Ponsel Allen berdering, ia pun segera meraih ponselnya.
Ia langsung menjawab setelah melihat nama Ibu terpampang di layar ponselnya. "Halo Ibu"
"Allen, bagaimana dengan persiapan ujian mu nak?" Tanya nya menyahut.
"Ya, semuanya sudah siap ibu" Allen meraih jaket dan memakainya sambil menjepit ponselnya dengan pipi dan telinga.
"Berjuanglah di ujian keduamu Allen, ibu selalu mendukungmu. Ingat, kau tidak boleh mengikuti ujian kedua ini dengan perut kosong. Makanlah sebelum ujian dimulai, kau tau sendiri kalau ini adalah ujian fisik, bukan tertulis"
Allen tersenyum seketika. "Ibu tidak perlu khawatir. Aku sudah makan tadi pagi"
Ibu menghela nafas pelan. "Dibanding masalah perut kosong, ibu lebih khawatir apabila kau terluka. Karena, ujian fisikmu menggunakan pedang dan panah"
"Kau tidak perlu khawatir ibu, aku akan berhati-hati. Lagipula mentor ku mengajariku dengan baik"
"Ibu akan membuatkan mu pudding begitu aku dengar kau lolos di ujian fisikmu. Berhati-hatilah nak"
Allen mengangguk tersenyum, namun matanya sudah berkaca-kaca. Ia tidak mengerti, setiap Allen mendengar suara ibunya ia merasa selalu ingin berada di sisinya. "Terima kasih ibu"
Telepon terputus dan mata Allen memanas namun ia menahan air matanya menetes sementara Yena sudah mengelus bahunya.
"Ujian akan dimulai, kita harus bergegas" ujar Yena lembut.
Allen memakai jubahnya untuk menutup seluruh badannya agar tidak terkena sinar matahari secara berlebih.
Allen berjalan pelan mengimbangi langkah Yena yang masih kesulitan menuju area ujian.
Selang beberapa menit, akhirnya mereka sampai di lapangan akademi yang besar dan luas.
"Aku akan mengantarmu sampai ke barisan para mentor" ujar Allen masih memegangi tangan Yena.
"Itu tidak perlu, pergilah ke barisan Allen."
"Tapi Noona.."
"Aku baik-baik saja Allen, kau tidak perlu khawatir. Percayalah, aku bisa berjalan sampai sana" sergahnya sambil menatap barisan para mentor.
"Sungguh tidak apa-apa?" Tanya Allen cemas.
Yena hanya menggeleng sembari tersenyum kepada Allen. Ia hanya menatap kepergian Yena dengan langkah tertatih, apa dia sungguh tidak apa-apa?
Allen menatap pergelangan secarik kertas yang ia ambil sebelumnya. Ia melihat angka 3 digit di sana. Angka 124, ya itulah urutan barisan dalam ujiannya kali ini.
Ia tidak melihat Jungmo dan Woobin di barisannya, mungkin mereka di barisan lain.
Allen kembali menatap Yena yang masih berjalan dengan hati-hati. Sepertinya ia akan baik-baik saja. Allen mulai melangkah menuju barisannya namun tatapannya masih tak lepas dari Yena.
Apa yang ia cemaskan benar-benar terjadi, Yena tersungkur di hadapan banyak orang. Allen yang tadinya hampir sampai di barisan akhirnya berbelok ke barisan para mentor untuk menolongnya.
Allen berlari tanpa memperdulikan orang-orang yang sudah menatapnya nanar.
Allen langsung menarik tangan Yena untuk berdiri dan menopang tubuhnya.
"Apa kubilang?!" Gumam Allen kesal. "Biarkan aku mengantarmu sampai sana"
"Tapi Allen-"
"Sudahlah!" Sergah Allen setengah berisik.
![](https://img.wattpad.com/cover/243754687-288-k822018.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Flor de Flor🥀 {Sellen}
Fiksi Penggemar[END] Apa yang terjadi jika 2 bunga berbeda spesies jatuh cinta? Sama halnya Vampire dengan manusia, apa yang akan terjadi? 👉Sellen Dom! Serim Sub! Allen [07.12.20 - 27.02.21]