harus maen lagi kesana, kali saja bisa bertemu lagi sama dia, hehe." Ucap Hanifah.
Malam tampak semakin larut, rasa kantuk yang mulai menyelimuti Hanifah, tidak lama kemudian Hanifahpun memutuskan untuk beristirahat dan tidur.

Disisi lain Dimas yang masih asyik memandang keatas langit yang penuh bintang-bintang, serta terang benderang dengan adanya sinar dari bulan purnama, Dimas yang masih duduk dengan secangkir kopi yang masih setia menemani malamnya, mencoba untuk  melanjutkan mengarang puisinya, mengungkapkan semua curahan hatinya, melalui puisi yang ia akan tulis dimalam yang begitu indah ini.

Dimalam yang penuh keindahan
Gemerlap bintang-bintang
Sinar yang terang benderang
Menyinari gelapnya malam
Telah hadir kedalam lubuk hatiku
Sebuah pancaran keindahan
Menerangi gelapnya jiwaku
Seakan memberi harapan baru
Berbisik dengan begitu lembutnya
Membuat jiwa serta ragaku
Tak tertahan dan melayang
Aku tidak mengerti dan faham
Kendati aku merasakannya
Akan ku mulai menanam
Setangkai bunga  mawar
Yang Memberi aroma kepada pecintanya
Dan akan kusirami setiap hari
Bahkan jika aku lupa
Aku yang akan mati dan tenggelam

Hembusan angin malam yang sangat begitu kencang, tak membuat Dimas ketakutan dan merasa kedinginan, Dimas masih setia dan mengisi malamnya dengan sebuah kehangatan asmara yang kini mulai tumbuh dan berkembang, pikiran serta khayalnya masih tertuju pada sosok perempuan yang bernama Hanifah itu.
"Begitu cantik dan indahnya Hanifah, berbudi luhur dan sopan santun, aku semakin yakin dan ingin menetap kepadanya, serta ingin memberikan persembahan yang begitu luas dan mahal dari dalam diriku untuknya." Ucap Dimas.
Rasa dan asa yang tumbuh, membuat Dimas semakin yakin dan ingin menetapkan hatinya untuk Hanifah, pikirannya melambung dan melayang sangat jauh.
"Aku maaih tidak menyangka bisa berkenalan dan berbicara dengannya, sungguh sangat membuatku bahagia, membuatku melupakan seluruh kepedihan hidupku, menguatkan aku." Ucap Dimas dengan begitu sangat yakin akan asmaranya.
"Tuhan apakah ini yang dinamakan cinta sejati, beri aku petunjukmu." Seraya Dimaspun bermunajat kepada Tuhan, dengan penuh sebuah harapan.
Malam yang semakin tampak larut dan sunyi, rasa kantuk yang mulai menyelimutinya, Dimaspun segera masuk kedalam rumah untuk segera mulai merebahkan tubuhnya diatas kasur.
"Hari ini, adalah hari spesial bagi aku." Ucap Dimas sambil melihat keatas langit-langit atap kamarnya.
"Malam ini Hanifah sedang apa ya, aku harap dia sudah membaca puisi yang aku berikan untuknya, dan aku berharap dia menyukainya hehe." Ucap Dimas yang masih terlarut didalam imajinasi serta ingatanya, yang masih tertuju kepada Hanifah.
"Mudah-mudaha besok aku bisa ketemu lagi dengan dia di tempat sore tadi, dan aku ingin membuat dan mengarang puisi dengannya, serta bertukar pikiran dengannya."
Karena rasa kantuk yang begitu sudah mulai sangat berat, Dimaspun terhenti didalam lamunan serta ingatannya kepada Hanifah, dan Dimaspun tertidur dengan pulas.

"Dim, Dim, bangun sudah subuh, ayo kita Sembahyang berjama'ah." Ucap Pak Ismail yang membangunkan Dimas.
Dimaspun terbangun dengan wajah yang sedikit masih merasa ngantuk karena begadang.
"Iya Pak Ismail." Jawab Dimas yang segera langsung ambil air wudhu untuk melakukan Sembahyang berjama'ah.
Dimas dan Pak Ismailpun melaksanakan Sembahyang berjama'ah.
Udara pagi yang sangat terasa dingin, tepat jam 05.30 selemas menunaikan ibadah, Pak Ismail mengajak Dimas jalan pagi keliling Desa.
"Dim, Pak Ismail mau ngajak Dimas jalan-jalan pagi keliling Desa, sambil menghirup udara segar, gimana mau enggak,? tanya Pak Ismail.
"Waaah boleh juga tuh Pak hehe," jawab Dimas.
"Iya kalau begitu ayo, Dimas segera siap-siap berpakaian olahraga dan pakai sepatu."
"Oiya Pak siap." Dengan senang hati Dimaspun segera bersiap-siap.
"Oke Dim, Pak Ismail tunggu didepan halaman rumahnya." Pak Ismailpun beranjak melangkahkan kakinya kedepan halaman rumah.
"Waduh, aku tidak punya baju olahraga lagi, bagaiamana ya," ucap Dimas sambil menggaruk-garuk kepalanya karena mencari pakaian olahraga tidak ketemu. Dimaspun kembali mencarinya didalam tas.
"Hmmm, waktu aku kesini, aku bawa pakaian olahraga tidak ya, hmmm, tapi kayanya bawa, tapi dimana aku simpan ya." Ucap Dimas yang masih mencari pakaian olahraganya yang belum saja ketemu.
"Dim, ayooo, cepat, nanti keburu siang." Teriak Pak Ismail dihalaman depan rumah.
"Waduh, Pak Ismail sudah manggil-manggil lagi, iya sebentar Pak, tunggu dulu, sebentar lagi ko." Jawab Dimas.
"Ah pake yang ada saja deh, bukan sekolah ini, haduuh kenapa aku dari tadi malah bingung, padahal bukan resmi, dasar aku ini." Ucap Dimas yang sedikit kesal kepada dirinya sendiri.
Dimaspun segera memakai pakaian yang ada dan segera kedepan menuju ke Pak Ismail.
"Maaf Pak Ismail hehe"
"Iya tidak apa-apa, ayoo kita jalan"

                          *********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang