24

1K 80 0
                                    

Jangan lupa klik 🌟🌟

'Titik terendah dalam kehidupan seseorang bukanlah saat dia merasa tersakiti,
Melainkan ketika hati dan fikirannya sudah tidak bisa lagi diajak bekerjasama untuk berdamai dengan keadaan'


*Happy Reading*


"Ran yang bener duduk nya," kesal Ara kepada sahabat nya itu.

"Iyah-iyah," ucap Kiran.

Film berputar dan sesekali mereka tertawa. Drakor berjudul true beauty yang lagi booming, membuat mereka ikut penasaran dengan jalan ceritanya.

"Okey dokey yo!" Teriak Kiran.

"Is that true!" Teriak Ara.

"Yess!" Teriak mereka bersama dan langsung tertawa terbahak-bahak saat melihat adegan yang sangat lucu.

"Anjir, ngakak banget sumpah," Ucap Kiran yang tak berhenti tertawa.

"Ran, udah jam 5 tuh." Ucap Ara saat melirik jam yang berada di meja belajarnya.

"Gue nginep ajahlah, nanti gue telpon nyokap," ucap Kiran sembari terus menatap layar laptop.

•••

Tokk tokk

"Non, ada temannya di bawah tuh." Ucap Bik Tia saat pintu kamar dibuka oleh Ara yang sepertinya baru saja bangun tidur.

"Yaudah nanti Ara ke bawah," ucap Ara sembari memasuki kamarnya untuk mencuci muka dan mengganti seragam sekolahnya yang belum sempat ia ganti.

Netranya melihat jam menunjukkan pukul 8 malam, dilihatnya Kiran yang masih tertidur lelap. Berjalan keluar dengan daster pandanya dan rambut yang diikat asal.

"Astaga, kalian ngapain?" Tanya Ara kaget.

Di ruang keluarga kini sudah ada tiga lelaki, yang dua saling berperang mata dan yang satunya lagi sedang asik memakan cemilan, siapa lagi jika bukan Nevan, Rafa dan Bian.

"Emang gak boleh kesini?" Tanya Nevan.

"Boleh sih," jawab Ara.

Ara berjalan ke arah mereka dan duduk di samping Rafa.

"Ra," panggil kedua lelaki yang tak lain ialah Bian dan Nevan.

"Cieeee samaan," ejek Rafa yang membuat Ara cekikikan.

"Lo ngikutin gue?!" Tanya Nevan.

"Lo yang ngikutin gue!" Ketus Bian.

"Lebih baik kalian pulang aja," usir Ara secara halus.

"Hemm bener tuh," celetuk Rafa.

"Pulang sana lo!" Ketus mereka bersamaan lagi yang membuat Ara memutar bola mata jengah.

"Kalian berdua yang pulang!" Teriak Ara secara refleks, membuat kedua lelaki itu bangkit dari duduknya dan berjalan keluar rumah secara bersamaan.

"Susah jadi orang cantik," gumam Ara.

Takk
"Aww, sakitt Fa." Ringis Ara saat keningnya disentil Rafa.

"Sejak kapan aku punya Kakak kepedean tingkat dewa?" Tanya Rafa yang malah membuat Ara menampilkan deretan gigi putihnya.

Tokk tokk
"Iya sebentar!" Teriak Bik Tia.

Pintu rumah terbuka menampilkan seorang lelaki paruh baya dengan jas kantornya, berjalan memasuki rumah.

"Papa." Ucap Ara sembari berlari memeluk lelaki paruh baya yang dipanggilnya Papa.

"Pa-" ucap Ara terpotong.

"Papa ke kamar dulu yah." ucap Papa sembari berjalan ke kamarnya, tetapi belum sampai 3 langkah, Papa Ara terdiam oleh perkataan anaknya.

"Kalau kepulangan Papa karena dipaksa Mama atau Bang Rey, lebih baik Papa gak usah pulang." Ucap Ara yang sedari tadi menahan tangisnya.

"Kalau Papa pulang hanya untuk membuat aku sedih, lebih baik Papa jangan pernah pulang." Lirih Ara yang sudah terduduk di lantai.

Rafa, lelaki itu hanya diam karena ia memberikan waktu untuk Kakak nya mengeluarkan semua keluh kesahnya selama ini. Sedangkan tanpa mereka sadari, diujung tangga terdapat gadis cantik dengan seragam sekolah yang menatap tak percaya atas apa yang ia lihat, dia Kiran.

"Semua anak perempuan selalu bilang, mereka ingin mempunyai pasangan seperti Ayahnya tetapi aku beda, aku akan bilang sekeras-kerasnya kalau aku gak pingin punya pasangan seperti PAPA!" Teriak Ara diakhir kalimatnya.

"Kemana Papaku dulu, kemana?!" Ucapnya lagi, sedang Papanya berdiri mematung.

Apa selama ini dirinya terlalu menyakiti putrinya? Begitu banyak kah luka yang sudah ditorehkan nya?

Setelah mengatakan semuanya, Ara langsung berlari ke kamarnya. Tepat diujung tangga ia melihat Kiran, tanpa basa-basi Kiran langsung memeluk sahabatnya yang sedang rapuh itu.

Di lantai bawah, Rafa menghampiri Papanya yang masih terdiam mematung. Satu kata beribu makna, saat Rafa mengucapkannya kepada Papanya.

"Hargai keberadaan nya, sebelum ia pergi untuk selamanya." Ucap Rafa sebelum berlalu pergi meninggalkan Papanya yang mematung sambil mengeluarkan keringat dingin, mata yang sedari tadi menatap kosong ke depan kini mulai mengeluarkan butiran air mata.

•••

Setelah Rafa berada di kamarnya, ia meneteskan air mata hingga terjatuh mengenai kertas yang ia genggam. Kertas putih yang sudah diremuk oleh seseorang. Kertas putih yang bertulisan 'Kanker hati stadium lanjut' dengan nama Syavara Anatasya Nugraha.





To Be Continued


Huaaaa ... Aku bingung mau buat konflik yang berat kek mana :/

Maafkeun typo bertebaran :/

Gone [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang