Bab 37

600 30 1
                                    

Pemakaman telah selesai dilaksanakan, Tasya hanya tidak menghadiri moment dimana Nanda dan suami serta anaknya itu dibakar saja. Tasya kembali kekantor dengan jubah yang sama dari pemakaman itu. Ia berjalan dengan malas duduk di kantor pribadinya.

DOKUMEN KESEHATAN KELUARGA.

Tasya iseng membuka dokumen itu, "setidaknya disini ada foto kak Nanda yang cantik," tetapi halaman pertama GABY. Baru ingin membaca, Nenek Lusi meneleponnya untuk pulang.

Tasya pulang, tanpa melihat dokumen keluarga yang sudah lima kali ia lewatkan selama ini, dikarenakan ia terlalu bahagia.

...

Sudah seminggu berlalu, semua berjalan kembali normal, walaupun hanya emosi Tasya yang tidak normal, ia tidak ingin kembali kerumah sakit, atau menginap dirumah yang sering dikunjungi kakaknya itu, bahkan rumah Nanda dan Richard selalu dibersihkan atas perintah Tasya.

Tasya yang sedang memeriksa dokumen yang terpanjang rapi diraknya, membuat tangannya berhenti di DOKUMEN KESEHATAN KELUARGA.

"Ternyata sudah lima bulan, gue gak cek hasil," Tasya mengambil dokumen itu dan meletakkan untuk dibawa pulang nanti seusai kerja. Sedangkan ia sibuk dengan rapat, kontrak, dan rekan bisnisnya.

Tanpa, Tasya sadari, setiap ia hendak pulang, ia selalu lupa untuk membawa dokumen itu kembali kerumahnya.

Sudah berminggu-minggu, Tasya bolak balik kantor dan rumah sakit, ia hanya mengecek dan mengoperasi jika tidak ada yang bisa melakukannya, bahkan ruangan operasi yang biasa ia gunakan sudah di bebas akses oleh semua dokter bedah untuk menggunakannya, ruangan itu banyak menyimpan kenangan bersama Nanda yang memacu munculnya ingatan pembakaran jenazah Nanda dikepala Tasya.

Tasya yang sedang duduk mendengarkan rapat bulan yang dipimpin oleh manager profesional, karena Tasya hanya mengawasinya saja. Semenjak Romi dan Richard memutuskan untuk mendirikan perusahan sendiri.

Tiba-tiba ponsel Tasya berdering ditangan Alya. Memang selama ini, sejak Nanda meninggal ponsel ia berikan kepada Alya dan itu tugas Alya untuk menjawab atau tidak, kecuali keluarganya itu harus diberikan kepada Tasya.

Gaby.

Alya tidak memberikan ponsel itu kepada Tasya. Ia tidak memberitahunya.

Setelah, lewat tiga jam, Tasya meminta ponselnya dari tangan Alya, tanpa melihat ada panggilan tak terjawab ia kembali sibuk, sampai panggilan masuk kembali, Gaby.

"halo gaby, kenapa dek?" Tasya bersuara diruangannya sendiri.

"Nona, Gaby hari ini pingsan, di bawa kerumah sakit pribadi keluarga," Guru Gaby bersuara dengan tenang membuat Tasya berdiri. Ia mematikan ponsel itu dan menelepon Chika, asisten yang ia percayakan untuk menjaga Gaby.

Chika yang berada dirumah sakit melihat nama Tasya yang memanggil, kesal, "Baru kritis, baru ditelepon selama ini kemana saja?"

Chika yang selama ini sengaja menaruh Gaby berada dipaling atas dan mengatakan bahwa Tasya tidak akan membuka dokumen sampai akhir jika memeriksa, membuat Gaby terpaksa menuruti kemauan Chika melakukan check up dan perawatan rutin.

"halo nona, lebih baik nona melihat dokumen kesehatan keluarga, karena kondisi Gaby sangat amat kritis," ucapan Chika membuat Tasya melihat kearah Alya.

"kesehatan keluarga," Alya dengan panik berlari keruangan Tasya dan memberikan dokumen itu.

kanker, apapun selain kanker, kumohon, Tasya menangis saat melihat riwayat kanker yang memang memiliki garis keturunan, ia mengecek punya Jesika, dan benar saja Jesika juga mempunyainya.

"SIALAN!?!?!?" teriak makian yang amat kencang membuat para asistennya ketakutan.

Kehilangan Nona Nanda membuatnya seperti ini, apalagi kehilangan dua orang sekaligus yang ia cintai, jangan sampai, bisa-bisa dia sedikit-sedikit marah, Alya mengadu kepada sang Pencipta untuk membuat keadaan baik-baik saja.

"Periksa selama ini Jesika kemana? Lanjutin rapat yang ada, tanpa saya," Alya keluar dan masuk sekertarisnya yang lain.

Alya dan beberapa rekannya terus mengecek sampai ia menemukan bahwa Jesika berada diruangan ICU.

"Nona," Alya menyerahkan beberapa foto dan transaksi yang digunakan Jesika secara diam-diam, ia tau sejak keluarganya terungkap ditambah Nanda meninggal, membuat Tasya melupakan hukum kesehatan ini, memang ia sudah berbohong kepada seluruh keluarga, bahwa Jesika sedang ada kegiatan amal di kampus dan menginap beberapa hari selama liburan.

Tasya menutup matanya dan meminjat pelipisnya, ia keluar dari ruangan itu, menuju rumah sakit.

...

Chika yang duduk dibangku sambil belajar itu melihat Tasya datang segera berdiri,

"sedang kemoterapi, nona,"

Namun, saat Chika menghampiri Tasya, para dokter berlarian masuk, dikarenakan tiba-tiba kondisi fisiknya Gaby menurun drastis membuat para dokter ketakutan, apalagi ini keluarga Tasya, melihat itu dirinya masuk, ia memengam tangan adiknya itu.

"Kak, Gaby mau ketemu ibu,"

"Kau sudah berjanji untuk tidak membahas ini, apa kau lupa?"

"Penyakit Gaby dan kakak tidak bisa disembuhkan,"

"Kakak akan lakuin segala cara agar Gaby dan Kak Jesika sembuh, kalian sudah berjanji untuk menuruti bukan, kalian akan ku hukum setelah ini, aku menyakiti hatiku,"

"Bolehkah aku menemui ibu?"

"Gab, kakak mohon, jangan temui Ibu dulu, kita bisa ziarah," Tasya bersuara dalam sedihnya membuat para dokter dan perawat terdiam.

"Kak Jesika, sudah disini, dia sudah sama ibu, bolehkah aku pergi sama ibu dan kak Jesika?"

"Jes, ku mohon, jangan pergi," Alya mendapat kabar bahwa Jesika kritis juga dibawa keruangan yang sama dengan Gaby.

"Lihatlah, kakak Jesika masih disini, semua baik-baik saja," Tasya bersuara lagi.

"Jesika, ku mohon kembali, jangan pergi,"

Gaby memengang tangan Tasya dan bersuara lirih, "Lihatlah Kak Jes sudah bersama Ibu, aku juga ingin, izinkan aku," Gaby menutup matanya. Tasya menangis, ia menangis sejadi-jadinya.

"Ku mohon jangan pergi, kau sudah berjanji akan menjadi dokter, ayolah, ku mohon, kenapa kalian pergi," Tasya terus meraung-raung seperti seorang ibu yang kehilangan anaknya, dokter-dokter disana tidak ada yang berani bergerak, mengucapkan waktu kematian.

Hanya suara monitor yang menandakan bahwa dua manusia muda itu meninggal. Meninggalkan dirinya. Keluarganya yang baru saja tiba seketika terdiam, termasuk Rivaldo.

Apa salahnya menjaga kamu dalam keadaan sakit, jes? apa itu dosa? Rivaldo bersuara dalam hatinya.

(Flashback :on)

Sejak, Tasya memberikan lampu hijau untuk Rivaldo, ia mengikuti Jesika kemanapun dia pergi, sampai Jesika kesal. Jesika memang menyukai Rivaldo sejak ia pertama kali tiba dikampus ini. Tetapi, penyakit keturunan itu, membuat Jesika untuk tidak menyukai siapapun.

"Jes, ayolah,"

"Kak Tasya hanya ngomong saja, buktinya besok aku dikirim keluar negeri," Jesika mengeluarkan tiket yang ia pesan dengan sengaja, karena perusahaan maskapai sudah bekerja sama, jadi Jesika tidak mengeluarkan uang untuk membuat tiket pura-pura ini.

Rivaldo terdiam.

"Sudah ku bilang, jangan ikut campur urusan keluargaku," Jesika berjalan pergi.

Maaf, Rivaldo, Kak Tasya terlalu baik untukku dan Gaby, setidaknya dalam beberapa bulan aku merasakan semua impianku, jadi aku dan Gaby bisa tenang bersama Ibu, dia malaikat, tidak bisa disakiti.

(Flashback :off)

..

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang