Chapter 11

14 10 0
                                    

Pagi hari telah tiba, secangkir teh hangat menghiasi dan menemani seorang Dimas yang hendak bersiap untuk segera memulai perjalanannya mencari seseorang yang bernama Ismail, seorang seniman dan sastrawan hebat.

"Huh, cape juga, barang-barang yang sudah siap itu dibawa, sepeda ontelku sudah siap menunggu tuannya menunggangi..." ucap Dimas dengan nada yang sedikit gembira dan semangat.

Dimaspun segera menutup pintu rumahnya dan menguncinya, dan memulai memakai sepatunya untuk segera bergegas berpetualang mengarungi dunia.

Dimaspun beranjak melangkahkan kakinya menuju sepeda ontel yang siap menemaninya berkelana menjelajahi dunia, lalau iapun naik sepeda ontel itu, seketika sebelum mengatuh sepedanya untuk berjalan, Dimas memandang kembali rumahnya dan iapun berkata dengan penuh janji.

"Hey rumah tuaku, aku pamit sejenak untuk mencari jati diriku, suatu saat nanti jika aku kembali kesini, aku janji akan memperbaiku seperti dulu dirimu megah seperti istana Raja dan Ratu hehehe..... sampai jumpa, sampai bertemu dilain waktu rumah tuaku."

Dimaspun beranjak dan mulai mengayuh sepedenya dengan hati yang tenang serta dihiasi udara sejuk pedesaan dipagi hari yang cerah nan indah, dengan sedikit harapan jika nanti Dimas dan Rendi kembali kerumahnya, keadaan Desa ini masih asri, sejuk nan indah seperti sekarang ini.

Jarak yang lumayan sangat jauh ditempuh, 125 km dari rumahnya menuju Desa katuncar yang berada di pesisir pantai pasir putih, Walaupun begitu jauh, tetapi tidak menurunkan semangat seorang anak muda yang bernama Dimas untuk menaklukannya demi sebuah cita-cita dan pengalaman hidupnya semasa didunia, Perlahan Dimas terus menerus mengatuh sepedahnya dengan begitu tenang, tepat di jam 1 siang Dimas terhenti sejenak karena perlu istirahat, Dimaspun berhenti di warung es kelapa muda Mang adin yang terpampang namanya di pinggir jalan.

"Waah, boleh juga deh saya beristirahat dulu disini, minum es kelapa di siang hari begini enak kayanya.
Mang.... Es kelapanya saya pesan satu ya...."
"Oiyaa baik Mas, ditunggu sebentar ya..."
"Iya Mang"

Sembari menunggu es kelapanya selesai dan siap di minum, Dimas kembali membaca buku puisi karangan Ayahnya yang kini menjadi sebuah candu untuk selalu membacanya, terlebih karena kalimat-kalimat setiap bait puisinya mengandung makna yang sangat dalam dan indah, es kelapapun sudah siap disajikan dan siap untuk diminum menjadi penyegar disiang hari yang terik.

"Mas, ini es kelapanya sudah siap"
"Waaah mantap kayanya nih, hehe terumakasih Mang hehe"
Dimaspun meminup es kelapa itu.
"Aaghhhhh, segar sekaliiiiiii....." kata Dimas sambil menggelengkan kepalanya merasakan kesegeran yang tiada tara, seperti hujan datang tepat pada waktunya.
"Eh mas darimana dan mau kemana?" tanya Mang Adin tulang es kelapa itu kepada Dimas.
"Oooh, saya mau ke Desa katuncar mang, emangnya kenapa?"
"Ooooh," Mang Adin menganggukan kepalanya dengan perlahan naik turun karena aneh, bahwa Desa katuncar itu sangat lumayan jauh. "Jauh sekali tujuan kamu wahai anak muda, mau kesiapa kesana ?
"Hmmm jauh memang hehe, aku mau kerumah Pak Ismail, Mang Adin tukang es kelapa muda hehe"
"Ooooh ke Pak Ismail" jawab Mang Adin dengan kaget, karena Pak Ismail adalah sodaranya yang di Desa katuncar.
"Iya Mang, terus kenapa mang, ko Mang Adin  seperti kaget begitu, ada yang aneh yah?" tanya Dimas
"Hmmm, Pak Ismail itu sodara saya di Desa Katuncar, beliau adalah seorang Seniman dan Sastrawan yang hebat dizamannya, oiya kamu mau ngapain kesana?" tanya Mang Adin.
"Hemmm, saya mau belajar tentang ilmu Sastra dan Seni serta ilmu-ilmu Agama kepada beliau"
"Ooohh begitu ya, eh nama kamu teh siapa hehe, Mang Adin enggak sempat berkenalan, tau-tau kamu sudah kenal nama saya hehe"
"Ooh hehe, kenalin nama saya Dimas Mang hehe, aku kenal nama Mang Adin kan disitu di depan tuh ada tulisannya pake huruf besar semua 'ES KELAPA MUDA MANG ADIN' hehe.."
"Oh begitu ya, oke baik Dimas, mau saya antar kerumah Pak Ismail tidak?"
"Waaah, boleh juga tuh Mang Adin, mohon antarkan saya hehe" Dimas merasa sangat senang karena mendapatkan petunjuk yang benar dengan bertemunya dengan Mang Adin yang ternyata saudaranya Pak Ismail.
"Tapi, Mang Adin belum bisa antar untuk hari ini, paling besok lusa, kita kesana, sekalian Mang Adin juga mau pulang kampung sebentar, sudah lama tidak menengok kesana, gimana kalau begitu?"
"Ohh begitu ya Mang Adin, tidak masalah ko mang hehe"
"Iyaa baik, kalau begitu kamu sekarang tinggal dulu sama Mang Adin dikontrakan Mang Adin, gimana?"
"Yaaudah baiklah Mang Adin, sebelumnya terimakasih banyak mang Adin mau antar saya hehe, eh ngomong-ngomong es kelapa saya belum dibayar, berapa harganya Mang?"
"Yaelah, sudahlah lupain saja, itu pemberian Mang Adin sebagai tanda pengenalan hehe.."
"Yaampun Mang Adin, ko baik amat hehe, saya enggak enak, saya bayar saja, berapa?"
"Haduuuh, sudah tidak usah, santai saja hehe"
"Okelah kalau begitu, terimakasih banyak Mang hehe"

Telah tiba di penghujung hari, Dimas yang segera bergegas dengan Mang Adin untuk pulang kerumah kontrakan Mang Adin yang tidak jauh dari tempatnya berdagang mengais rezeki.

Dalam hati Dimas merasa nyaman dan tenang, seakan jalan menuju kepada cita-cita nya berjalan dengan lancar, karena bertemu dengan orang-orang disekitarnya yang baik hati serta ramah terhadapnya. Tak lama kemudian Dimas dan Mang Adinpun sampai di rumah kontrakannya Mang Adin, tepat jam 18.00 suara adzan yang terdengar berkumandang dari arah barat, Dimas dan Mang Adin pun segera bergegas untuk melaksanakan kewajibannya.(Sembahmyang)

Seperti biasa selepas Sembahyang Dimas selalu membaca ayat-ayat suci Alquran, terdengar merdu suara bacaan-bacaan ayat-ayat suci Alquran yang Dimas baca, membuat Mang Adin takjub dan merasa beruntung bisa kenal dengan anak muda seperti Dimas. Selepas membaca Alquran Dimaspun segera beranjak untuk mencari udara dingin di depan rumah kontrakan Mang Adin.

"Mas, Dimas kamu dimana?"
"Saya lagi diteras depan Mang Adin"
"Sedang apa kamu disana, dingin begini"
"Dimas sedang mencari udara dingin hehe, sembari mencari sebuah imajinasi yang akan Dimas tuangkan dalam tulisan" jawab Dimas dengan penuh pengkhayatan seakan akan dirinya seorang sastrawan.
"Oooh begitu ya, Mang Adin sebentar lagi kesana"
"Oke Mang Adin"

Mang Adinpun beranjak pergi menemui Dimas dengan dua cangkir kopi, satu ditangan kananya dan satu ditangan kirinya, untuk menemani malamnya lebih berarti dan dinikmati bersama teman yang baru ia kenal.

"Waduuuh, dasar anak muda, ini Mang Adin bawain kopi hitam asli buatan Indonesia, masih panas, tapi enaaaaak"
"Waaaah Mang Adin tau aja hehe, cocok ini Mang Adin, kopi hitam pake gula sedikit weeenak tenang hehe"
"Hahaha kamu bisa aja, dasar hehe"

**********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang