Bab 35

692 32 1
                                    

"Talany?" ucapan singkat Tasya membuat semua kaget.

Bagus juga namanya setuju saja lah, eh yo kakak, kau tau bahwa aku sudah bisa membaca pikiranmu dari kakimu hahaha, Alena bersuara dalam hatinya sesudah ia melepaskan kakinya yang sengaja ia tahan dikaki kakaknya itu. Tasya yang kesal dengan sikap adiknya itu berdiri.

"Nek, Alena membaca pikiranku lagi, aku tidak ingin makan disampingnya," Alena menujukkan giginya.

"Talany jadi nama keluarga nek, boleh gak?" Alena bersuara setelahnya menenguk minumnya itu.

"Setuju," suara itu sahut menyahut di meja makan.

"Kakak-kakar iparku yang terhomat, bukannya kesempakatan kita semua, jika sudah menikah mengurusi kehidupan nikah masing-masing, jika kalian ingin berhenti dari sekarang dan membuka perusahaan baru tidak masalah, lagipula selama ini manager profesional bakalan bekerja mengantikan kalian, tenanglah, bukan saja apapun yang kalian inginkan uruslah bersama nenek Lusi, karena aku, dibuatnya menjadi rakyat biasa sampai aku menikah." Tasya tersenyum manis membuat Gia yang disampingnya memukulkan sumpitnya ke kepala Tasya.

"Ku berdoa semoga anakmu tidak menyiksaku," Tasya menangkupkan tangannya seakan-akan ia benar-benar berdoa.

"baik-baik kembali kekamar masing-masing, ingat jangan sungkan kepada Tasya, karena dia tidak memiliki aset lagi," Nenek Lusi yang banyak belajar bisnis diikuti Alya dan Nesy membuatnya ikut mengurusi perusahaan nantinya, ia memang sudah punya usaha sejak muda, tetapi mengurus perusahaan internasional membuat kepalanya ikut meledak.

....

Nenek Lusi berada dibalkon kamarnya, ia menatap taman indah yang dibuat dirinya dan cucu mahasiswinya itu, saat Tasya menghilang tanpa kabar.

"Jika bagi orang lain aku kejam, apa bagi mereka aku juga kejam, aku hanya tidak ingin cucuku menjadi sasaran lelaki yang haus harta, ketiga menantu yang sekarang memang tidak mengincari harta, bahkan selalu berusaha untuk berdiri di atas kakinya sendiri."

Malam itu, Nenek Lusi berjalan menuju kasurnya, dia memang bisa berjalan tetapi keluarga Talany yang tidak mengizinkannya banyak bergerak.

"Punya keluarga dokter ternyata membuat diri diperlakukan lebay," Malam itu Nenek Lusi memejam mataya. Tertidur selama beberapa menit, tetapi tiba-tiba tangannya berkeringkat dingin, badannya naik turun menahan nafasnya, seakan-akan semua akan lenyap, jantungnya berdetak kencang.

Tasya yang melihat alarm berbunyi segera menuju kamar Nenek Lusi, karena keadaan Nenek Lusi membuat Tasya memasang sistem kenaikan suhu dan jantung yang akan memicu alarm secara alami dirumah itu. Tasya berlari air matanya menetes.

"Kumohon, jangan pergi, jangan," ucap Tasya berulang-ulang kali dengan larinya yang menaiki tangga karena liftnya terlalu lama, karena semua pelayan juga menggunakan itu dan berlari sebagian.

Tasya membuka kamar Nenek Lusi yang tiba-tiba terduduk dan terbangun, membuat Tasya bernafas legah.

Hanya mimpi buruk, batin Tasya senang dan berjalan mendekat.

"ada apa?"

"mimpiku, Tasya, dimana Nanda, dimana Nanda? NANDA?!? NANDA?!?!" karena alarm yang dipicu tadi juga sebenarnya semua orang rumah sudah beranjak ke kamar Nenek Lusi, mendengar namanya dipanggil Nanda mendekat.

"aku disini, ada apa?"

"Kau akan pulang malam ini? jangan pulang, nenek mohon jangan," Nenek Lusi memeluk Nanda dalam tangisannya, usia mereka terlalu dekat untuk dipanggil nenek dan cucu, sehingga Nanda memutuskannya memanggilnya dengan sebutan ibu.

"tenanglah aku tidak apa-apa," Nanda membalas pelukkan Nyonya Lusi itu dengan hangat. Tasya hanya terdiam.

Apa yang dimimpikan nenek? Kenapa jantungnya seakan-akan hendak copot dan hilang? suhu badannya juga meningkat drastis, aku takut mimpi itu menjadi kenyataan, batin Tasya menatap kearah Nyonya Lusi yang masih memeluk Nanda dan berkata jangan pulang itu.

Richard yang merasa bersalah jadi binggung harus melakukan apa, besok pagi mereka harus mengecek kandugan Nanda, jadi mereka sengaja untuk pulang malam ini dan tidak menginap.

Ditambah lagi, besok mereka berdua harus mengurus pengunduran diri dari MI.

"Mama, kami akan kembali jika urusan kami sudah selesai, jangan merindukan kami," Richard ikut memeluk Nyonya yang semakin menua itu yang jelas wajahnya terukir ketakutan mendalam.

Oh Tuhan, Oh dewa, lindungi-lindungi menantuku dan satu-satunya anakku, karena hanya dia yang memanggilku dengan sebutan mama, jika dia pergi siapa yang memanggilku dengan sebutan itu. Nenek Lusi menatap kearah Nanda.

Setelah drama panjang, akhirnya Nenek Lusi melepaskan suami istriku itu pulang kerumahnya, karena kejadian itu Tasya malam ini tidur dikamar Nenek Lusi, ia terlalu takut kehilangan wanita yang seumuran dengan bundanya itu.

"Kenapa kau terlalu bersedih, nek?" Tasya memeluk Nenek Lusi dalam tidurnya sedangkan wanita tua itu mengelus kepalanya.

"Apa aku setua itu sampai kau memanggilku dengan sebutan nenek, umurku masih 55 tahun, Leony masih berumur 18 tahun, aku menikah usiaku 18 tahun, sedangkan anakku 19 tahun ia melahirkan kakaknya Leony," Nyonya Lusi bersuara.

"Pertimbangkanlah untuk memanggilku dengan sebutan mama," Nyonya Lusi memenjam matanya berusaha untuk tidur, sedangkan Tasya terdiam.

umurku 22 tahun, sedangkan Reynata 34 tahun, Gia 30 tahun, Nanda 24 tahun, memang kita benar-benar beda generasi, Alena masih berumur 19 tahun. Memang benar, wanita cantik ini belum pantes dipanggil nenek, akan kupertimbangkanlah,

Tasya tersenyum dan menduduk badannya ia melihat Nyonya Lusi tertidur dalam tenang, namun beberapa saat berubah kembali, alarm kembali berbunyi membuat segera memencet tombol lalu memengang tangan Nenek Lusi.

"Tenanglah aku disini, Ibu, tenanglah," Tasya menirukan suara Nanda, karena ia yakin bahwa mimpi itu adalah mimpi tentang Nanda lagi. Setelah Nyonya Lusi tertidur, ia keluar dari kamar karena mendapatkan telepon.

Sialan jam 1 pagi, ada apa kenapa menelepon malam-malam begini, tunggu, ini subuh, bahkan suara kuntilanak masih bersahut-sahutan diluar sana, apa mereka sudah gila, Apa ada operasi? atau bisnis, nomornya tidak dikenal, bisa jadi penipuan Tasya menatap layar ponselnya yang sudah tiga kali memunculkan nomor yang sama tapi tidak dikenal olehnya didepan pintu kamar Nenek Lusi.

Nanda.

"Nah, ini baru gue kenal," ucap Tasya mengangkat ponselnya.

"Nanda, lu tau gak pagi-pagi buta, gue ditelepon tiga kali sama nomor tidak dikenal," Tasya yang selalu berbicara tanpa mengucapkan apapun itu langsung membuat orang yang ditelepon tidak bersuara.

"Nanda, ada apa telepon pagi-pagi buta? Richard gak tidur bareng lu?" Tasya kembali bersuara yang terdengar hanya isakkan.

"NANDA?!!?" suara meninggi membuat seisi rumah bangun mungkin.

"Maaf, ini dengan siapa nya Nyonya Nanda?" suara asing membuat Tasya menjadi panik sedangkan seluruh keluarga tergesa-gesa menaiki ruangan dimana Tasya berteriak.

"ADIK," singkat, padat, dan jelas membuat isakkan dari orang tersebut terdengar.

"Sa.. saya...pe..pe..perawat dari rumah sakit Pusat, kepolisian ingin bicara dengan Nyonya," ucap Perawat itu dengan terbata-bata takut.

"Maaf, nyonya, Nyonya Nanda dan Tuan Richard mengalami kecelakaan, mereka dan bayinya tidak bisa diselamatkan," Polisi bersuara tegas membuat Tasya terjatuh didepan pintu yang tiba-tiba dibuka itu.

Kalimat itu bukannya diartikan meninggal? Tasya bersuara dalam hatinya menangis.

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang