Bab 32

685 34 2
                                    

Alena menujukkan giginya, "ingatan mu terlalu sedih, pantesan kau menangis kaya bocah," Alena melanjutkan menyuapi dirinya sendiri itu dengan bubur yang dimangkuknya itu.

"Alena, kau tidak ingin membuat nenekmu ini makan tenang?" Nenek Lusi bersuara membuat Alena tersenyum.

"Maaf, nenek, hanya saya aku sekarang bisa membaca pikiran orang tua ini, bahkan dari kakinya, ternyata kau rendah nona Tasya," Alena masih melanjutkannya membuat Tasya menggunakan ujung sumpit yang belum gunakan itu memukul pala Alena.

"Sepertinya hidupmu terlalu senang, Nenek, kau tau bahwa bocah nakal ini sudah punya pacar, namanya Chiko, terus nek, dia selalu bolos di jam-jam yang gak penting menurut otaknya," Tasya bersuara sambil memberi aba-aba memberikan sumpit yang baru.

"Nek, jangan percaya, memang jomblo sirik," ucap Alena tersenyum sinis ke Tasya.

"hei, hei, aku jomblo karena kau ya, susah diatur,"

"dih mana ada, yang ada karena lelaki manapun takut lihat lu, kaya singa begitu, ihh seram," Alena melipatkan tangannya diperutnya lalu menaik-naikan bahunya seakan-akan ia merinding dan ketakutan berada didekat Tasya membuat perempuan ini mengambil lauk dan memasukkan ke mulut Alena.

"KAKAK!?!?" Alena yang tidak menyukai lauk itu sejak dulu, membuka matanya lebar, kimchi bawang bombay, tentu saja ia akan memaki siapapun yang memasak itu, atau menaruhnya didepannya, tetapi Nenek Lusi, Reynata dan Gia menyukai makanan itu, membuatnya tidak bisa melawan.

"Mulut masih pagi udah berisik saja," Tasya memakan kembali makannya sedangkan Alena menenguk airminumnya kasar.

"hei, hei, lebih baik kau tidak sarapan bersama kami, hidupku akan tentram," Alena bersuara membuat Tasya tersenyum, untuk pertama kali setelah beberapa hari ia tidak tersenyum karena keluarganya dan fakta keluarganya yang harus ia terima, walaupun senyum sinis yang tulus yang keluar dari wajahnya.

"hei nona, mulai detik ini aku akan sarapan di meja ini, makan siang dimeja ini, makan malam dimeja ini, dan lagi mulai setiap makan malam, aku akan keasramamu, numpang makan, kau harus menampungku," Tasya berbicara dengan makanan penuh dan menduduk memberi hormat, untuk sendikit mengejek Alena, tetapi malah membuat sumpit Nenek Lusi melayang kearah kepala Tasya.

"NENEK!?!?" Tasya meringis sakit.

"Lihatlah mulutmu penuh dengan makanan, kau tidak melihat dimeja ini ada tamu lain, kau tidak melihat kakak-kakak iparmu ada disini, kapan kau akan menikah jika kau terus begini?" Nenek Lusi yang melihat cucunya sudah kembali ke dunia tawanya itu seketika berusaha untuk menghiburnya.

"Kemarilah," Tasya berjalan mendekat Nenek Lusi, yang dibalas dengan pelukannya yang hangat, membuat airmata Tasya yang tersisa menetes.

"Dengarkan nenek, keluarga tidak harus sedarah, keluarga adalah yang memberikan kamu pelukan yang nyaman dan hangat, itulah keluarga, jika kau ada masalah, peluklah aku, jangan shower yang menjadi tempatmu menangis, kau paham?" Tasya menganggukkan kepalanya.

"Nek, tau darimana kalo Tasya suka nangis dibawah shower?"

"Tangihan air meningkat sejak kamu pulang," Nenek Lusi menjawab sambil makan tanpa menoleh membuat Tasya menatap neneknya.

Ini benar-benar keluarga, dia tidak mengizinkanku menangis terlalu lama, dia selalu menghiburku, aku sekarang punya keluarga, jadi aku tidak perlu menyimpan mereka semua, lebih baik aku mengikhlaskan mereka, aku ikhlas, karena aku punya mereka, sisi yang aku anggap putih belum tentu putih, tetapi sisinya yang aku anggap abu-abu, belum tentu menjadi hitam, bisa jadi menjadi putih, malahan sisi putih yang aku paksa berubah menjadi hitam, Tasya tersenyum sangat amat tulus.

"Nek, mulai saat ini tagihan aku yang membayar," Tasya bersuara membuat Nenek Lusi kembali bersuara.

"Setelah kau menikah, kau bisa mengurus keluargamu sendiri," Nenek Lusi tersenyum penuh ejekkan.

"Setuju nek, betul, lagipula enak tau, Tas, ada teman tidur," Nanda menujukkan perutnya yang sudah mengandung itu, Tasya berlari memeluk sahabatnya itu.

"astaga, dedek bayi, tenang-tenang disana, jangan menyusahkan kakakku dan kakak iparku ya, jika mereka tidak bisa mengurusku, aku siap menampung," Tasya bersuara yang dibales dengan pukulan ringan dari sahabatnya yang telah menjadi suami sahabatnya itu, Richard.

"Buatlah sendiri, kau pikir membuatnya gampang," Richard bersuara membuat Tasya berjalan kembali ke tempat duduknya makan tanpa bersuara.

"Hahahahaha," Gia yang tidak tahan dengan godaan untuk tertawa akhirnya lepas juga.

"Nek, bahkan Leony sudah punya pacar, semua adik-adiknya sudah mulai suka-suka dan pacaran, bahkan Alena yang polos begitu sudah mulai pacaran dan bolos, lihatlah manusia dingin itu, tidak bisa berpacaran kah?" Gia kembali bersuara membuat Tasya menatap tajam.

"Tenang saja, nona Gia, Nyonya Lusi selalu datang keperusahaan, dan lagipula jika presdir lelaki muda dan single yang datang untuk menjelaskan proposal mereka, akan langsung diurus oleh Nona Tasya, sedangkan yang lainnya akan diurus oleh saya," Tasya membelak kaget.

"ALYA?!?!pantesan selama ini kok presdir muda semua, ternyata ulahmu, ternyata kau sudah bosan menjadi asistenku" Tasya membuang nafasnya kesal.

"Tentu saja tidak, tetapi seniorku pernah bilang, jika keluarganya meminta bantuan harus 1000% dibantu, apalagi nenek bukan begitu nona Tasya?" Tasya menghembuskan nafasnya kasar.

"Oh adikku tersayang, Gaby sayang, Gaby mau kan jadi anak Kakak?" Tasya memandang wajah Gaby yang sudah beranjak menuju SMP itu.

"Tidak, lihatlah aku sudah kelas 1 SMP, aku tidak mau punya mama yang pemalas, terus tidak punya papa, mendingan jadi anak bibi Nanda saja," Gaby berdiri dan memeluk Nanda membuat Tasya mendengus kesal. Ia berlari kearah anak-anak Reynata yang sedang main.

"Lily, mau kan jadi anak bibi dokter?"

"Jika bibi dokter menikah dengan paman Felix, aku akan memanggilmu dengan mama dokter," Lily anak perempuan Reynata bersuara, membuat Romi mengajukkan jempolnya.

"Tidak, sudahlah aku ingin kerja, bye, ayo pergi Alya, jika kau melakukan ini lagi, aku akan pastikan kau pindah menjadi asisten Nyonya Lusi, atau pindah ke kutub utara," Alya tertawa kecil.

"NONA TASYA,?!?! Apa aku bukan nenekmu lagi, sehingga kau melupakan aku, jika kau sudah punya pa---" Tasya menyalim neneknya dan memeluknya.

"Nanti saja bahas pacar, jodoh, menikah dan bayi, Nyonya Lusi yang terhormat," Tasya mencium nenek Leony itu.

Leony melihat neneknya yang sudah bahagia, ia mengetahui bahwa neneknya amat bahagia, tetapi tidak pernah melupakan dirinya, bahkan sering mengajak dirinya dan teman sekamarnya itu jalan-jalan bersama, makan bersama, bahkan tak jarang nenek Lusi mengajak pergi sendiri-sendiri dengan salah satu dari mereka.

"Nek, Leony, pamit kembali keasrama ya?"

"Kenalkan pacarmu padaku, jika kalian tidak membawa makan malam pada pekan depan aku pastikan koper kalian keluar semua, paham?" Nenek Lusi bersuara.

"oh Tuhan, ternyata benar, nenek tidak bisa dibantah," Jesika bersuara dengan lirih melihat Nenek Lusi yang didorong.

Setidaknya aku melihat mu bahagia, dan aku juga bahagia, Tuhan benar-benar mengirim kakak kembali kedalam hidup kita, dia malaikat, Alena juga malaikat, terima kasih terima kasih untuk semuanya, untuk kebahagian nenek, aku, dan semua manusia yang ada dirumah ini, batin Leony bersuara dalam hatinya.

....

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang