Chapter 28

6 2 0
                                    

"Dimas..." Ucap Pak Ismail sambil menoleh kearah Dimas, pandangannya terkesan sangat sedih.
"Iya Pak Ismail." Jawab Dimas.
"Semalam anak Pak Ismail telpon, terus dia bilang, katanya dia akan membawa Pak Ismail untuk tinggal bersamanya dikota.

Mendengar Pak Ismail bicara seperti itu, Dimas termenung memperhatikan Pak Ismail sambil menganggukan kepalanya dengan perlahan.

"Oooh begitu ya Pak, berarti Pak Ismail sebentar lagi meninggalkan rumah ini." Tanya Dimas.
"Hmmm, sepertinya begitu, karena rumah ini juga akan dijual katanya, sebenarnya berat perasaan ini, namun dengan kondisi Pak Ismail yang semakin tua, mungkin ada baiknya juga." Ucap Pak Ismail.
"Hmmm, begitu ya Pak, hehe, mudah-mudahan ini adalah pilihan yang paling tepat hehe." Ucap Dimas sambil tersenyum, namun terkesan sedikit terpaksa.
"Aamiin." Ucap Pak Ismail.

Dimaspun termenung merasa sedikit bersedih didalam hatinya setelah mendengar ucapan Pak Ismail, karena hati dan perasaan Dimas yang sudah sangat nyaman dengan keadaan yang sekarang.

Kini Dimaspun harus berdiri dan berjalan sendiri kembali, terlebih Dimas yang begitu sangat berat menunggalkan kampung ini, karena secara hukum alam Dimaspun akan pergi untuk pulang, dan meninggalkan kekasihnya Hanifah.

"Kapan Pak Ismail pindahnya Pak?" Tanya Dimas.
"Anak Bapak sih bilang minggu ini, dia akan menjemput kesini katanya." Jawab Pak Ismail.
"Ooooh begitu ya." 
"Hehehe iya Dim."
"Oiya karangan puisi kamu sudah sampai mana?" Tanya Pak Ismail.
"Hmmm, sudah lumayan Pak hehe, lumayan banyak hehe."
"Waaah keren juga, mudah-mudahan suatu saat semua karangan puisi-puisi kamu bisa terbit dan membumi hehe, teruslah berkarya, untuk hal-hal yang indah bagi dirimu dan setiap orang, semangat!" Ucap Pak Ismail
"Hehehe, iya Pak siap!" Ucap Dimas yang sedikit memberikan wajah semangatnya.

Dimas merasa sedikit bersedih karena harus sesingkat ini berpisah dengan Pak Ismail, yang kian kini telah membuat dirinya merasa nyaman dan sedikit melupakan sebuah kepedihan dan penderitaannya yang selama ini ia tanggung.

Bersamaan dengan itu, hal yang sama menimpa Hanifah yang dengan terpaksa harus ikut dengan kedua orang tuanya pindah ke kota.

Namun disisi lain Dimas belum mengetahui hal ini.
Hari ini hari yang begitu sangat cerah, seperti biasa, ikatan bathin yang sudah tertanam kuat diantara Dimas dan Hanifah, tanpa berjanjipun kini mereka berdua bertemu di tempat pertama mereka berjumpa, dipesisir pantai pasir putih yang membentang luas samudra nan indah serta elok.

Terlihat seorang Dimas yang terduduk diatas batang pohon yang rindang, merenungkan sebuah nasibnya, Melihat kekasihnya murung dan mematung Hanifah langsung beranjak untuk menghampiri kekasihnya.

"Dimas....." Ucap Hanifah sambil menyentuh pundak Dimas dengan lembut.
Dimas menoleh kearah Hanifah seraya iapun berkata.
"Iya, kekasihku Hanifah." Ucapnya sambil memberikan sebuah senyuman yang terbalut kepedihan yang terlihat dari air matanya mengalir dipipinya.

Melihat hal itu Hanifah merasa kaget dan keheranan, ada hal apa yang menimpa Dimas.

"Dimas, kamu kenapa menangis?" Tanya Hanifah.
"Hehehe." Jawab Dimas hanya tersenyum.
"Jujur, kamu kenapa menangis?" Tanya Hanifah sekali lagi.
"Aku menangis karena inget kamu hehehe." Jawan Dimas sambil tersenyum.
"Lhoh, kenapa inget aku kamu jadi menangis, emangnya ada apa dengan diriku?" Ucap Hanifah sambil keheranan dan bertanya.

Dimas sedikit menutupi masalah yang sedang menimpanya, karena tidak mau diketahui hal yang akan ia lakukan.

"Aku menangis terharu dan bahagia, karena didunia ini masih ada kamu seorang perempuan yang cantik nan indah yang tulus mencintaiku." Ucap Dimas sambil memandang Hanifah tanpa sekejappun mengedipkan matanya.
Bola matanya tertuju simetris kearah wajah Hanifah, tatapanya yang begitu sangat indah menandakan ketulusan hati dan perasaannya.

"Hehehe, dasar kamu, bisa-bisanya merayuku hehe." Ucap Hanifah sambil tersenyum yang terlihat sedikit tersipu malu.

Senja sore ini begitu sangat indah, menari dengan awan yang terhembus angin, seperti dunia milik berdua, sang alam yang begitu memberi sebuah kehangatan dan ketentraman.

2 insan yang telah tersatukan didalam rasa, kini tengah asyik menikmati senja yang jingga.

"Dimas, aku mau bicara sesuatu kepadamu." Ucap Hanifah yang terlihat sedikit memperlihatkan wajah murung.
"Bicara apa?" Jawab Dimas.
"A...aku hari ini....." Ucap Hanifah yang begitu sangat ragu untuk mengungkapkan semua hal yang menimpanya.
"Hari ini kamu ulang tahun? Hehe." Ucap Dimas memotong pembicaraan Hanifah.

Hanifah terdiam sejenak, karena begitu sangat berart untuk mengungkapkannya, bahwa hari ini adalah hari terakhirnya untuk bisa berjumpa dan menikmati senja bersama Dimas kekasihnya.

"Aiiih, kenapa kamu kekasihku, bicaralah jangan ragu." Ucap Dimas sambil memegang tangan lembutnya Hanifah.
"Hari ini, adalah hari terakhir kita bertemu, hari terakhir pula kita bisa menikmati senja berdua ditempat ini." Ucap Hanifah, terlihat air mata yang keluar dari mata indahnya jatuh kebumi.

Mendengar Hanifah berbicara seperti itu, Dimas sedikit tidak begitu percaya, ia hanya menganggapnya sebuah canda.

"Hahaha, kamu pasti becanda kan Kekasihku?" Ucap Dimas sambil tertawa.
Hanifah tak menjawab, namun ia hanya menggelengkan kepalanya kekiri dan kekanan, bibirnya terdiam dan membisu.

"Lalu?" Tanya Dimas
"Aku serius Dimas." Jawab Hanifah
Saat mendengar kata serius yang keluar dari mulutnya Hanifah, Dimas merasa aneh dan keheranan, ia hanya menundukan pandangannya, tak mampu berkata apapun selain hanya terdiam dan membisu.

Air mata Hanifah yang kian kini mengalir begitu sangat derasnya, tertiup angin yang berhembus kearah Dimas.
Lalu seketika itu Dimas meluruskan kembali pandangannya dan menatap wajah Hanifah kekasihnya.

Dimaspun mengangkat kedua tangannya dan mengusap air mata yang bergelinang membasahi pipi Hanifah.

"Kamu jangan bersedih, aku tidak tau apa yang terjadi dan apa masalahnya, sekarang kamu berhentilah dalam tangismu, dan ceritakan semua keluh kesahmu kepadaku, apapun itu, aku akan menampung semua beban yang sekarang kamu tanggung." Ucap Dimas seraya ia menguatkan Hanifah sambil mengusap air mata yang membasahi pipi Hanifah.

Hanifahpun menganggukan keoalanya keatas dan kebawah.

"Iya Dimas, terimakasih."
"Sekarang kamu tenangkan dulu keadaanmu, duduklah diatas batang pohon ini."

Dimas dan Hanifahpun terduduk diatas batang pohon yang melengkung, pandangan keduanya memandang lepas kedepan.

Memandang samudra biru yang membentang begitu sangat luasnya, sangat indah dan elok terhiasi sinar senja yang berwarna jingga.

"Kekasihku, ada apa dan masalah apa yang menimpamu?" Ucap Dimas sambil menoleh memandang Hanifah.
"Aku harus pindah ikut bersama kedua orang tuaku, namun aku tidak bisa menunggalkan desa ini dan kamu yang sudah melekat dihatiku, aku berpikir, jika aku pindah, aku tidak akan bisa berjumpa menemuinu ditempat yang indah ini, hati dan perasaanku sangat begitu tergores, aku enggak bisa jauh dan meninggalkanmu Dimas, aku begitu sangat mencintai dan menyayangi kamu." Ucap Hanifah sambil menoleh kearah Dimas, pandangannya begitu sangat tulus, terlihat dan terpancar yang keluar dari raut lukisan wajahnya, tersambungkan dari lubuk hati yang paling dalam.

**********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang