Chapter 12

12 9 0
                                    

"Hahaha kamu bisa saja, dasar hehe"
"Hahaha, Mang Adin sudah berapa lama berjualan es kelapa didaerah sini?"
"Yaaaa lumayan, sudah hampir 3 tahun Mang Adin berjual es kelapa disini hehe, kenapa emangnya?"
"Ohhh enggak ko Mang, hehe berarti sudah lumayan lama juga ya, eh kenapa mang Adin jualannya disini, enggak didaerah kampung halaman Mang Adin, padahal lebih enak terus dekat dengan pantai hehe" tanya Dimas dengan rasa heran memandang wajah Mang Adin.
"Hahaha, ya pengen saja sih Dimas, mencari warna baru dan peluang baru hehe, karena disanapun Ayah sama Ibu Mang Adin jualan es kelapa sama gado-gado hehe"
"Oh begitu ya Mang hehe"
"Iyaaa, eh ngomong-ngomong rumah kamu didaerah mana?"
"Saya tinggal di Desa Sawah indah"
"Oooh, lumayan juga ya jauh hehe, eh Mang Adin juga kenal seorang Sastrawan dan Seniman disana, tapi beliau sudah meninggal. Namanya Pak Edi Wicaksono, Dimas pasti kenal deh"
"Waaaah Mang Adin kenal juga ya, itu kan Almarhum Ayah saya Mang Adin hehe"
"Waaaah yang benar saja Dimas?"
"Iyaaa, benar Mang Adin, memangnya kenapa?"
"Waaah keren kamu Dim, tidak nyangka bahwa saya bisa bertemu dengan anak beliau, seorang Seniman Dan Sastrawan sejati serta hebat dizamannya"
"Mang Adin kenal betul sama Ayah saya?"
"Tentu saja, karya-karya beliau luarbiasa dikenal dan bertabur dimana mana, Mang Adin juga kagum serta takjub akan kehebatan beliau" kata Mang Adin dengan penuh kebahagiaan memandang Dimas yang kini anak seorang Seniman dan Sastrawan sejati serta hebat pada zamannya.
"Ooooh begitu ya, Ayahku memang hebat, berbeda denganku hehe"
"Waaah jangan begitu Dimas, kamu pasti bisa seperti Ayahmu, karena Pak Ismail juga dulu belajar dan berteman baik dengan Ayahmu, maka jika kamu belajar pada Pak Ismail, pasti Pak Ismail juga senang sekali dan pasti akan membimbing kamu, sebagaimana dahulu Ayah kamu yang membimbing Pak Ismail sehingga dapat menjadi seperti itu"
"Oooh begitu ya, mudah-mudahan, Aamiin" jawab Dimas dengan penuh kebahagiaan dan harapan yang semakin terlihat didepan matanya.
"Ngomong-ngomong sudah larut malam juga nih, sebaiknya kita tidur sekarang, Karena besok kan kita berangkat ke Desa Katuncar" kata Mang Adin yang mulai merasa kantuk yang memperlihatkan uapan uapannya.
"Oiyaa baik kalau begitu Mang Adin"

Malam yang tampak semakin larut, serta udara yang mulai sangat dingin terasa masuk kedalam lubang pori-poro kulit, Dimas dan Mang Adinpun menyudahi perbincangan dimalam harinya, dan beranjak masuk kedalam rumah untuk segera tidur dan beristirahat dengan nyenyak.

"Dimas, kamu tidurnya dikamar Mang Adin saja ya, biar mang Adin yang ruangan tengah rumah"
"Yah, jangan begitu Mang, tidak enak, Masa pribumi tidur di tengah rumah, biar Dimas yang tidur di tengah rumah saja, Mang Adin di dalam kamar, tenang hehe"
"Hmmm, sudah kamu saja yang didalam ya, titik pokoknya hehe"
"Tapi Mang...."
"Sudah tidak ada tapi-tapian, Mang Adin mau tidur disini saja, selamat tidur dan beristirahat"
"Yaaaah, baiklah kalau begitu, selamat tidur dan beristirahat juga Mang Adin"

Dimas dan Mang Adinpun tidur dan beristirahat dengan nyenyak, mengumpulkan dan menyiapkan tenaga untuk esok pagi melanjutkan perjalanan yang panjang dan sangat jauh, Karena baru 1/4 perjalanan yang Dimas tempuh untuk sampai ke Desa Katuncar.

"Dudududu, Udara dipagi hari yang sejuk enak untuk dihirup, euuumh nikmatnya." Kata Dimas sambil bernyanyi yang asyik menghirup udara yang sangat sejuk di depan teras rumah kontrakan Mang Adin.

Disisi lain, Mang Adin yang masih terlihat sibuk menyiapkan perlengkapannya untuk dibawa pulang kekampung halaman rumahnya di Desa Katuncar.

"Mang, Mang Adin, apakah sudah untuk kita berangkat?"
"Tunggu sebentar Dim, Mang Adin lagi beres-beres dulu, sedikit lagi juga beres ko"
"Oke siap Mang"

Dimaspun mulai menggantungkan barang bawaannya kesepedah ontel milikya, segera bergegas memakai sepatu dan lain-lain untuk segera stanby menunggu Mang Adin yang sebentar lagi siap untuk berangkat.

Tidak lama kemudian, Mang Adinpun keluar rumah dengan membawa barang yang akan dibawa ia pulang kampung, dan menggantungkannya pula ke sepeda ontel yang Mang Adin milikki.

"Waah Mang sudah siap?" Kata Dimas dengan penuh rasa kebahagiaan, karena akan segera memulai menempuh perjalanan menuju ke kediaman Pak Ismail.
"Sudah dong, ayoo kita berangkat"
"Baik Mang Adin, kita ayuh sepeda kita, dan menempuh perjalan perualangan menuju Desa Katuncar, berangkaaaat"

Tepat pulul 08.00 Dimas dan Mang Adin berangkat melakukan perjalanan menuju Desa Katuncar dengan menunggangi sepeda ontel tua yang antik, kurang lebih 75km lagi jarak yang akan Dimas dan Mang Adin tempuh, jika dihitung dengan mengendarai sepeda motor atau mobil odong-odong, mungkin memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit, tetapi mereka berdua menempuh jarak yang lumayan sangat jauh ini, hanya dengan mengendarai sebuah sepeda ontel yang mungkin akan sedikit lebih lama untuk sampai kesana.

Dimas dan Mang Adinpun dengan terus mengayuh sepeda ontelnya, sembari menikmati indahnya suasana kampung-kampung  yang mereka lewati, pepohonan besar dan tinggi yang berjajar dipinggir jalan, serta hamparan permadani hijau yang sangat membentang luas nan indah. Rasa lelah yang sedikit terobati, ditambah dengan semilir angin yang berhembus kencang membuat mereka menjadi segar dan bersemangat ingin segera sampai ketujuan.

"Mang, Mang Adin masih jauh tidak jaraknya?"
"Lumayan, kenapa, cape ?"
"Oooh iya Mang, tidak, Dimas belum merasa cape, Mang Adin sendiri gimana, cape?"
"Ya tentu tidak dong hehe, lagian sebentar lagi akan nampak pesisir pantai pasir putih yang indah nan luas"
"Waaaah, baik kalau begitu kita harus segera cepat-cepat hehe...." Dimas yang semakin bersemangat ingin segera sampai kepesisir pantai pasir putih yang Indah nan luas, membuat rasa cape dan keringat hilang begitu saja, karena rasa penasaran dan harapan yang sudah terlihat didepan mata.

Dimas dan Mang Adinpun terus mengatuh sepedanya dengan semangat dan rasa gembira, 4 jam telah berlalu, tepat pulul 12.00 siang merekapun telah sampai kepesisir pantai pasir putih yang indah nan luas, mereka berduapun berhenti sejenak dibawah pohon yang rindang, melihat keindahan yang Tuhan curahkan kepada alam semesta, air yang jernih dan pasir putih yang lembut, serta pohon kelapa yang menari nari terhembus oleh angin yang kencang.
Dimas dan Mang Adinpun beristirahat sejenak dan meminum es kelapa yang Mang Adin bekal.

"Subhanallah, luarbiasa wahai engakau ya Rabb" berkata dalam hatinya Dimas mengucap kalimat-kalimat suci teruntuk Tuhan yang telah mencurahkan segala keindahannya kepada alam semesta yang sedang dipandang oleh Dimas.

"Dim, ini es kelapa, diminum dulu supaya segar kembali"
"Oke Mang Adin, terimakasih hehe"
"Bagaimana?" Tanya Mang Adin
"Enak segar es kelapa, disiang hari begini Mang Adin hehe"
"Hmmm, bukan itu, bagaimana Desa ini indah kan, lautan yang membentang luas dengan dihiasi pesisir pantai yang bersih nan indah"
"Sangat menakjubkan Mang Adin, Dimas pasti senang dan betah tinggal disini dan belajar disini"
"Hehehe, apalagi nanti banyak perempuan-perempuan cantik Dimas, di Desa ini perempuannya cantik-cantik dan berakhlak baik"
"Waaaah, Mang Adin, bisa saja hehe, tapi boleh juga hehe, oiya Mang Adin, jarak dari sini, kerumahnya Pak Ismail masih jauh kah?"
"Hahaha, kamu juga suka kan kalau perempuan cantik haha, sebentar lagi sampe, tinggal 2 km lagi kita sampe kerumah Pak Ismail"
"Oiyaaaa Mang Adin"
"Kalau begitu, yu kita berangkat lagi, Mang Adin ingin segera sampai juga sudah lumayan terasa gerah nih"
"Baiklah kalau begitu Mang Adin, let's goooo"
Mereka berduapun melanjutkan perjalanannya menuju rumah Pak Ismail.

**********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang