Bab 61

666 22 0
                                    

Sudah dua hari, Alena meninggalkan kampusnya kegiatan kampus maupun kegaiatan yang lain. Tasya sibuk dengan rumah sakit dan ruangan penelitiannya yang sangat ia sukai.

Sedangkan, Nyonya Lusi sibuk dengan perusahaan yang akan dibuat produk baru dan juga pembuka perusahaan yang mengelola makanan seperti kesukaan Nyonya Lusi.

Sedangkan, Gia sibuk dengan pernikahan mewah yang baru pertama kali diadakan, karena sebelumnya hanya nikah hukum. Reynata sibuk dengan ketiga anaknya, sedangkan Romi sibuk dengan pekerjaannya dan keluarganya, benar-benar tidak bisa diganggu. Calvin, jangan ditanya, anak ambis itu sibuk dengan gambarnya, entah apa yang Digambar.

Alena menatap kalender didepannya, "astaga besok peringatan kematian kak Nanda dan kak Richard serta adik bayi." ucap Alena tersenyum.

"Aku harus keluar menyiapkan semuanya, walaupun mereka sibuk, setidaknya aku tidak." ucapnya lagi dan berjalan keluar apertemennya mengambil mobilnya dan menjalankan mobilnya. Dia membeli semua keperluannya, tanpa ia sadari keluarganya mendapat pemberitahuan itu.

"Misi, Nyonya, Nona muda menggunakan kartunya untuk Tarik Tunai di daerah bunga dan juga persiapan hari peringatan," ucap Nesy dengan hormat didepan Nyonya Lusi yang sibuk dengan berkasnya. Nyonya Lusi terdiam beberapa saat.

"Pergilah Nesy," Nyonya Lusi melambaikan tangannya lagi. Nesy langsung meninggalkan ruangan, airmatanya Nyonya Lusi menetes, ia melepas kacamatanya dan menggelap airmatanya.

"Ya Tuhan, maafkan ibu, nak, ibu melupakan mu, Nanda." ucapnya lagi menangis dan menutup mukanya ke meja, meraung-raung lagi.

Sedangkan, Anatasya yang sedang mondar mandir memeriksa ruangan dengan beberapa direktur rumah sakit yang baru dibangun, di tegur oleh Chicka.

"Nona muda, saya minta maaf, Nona muda kelima baru saja menggunakan kartu kreditnya cukup banyak."

"Untuk apa?"

"Dia membeli beberapa baju bayi dan juga pernak-pernik lainnya, seperi peringatan hari kematian." ucapnya Chicka lagi.

"Sekarang tanggal berapa?"

"18 nona," Tasya terdiam, ia benar-benar terdiam. Dia menatap Chicka,

"urus jadwal saya besok saya akan kemakam kak Nanda" Chicka menganggukkan kepalanya.

Liam memanggil calon istrinya, " Sayang, besok peringatan hari kematian Nanda, apa kamu lupa?" Gia terdiam, ia menangis dalam pelukkan suaminya.

"Sudahlah, siapkan semuanya, kita akan jemput anak-anak, lalu kita beli perlengkapan ya," Nenci berlari kearah Gia.

"Nyonya muda, Nona Alena menggunakan kartunya untuk bertranksasi untuk membeli pakaian bayi." ucap Nenci dengan lancar. Gia semakin terdiam. Dia tidak sadar apa yang telah ia lakukan membuat keluarganya semakin jauh.

***

Keesokan harinya, Alena tanpa bantuan siapapun menyiapkan hari peringatan kematian kakaknya, ia meletakkan semua barang-barang yang akan dibakar didepan, ia merapikan semuanya.

"Hai kak Nanda, kak Richard, dedek bayi," Alena berhenti sesaat. Ia tidak menyadari bahwa keluarganya ada dibelakangnya, termasuk Calvin.

"Maaf kak, Alena cumaan datang sendiri, tapi ini banyak titipan dari mereka, kak, maaf, Alena masih menjadi bocah nakal yang masih kesal dan bertingkah saat mereka tidak perhatian sama aku." Alena menahan airmatanya.

"Kak, Alena butuh kak Nanda, Alena berharap bahwa Alena masih bisa dipeluk kakak, mereka sibuk kak, sibuk dengan jabatan, harta, dan ketenaran, banyak hal yang sudah kita lalui sejak kakak pergi. Oh, iya, adek bayi seharusnya sudah lahir kan, ini aku bawahkan beberapa baju bayi untuknya." Alena membakar satu-satu, Nyonya Lusi terdiam dengan ucapan putri angkatnya itu. Gia dan Reynata sudah menangis disana. Tasya berusaha menahan airmatanya.

"Kak, aku minta maaf, aku tidak mendengar semua ucapan kakak, nasehat kakak, aku butuh kakak, aku butuh mereka, bukan uang mereka, aku butuh waktu mereka, aku tidak tahu apa aku egois, tapi kau tau, dulu aku selalu marah saat kau berkata bahwa aku telat puber, tetapi sekarang, aku tau itu nyata. Selama ini, aku tidak kenal dunia luar, aku sibuk denganmu di ruang penelitian, aku sibuk berbuat tingkah, tapi sesuai umurku seharusnya aku tidak telat sih, tapi mereka berpendapat bahwa aku telat."

Alena menangis histeris disana, "Jangan tinggalin aku, jangan tinggalin aku,"

Tasya pergi keluar dari tempat itu. Ia berjalan menuju mobilnya, asistennya melihat semuanya, Chicka dan Nenci bahkan Nesy, mereka menatap kepergian Tasya menuju mobilnya.

"NANDA?!!!?!" teriak Tasya histeris didalam mobilnya, Chicka, Nenci,dan Nesy terdiam.

"Kenapa kenapa harus kamu? Kenapa kenapa bukan aku, kau sudah mendidik aku menjadi seperti ini, kau sudah membuatku sukses seperti ini, kau kau memang hebat, kau sosok dibalik jadinya diriku, kau sosok yang membuat Alena menjadi sukses seperti sekarang, Nanda, jangan pergi, jangan," Tasya menangis histeris didalam mobilnya dengan airmata deras.

Alena berdiri setelah memberikan penghormatan, ia berbalik arah dan hendak keluar tetapi menemukan keluarganya berdiri disana, ia hanya mendudukkan kepalanya.

"Sampai jumpa," ucapnya lalu pergi. Nyonya Lusi terdiam, sedangkan Gia menangis histeris dan berlutut disana.

"Nanda, maaffin kakak, maaffin gue, maaf, gue salah, bahkan gue lupain lu, gue...." airmata Gia tidak berhenti bahkan badannya terus membungkuk meminta maaf. Sedangkan, Nyonya Lusi hanya terdiam lagi.

"Nan, gue memang anak pertama dalam keluarga ini, tapi keluarga ini tidak bisa berdiri, tanpa lu, lu yang buat Tasya bisa berhasil, bukan gue ataupun Gia, kita hanya support system lu, kita bisa ada diposisi sekarang karena lu Nanda, karena pengorbanan lu, bahkan lu rela cacat demi Tasya, maaffin gue, maaf." Reynata menangis disana, Romi hanya bisa berdiri dibelakang mertuanya tanpa gerak dan sekali-kali mengelap airmatanya mengingat keluarga kecil didepannya yang begitu berharga.

Peringatan telah selesai, Nyonya Lusi tidak fokus pada pekerjaannya, sedangkan Tasya berusaha fokus, Gia menyerahkan semuanya kepada Nenci dan merenung dikamarnya, sedangkan Reynata mengurus anak-anaknya dan akan selalu menangis ketika anak-anak sudah tertidur.

Keluarga itu kembali berduka, bahkan makan keluarga tidak ada lagi, bahkan setelah perayaan kematian itu. Kata-kata dari mulut Alena masih terdengar jelas di telinga mereka semua. Mungkin bagi, orang lain Alena egois, dan tidak perngertian. Nyonya Lusi berdiri, dari mejanya. Ia mengirim pesan untuk anak dan menantunya untuk segera pulang kerumah lama mereka.

Alena berjalan males menuju mobilnya dan membawanya menuju rumah dimana menjadi kenangan yang sudah tidak berpenghuni oleh keluarganya. Semua asisten sibuk menyiapkan makanan.

***

Semua ada dimeja makan, kecuali Alena yang masih berada dimobilnya, ia memang sudah tiba dari tadi, tetapi dia tidak peduli atau beranjak dari mobilnya. Sedangkan, Tasya berada dikamarnya tanpa bergerak hanya memandang foto didepannya.

"Anak-anak masuk kekamar dulu yuk," Reynata menuntun anak-anaknya dan para asisten mengikutinya untuk menjaga dan mengajak main. Nyonya Lusi tersenyum.

"Nenek, kita main dulu, dadada nenek,"

"Hati-hati ya cucu cantik dan ganteng nenek,"

Tasya keluar dari kamarnya dan duduk di meja makan tanpa suara dia mengambil sumpitnya dan memakannya, seakan-akan robot. Alena baru masuk dan melihat kakaknya seperti itu berlari dan memukul tangannya.

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang