Chapter 22

8 7 0
                                    

"Kayanya, aku harus mengirimi Hanifah surat, karena sore ini, aku dengan Hanifah gagal untuk bertemu dipesisir pantai pasir putih."

Hati dan perasaan Dimas sedikit kecewa, karena harapan untuk bisa bertemu lagi gagal karena sore ini hujan begitu derasnya, Dimas hanya berdiam diri didalam kamar. Terbesit memikirkan sesuatu bagaimana caranya agar Dimas bisa mengirimi Hanifah surat.

Tepat jam 17.00 Dimas mengambil buku deary dan penanya, dia segera menuliskan surat untuk dikirim ke Hanifah.

Assalamu'alaikum.....
Hanifah, hari ini kita gagal untuk berjumpa kembali di pesisir pantai pasir putih, karena hujan turun kebuni begitu derasnya....
Tadinya, aku sudah merasa sangat bahagia bisa berjumpa kembali dengan kamu, tetapi keadaan yang mungkin sedikit menghalangi untuk itu.
Sore ini, aku hanya bisa berimajinasi serta berkhayal, mengisi sebuah pikiran yang sedikit merasa kosong.
Rintik hujan yang sedikit menyebalkan, tapi membuat suasana rindu ini jadi kenyataan.
Hanifah, sedang apakah kau disana.
Kalau disini, aku sedang rindu akan kehadiranmu hehehe.....
Aku harap, kamu juga sama....
Oiya, minggu depan aku pengen ngajakin kamu jalan-jalan disore hari, keliling ke pesisir pantai naik sepeda ontelku.
Gimana, Hanifah mau kah....?

Dariku Dimas.....

Dimaspun selesai menulis surat untuk Hanifah, ia akan segera mengirim surat itu kepada Hanifah.
"Mungkin nanti malam, aku kirim surat ini kerumahnya, tapi bagaimana juga ya caranya"
Ucap Dimas didalam hati.
Dimas sedikit merasa bingung harus bagaimana supaya surat itu bisa sampai ketangannya Hanifah.
"Berpikir, berfikir," ucapnya sambil merasa masih kebingungan.
"Ooooh, iya, mungkin aku lepar saja kedepan pintu rumahnya, karena setiap pagi Hanifah kan suka bersih-bersih dihalaman rumah, mudah-mudahan dia bisa menemukannya." Ucap Dimas.

Tak terasa sorepun telah berganti malam, hujan yang masih saja belum reda sempurna, Dimas yang masih terdiam duduk diatas kasur, melihat kearah luar jendela, masih memastikan akankah hujan malam ini juga reda, karena dalam hatinya, ia ingin segera mengirim surat itu kepada Hanifah.

"Hmmm, hujan belum saja reda, jika saja belum reda, aku tetap harus mengirim surat ini kepada Hanifah, apapun yang terjadi." Ucap Dimas sambil memandang kearah luar jendela, dengan wahah yang menandakan penuh harapan.

Disisi lain Hanifah merasakan hal yang sama, ia hanya bisa merebahkan tubuhnya, dengan sedikit harapan, akankah ada surat balasan dari Dimas.
"Sore ini, aku tidak jadi bertemu dengan Dimas, lelaki puisi itu, hmmm." Ucap Hanifah dengan sedikit rasa kecewa.
"Sedikit ada rasa kecewa, tapi kenapa aku ko tiba-tiba rindu, padahal aku bukan siapa-siapa dia, lagian tidak ada untungnya juga aku rindu kepadanya." Ucap Hanifah sambil memeluk guling.

Dengan rasa sedikit yang mengganggu, karena ada sedikit rindu yang tumbul didalam hatinya, tapi sedikit menyebalkan juga untuk Hanifah, dan aneh.

"Aaahh, daripada aku kepikiran terus dengan hal yang menyebalkan ini, lebih baik aku tidur saja." Ucap Hanifah sambil mencoba menejamkan matanya untuk segera tidur.

"Dim, mau kemana, malam begini?" Tanya Pak Ismail.
"Dimas, mau keluar dulu sebentar Pak Ismail." Jawab Dimas sambil berjalan kearah pintu depan rumah.
"Oooh, iya hati-hati, jangan terlalu malam ya pulangnya Dim."
"Iya Pak Ismail, sebentar ko, Dimas pergi dulu ya Pak Ismail."
"Iyaa Dim."
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"

Dimaspun berjalan menuju kerumah Hanifah, untuk mengirimkan surat kepada Hanifah, gerimis hujan yang masih turun membasahi kepala Dimas, tidak membuat Dimas berhenti, Dimas terus berjalan.

Sesampainya didepan gerbang rumah Hanifah, Dimas masih bingung harus bagaimana memberikan surat ini kepada Hanifah.

"Bagaimana yaa, aku bingung harus bagaimana supaya surat ini sampai ketangan Hanifah." Ucap Dimas sambil kebingungan memikirkan cara untuk bisa memberikan surat itu.

Dimas merasa masih bingung, karena jika memanggil Hanifah, Dimas takut orang tuanya yang keluar, tidak henti berpikir mencari cara agar surat yang ia tulis sampai ketangan perempuan yang dicintainya.

"Hmmm, gerimis masih belum reda lagi, malam sudah tampak larut, mungkin aku harus melemparkan saja surat ini kedepan pintu rumahnya, mudah-mudahan saja besok pagi, orang pertama yang membuka pintu Hanifah." Ucap Dimas sambil berdiri didepan gerbang rumah Hanifah, dengan sedikit kelimis rambut yang mulai terbasahi gerimis hujan yang turun.

Tak lama kemudian Dimaspun menggulungkan suratnya, dan melemparkan surat itu.
"1,2,3." Ucap Dimas sambil melemparkan suratnya, tepat didepan pintu rumah Hanifah, tergeletak jatuh di bawah lantai.

Malam tampak semakin larut, udara dingin yang mulai terasa, menyelimuti tubuh Dimas, tak lama kemudian Dimaspun beranjak melangkahkan kakinya untuk segera pulang, dengan sedikit harapan didalam hatinya, bahwa jika esok pagi telah tiba, Hanifah bisa menemukan surat itu dan membacanya.

Toktoktok.....Toktoktok.....
Dimas mengetuk pintu rumah Pak Ismail.
"Assalamu'alaiku....."
"Wa'alaikumussalam..." Jawab Pak Ismail sambil membukakan pintu.
"Sudah darimana Dim, hujan hujanan?" Tanya Pak Ismail.
Dimas tersenyum.
"Sudah dari depan Pak hehehe"
"Oooh, begitu, ya sudah Pak Ismail mau tidur duluan ya Dim."
"Iya Pak."

Pak Ismailpun beranjak melangkahkan kakinya menuju kamar untuk segera tidur, diikuti dengan Dimas yang juga segera beranjak melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar.

"Hari ini adalah hari yang sedikit membuatku merasa sedih, karena tidak bisa ketemu Hanifah." Ucap Dimas sambil terduduk diatas kasur.
"Astagfirullah, aku lupa...."
Ucap Dimas sambil menepuk keningnya.
"Sudah beberapa hari aku tidak mengabari Rendi, hmmmm, apa mungkin malam ini aku telpon saja Rendi ya, tapi, aku bingung, Pak Ismail sudah tidur juga kayanya." Ucap Dimas.
"Mungkin besok pagi saja deh, biar enak menelponnya kalau sudah izin sama Pak Ismail untuk meminjam telpon rumahnya."

Dimaspun segera merebahkan tubuhnya diatas kasur, karena belum merasa ngantuk, Dimas hanya mampu memandang keatas langit kamarnya, menahan sebuah kerinduan kepada Rendi Adiknya, rasa rindu yang kian kini membalutnya kembali, serta rasa khawatir yang membalut hati serta perasaanya akan kehidupan Rendi yang jauh disana.

"Hmmm, bagaimana kabarmu disana Ren." Ucap Dimas didalam hatinya, sambil memandang keatas langit kamarnya.
"Semoga saja kamu disana baik-baik saja, Kaka disini hanya bisa mendo'akan kamu, supaya kamu disana baik-baik saja Ren, dan kelak suatu hari nanti kita akan bertemu kembali dalam keadaan sukses membuat Ayah dan Ibu bangga kepada kita sebagai anak mereka." Ucap Dimas didalam hatinya dengan dibarengi tetesan air mata yang keluar dari pelupuk matanya yang mengalir begitu sangat perlahan membasahi pipinya.

Tak terasa kini malam yang semakin tampak larut serta udara yang semakin terasa dingin ditubuh, suara jangkrik yang sudah mulai terdengar bersahutan berjeda, Dimas yang masih setia akan pandangannya keatas langit kamar, yang dibalut dengan rasa rindu yang sangat menggebu kepada Rendi Adik tercintanya, kini Dimaspun sudah mulai merasakan rasa ngantuk.
Tak lama kemudian Dimaspun segera memejamkan matanya untuk segera tidur.

                         **********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang