Chapter 29

1 1 0
                                    

Mendengar Hanifah berucap akan meninggalkan Desa ini, membuat hati dan perasaan Dimas seperti tersembelih.

Namun jikalau Hanifah tidak meninggalkan Desa ini, Dimas tetap saja akan meninggalkan Desa ini karena Pak Ismail yang akan pindah ke kota tinggal bersama anak-anaknya.

Kini perasaan Dimas semakin terpukul, selain harus berpisah dengan Pak Ismail yang sudah dianggap olehmya seorang Ayah, Dimaspun harus berpisah pula dengan Hanifah kekasih tercintanya.

Dimas hanya mematung terdiam menatap wajah indah kekasihnya, lalu Dimaspun tersenyum sedikit menguatkan hati dan perasaannya serta menguatkan Hanifah kekasihnya.

Air matanta kini mulai keluar, mengalir membasahi pipinya dan jaruh kepermukaan bumi.

Hembusan angin dan sinar senja tampak menghiasi kesedihan kedua insan yang tersatukan, namun kini harus terpisahkan karena jarak dan waktu yang akan menerpanya nanti.

"Dimas...." Ucap Hanifah.
"Iya hehe." Jawab Dimas sedikit terdengar tegar.
"Aku ingin tetap dekat denganmu dan menikmati hari-hari denganmu, tanpa batas dan waktu, hik...hik....hik." Ucap Hanifah sambil menangis.

Tak menunggu lama, Dimas langsung menggenggam erat tangan Hanifah.
"Apapun yang kamu mau, aku akan turuti, jika suatu saat nanti telah tiba, Tuhan akan mentatukan kita kembali, aku yakin itu dan kamupun harus yakin itu, aku sangat mencintaimu dan sangat pula menyayangimu, Hanifah kekasihku." Ucap Dimas sambil menatap wajah indah Hanifah tanpa henti.
Hanifah terdiam dan membisu mendengar ucapan Dimas, ia hanya menganggukan kepalanya keatas dan kebawah.

"Hanifah, kekasihku, hari ini mungkin adalah hari pertemuan kita ditempat ini, tempat yang begitu luas nan indah, yang terhiasi lautan biru serta senja yang begitu menakjubkan disore hari, walaupun raga kita terpisahkan oleh jarak dan waktu, tapi aku akan berjanji kepadamu." Ucap Dimas yang masih setia akan pandangannya menatap indah wajahnya Hanifah, air matanya mengalir semakin deras.

Kembali Hanifah menatap wajah Dimas yang begitu serius dan tercemari dengan linangan air mata.

"Iya Dimas, kamu akan berjanji apa untuk kita?" Tanya Hanifah.
"Aku akan selalu mencintai dan menyayangimu didalam bayangan, dan aku berjanji kepadamu hari ini, disaksikan Tuhan dan semesta, bahwa aku akan selalu memegang teguh janji yang telah terucap, walaupun raga kita harus terpisah tetapi tidak untuk cintaku kepadamu Hanifah, aku telah rela jatuh kejurang dan berlabuh didalam hatimu, aku mencintaimu haru ini dan selamanya." Ucap Dimas yang kian terlihat tajam menatap wajah Hanifah dan bersungguh sungguh tanpa ragu berucap janji.

Mendengar dan melihat Dimas berucap janji serta dengan penuh keteguhan dan ketulusan membuat hati dan perasaan Hanifah begitu sangat tentram.

"Semua janji yang telah kamu ucapkan
Kepadaku, telah membuatku kuat dan teguh untuk selalu setia, serta percaya akan keindahan disuatu saat nanti yang akan berlabuh singgah didekapan kita, hati dan perasaanku sama sepertiku, akupun akan berjanji dan memegang teguh janjiku dan janji kita, aku akan selalu mencintaimu dan menyayangimu, tidak ada kata yang lain selain itu, karena bagiku dan mungkin bagimu juga kata itulah yang menjadi penghubung kita, walaupun mungkin jarak dan waktu yang memisahkan kita, namun hanya satu kata cinta, sekali lagi aku ucapkan dan tidak akan ku tarik kata-kata itu kembali, aku Hanifah, hari ini pukul 17.30 akan setia mencintai kamu untuk saat ini dan selamanya." Ucap Hanifah sambil memeluk dengat erat Dimas, tetesan air mata yang berlinang dari keduanya, menghiasi suka dan duka diantara keduanya, janji suci yang tercipta diatas ruang dan waktu.

Dimas sedikit kaget dan tidak menyangka, karena hari ini tepat dipukul 17.30 ia merasakan hangatnya sebuah pelukan dari seorang wanita yang sangat ia cintai dan sayangi.

Begitu sangat indah, perasaan kedua insan yang tersatukan, Tuhan mungkin memberi sebuah ujian untuk keduanya, menguatkan sebuah cinta dan kasih sayang diantara keduanya, sampai suatu saat perpisahan ini telah selesai.

Sinar senja yang kian kini sedikit demi sedikit telah menghilang, bersamaan dengan itu, Dimas dan Hanifahpun segera beranjak melangkahkan kakinya untuk segera pulang.

Sesampainya didepan gerbang rumah Hanifah, bagi keduanya mungkin gerbang ini adalah gerbang perpisahan sementara.

"Dimas, aku pamit masuk kedalam rumah ya, maaf tidak bisa berlana-lama." Ucap Hanifah yang kembali menggengam tangan Dimas.
"Iya Kekasihku Hanifah, sampai jumpa dan sampai bertemu kembali dihari nanti, dimana kita berdua akan sama-sama saling bersama, berbagi sebuah kehangatan dan sebuah keindahan." Ucap Dimas sambil menatap dengan begitu tajam dan rapih bola mata Hanifah.
"Iyaaa...." Ucap Hanifah sambil perlahan melepaskan genggamannya.
"Assalamualaikum." Ucap Dimas
"Jawab jangan?" Tanya Hanifah sedikit bercanda.
"Hehe jangan ya hehe" ucap Dimas sambil tersenyum.
"Yehhh, kenapa?" Tanya Hanifah.
"Nanti jawabnya pas kita berjumpa kembali ya hehe." Ucap Dimas sambil tersenyum.
"Yaaah buat apa coba." Tanya Hanifah sedikit keheranan.
"Suatu saat nanti kamu akan mengetahuinya, tunggu saja sampai pertemuan kita tiba." Ucap Dimas.
"Yasudah aku masuk dulu ya." Ucap Hanifah sambil membuka pintu gerbang rumahnya.
"Hehehe, iya..." Ucap Dimas yang tidak pernah henti melepaskan pandanfannya terhadap Hanifah.
"Iya hati-hati sayang." Ucap Hanifah.
"Iya...... kekasihku hehe." Ucap Dimas sambil tersenyum.

Hanifahpun beranjak melangkahkan kakinya menuju rumah, bersamaan dengan itu Dimas tak henti memandang kekasihnya yang berjalan perlahan dan masuk kerumah, lalu menghilang.

Dimaspun segera beranjak untuk segera pulang kerumah Pak Ismail.

"Assalamu'alaikum." Ucap Dimas.
"Wa'alaikumussalam." Jawab Pak Ismail sambil membukakan pintu rumahnya.
"Hmm Dimas darimana saja, ini sudah malam, Pak Ismail dari tadi nyari." Ucap Pak Ismail yang terlihat begitu sedikit cemas.
"Hehe maaf Pak Ismail, barusan Dimas habis dari pesisir pantai, seperti biasa menghabiskan senja hari, hehe." Ucap Dimas sambil tersenyum.
"Oooh begitu ya hehe, oiya Dim, segera makan malam yah, Pak Ismail tadi sudah masakin." Ucap Pak Ismail dengan begitu sangat lembut terdengar ditelinga Dimas.
"Hehe iya Pak baik, kalau soal makan selalu siap siaga hehe, makasih ya Pak." Ucap Dimas sambil beranjak kedapur.
"Hehehe."

Dimaspun segera menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh Pak Ismail.
Bersamaan dengan itu, Pak Ismail yang siap-siap untuk membungkus hadiah oleh-oleh untuk Dimas.

"Alhamdulillah kenyaaaang hehe." Ucap Dimas sambil mengusap-usap perutnya.

Tak lama kemudian Pak Ismail memanggil Dimas.

"Dim, Dimas...." seru Pak Ismail.
"Iya Pak Ismail." Ucap Dimas sambil beranjak menemui Pak Ismail di depan teras rumah.
"Sini Dim duduk dulu, Pak Ismail mau kasih kamu hadiah, sebagai kenang-kenangan juga dari Pak Ismail untuk Dimas hehe." Ucap Pak Ismail sambil tersenyum.
"Waaah hadiah? Waaah makasih banyak Pak hehe, tapi hadiahnya apa Pak." Tanya Dimas.

Lalu Pak Ismail memutarkan bola matanya dan menunjuk kan bola matanya kearah bingkisan yang tergeletak diatas meja.

"Waaah ini pasti keren hehe." Ucap Dimas sambil memegang bingkisan tersebut.
"Hehehe mungkin, tapi tidak mewah dan mahal hehe, namun menerut Pak Ismail akan berguna disuatu hari nanti, dan bahkan kamu akan memakainya setiap hari hehe." Ucap Pak Ismail.
"Waaah, Dimas buka sekarang saja deh, hehe penasaran nih.
"Ettt jangan dulu, nanti saja bukanya kalau kamu sudah sampai dirumahmu ya hehe." Ucap Pak Ismail.
"Hmmm, iya deh Pak Ismail hehe."

**********

Kupu-KupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang