Setelah menyapa anak-anak sahabatnya itu, ia berjalan keluar, ia memilih keluar dari ruangan itu karena airmatanya tidak tahan untuk menetes. Analia yang melihat Anatasya keluar itu mengikutinya dari belakang. Tasya lebih memilih beristirahat diruangan pribadi miliknya yang lain.
"Tas," suara lembut milik Lia terdengar saat Tasya baru saya menduduki bangkunya dan hendak menidurkan dirinya yang tak punya tenaga untuk berpikir lebih lama.
"Keluarlah," ucap Tasya dingin.
"Tas, gue mohon lu jangan datang kepernikahan Adel," suara egois milik Lia terdengar nyaring ditelinga Tasya membuat tangannya yang memutar sesuatu terdiam, menyadari bahwa benda itu bisa merekam ia menyalakan rekaman itu.
"pergilah,"
"Tas, jangan datang kepernikahan Adel, gue mohon, demi gue," Tasya terkekeh kecil, ia marah, kecewa, mungkin.
"uang yang ada di rekening suami lu dan uang yang lu pakai buat sombong, dari gue, jadi lu gak punya hak untuk ngelarang gue, dan satu lagi kita atasan dan bawahan, bukannya waktu itu lu memohon ke gue untuk memberikan dana yang diberhentikan secara sepihak oleh kak Nando? berperilaku sopanlah," ucap Tasya males meladeni, sebenarnya ia tidak sedingin ini dulu, sebelum ia mengetahui yang sebenarnya terjadi, mungkin Tasya selama ini berpendapat bahwa semua ini salah dia.
Salah dia, calon suaminya selingkuh, salah dia, ibunya menamparnya, ia pikir selama ini ia membenci orang hanya karena masalah konsep pernikahan yang secara sepihak tidak diketahui, tetapi sekertarisnya tanpa izinnya tanpa komandonya, menyerahkan bukti, melemparkan semua bukti akurat yang ia punya kedepan meja yang berantakan itu.
Bukti yang membuat Tasya tidak pernah merasa bersalah, bukti yang membuat Tasya semakin membenci orang yang berada di hadapannya itu, entah apa yang sudah ia lakukan dibelakangnya, ia tidak peduli, peduli pada apapun yang terjadi.
Ia menatap perempuan yang berdiri dihadapannya.
"Keluar,"
"Tas, suami gue belum bisa lupain lu, gue mohon jangan sering-sering muncul dihadapan keluarga kita," Lia kembali bersuara. Tasya yang kehabisan kata-kata memencet tombol yang menandakan bahwa ia membutuhkan satpam ke ruangannya.
Tak kurang dari semenit, dua orang satpam gagah membuka pintu ruangan Tasya memberi hormat tanpa dibales Tasya, ia hanya menujuk Analia. Dua satpam mengerti langsung menyuruh Lia keluar, tanpa suara dan komentar, ruangan kembali hening.
Dua satpam itu menjaga diluar, tidak ada yang berpindah, sedangkan Tasya hanya meminum dan mabuk didalam ruangannya, lambungnya mungkin sudah terasa perih, tapi tak ada yang berani menghampiri ruangannya sekalipun orangtua Tasya.
Sejak kasus pernikahan Lia dan Leo, Tasya menjadi dingin, tak berperasaan, tadinya Tasya hendak mengikuti acara itu, karena memang ia tidak peduli, tetapi saat melihat konsep pernikahan yang ia impikan itu dikirim oleh sahabat-sahabatnya digroup yang tidak tau itu membuat Tasya disalahkan secara diam-diam didalam keluarga, setelah pesta diadakan, Nando menjalankan apa yang menjadi ucapannya saat ibunya membela Lia saat itu.
Itu yang membuat Lia menghampiri nya dan menangis dihadapannya itu. Tasya mengetahui semuanya saat itu, ia mengetahui semuanya tanpa terkecuali saat sekertarisnya yang tanpa perintahnya menyerahkan bukti kepada Tasya yang makin kacau itu, sejak saat itu, ia memberhentikan semua aliran dana kepada pihak yang membuat kebohongan besar.
"Bangkai busuk akan tercium suatu saat nanti, Lia," ucap Tasya yang suara sudah parau sudah hampir seminggu ia disana. Ia terbangun saat pimpinannya memberitahu bahwa ia bisa meninggalkan negara ini.
"Bunda, huh," ucap Tasya mengelus gambar bundanya.
"Takkan ku biarkan bunda, tak akan," ucapnya datar.
Ia keluar menelepon sekertarisnya untuk merapikan barangnya dan menyuruhnya mengirim kebandara, memesan tiket pesawat, dan juga taksi, ia takut jika keluarganya akan datang kerumah sakit ini maupun hotel.
"Kirim taksi didepan IGD, kunci mobil diruangan penelitian gue simpan di brankas," ucap Tasya ditelepon dan mematikannya saat lift terbuka, ia keluar hendak melewati lobby karena mungkin akan terlalu lama, tetapi kakinya berhenti saat melihat keluarganya lengkap.
Ia memanggil perawat, "Kenapa kalian membiarkan mereka disini?" tanya Tasya yang sangat bau alkohol itu.
"Oh, mereka bilang mereka keluarga dokter,"
"Usir mereka dan bilang bahwa mereka pembohong," ucap Tasya dingin.
"Hem, tunggu usir, yang itu-itu-itu-itu sama itu saja," tangan Tasya menunjuk-nunjuk.
"Yang mana dok?" tanya perawat itu lagi membuat Tasya frustasi, ia menulis di kertas nama-nama yang harus diusir dari sana.
"Okay, dok," ucap perawat pergi lalu membacakan nama-nama yang dikertas itu.
"Hem, kata dokter Tasya, mereka bukan keluarganya," ucap perawat itu polos dan menyuruh satpam untuk mengusir mereka. Nando tidak protes.
Apakah Tasya mengetahui semuanya, baguslah, gue mendukungnya Nando bersuara dalam hati tanpa mempedulikan orang-orang disekitarnya yang bertengar dengan perawat dan juga satpam.
Ia menyerahkan sebuah kertas untuk Nando kepada seorang perawat.
Hubungi gue saat darurat, inget hanya lu, gue sudah tau semuanya, DARURAT ! ************* - tasya
Begitulah isi memo singkat yang diberikan perawat itu yang spontan membuat Nando melihat kearah datangnya perawat, terdapat adiknya yang tersenyum lebar dan memberikan dua jarinya.
"Dasar anak bandel," ucapnya menyimpan kertas itu.
"Halo, apa, masa gak bisa"
"Lu kata, lu presiden, rumah sakit mana yang nyusahain kaya begitu, lagipula gue buang uang banyak hanya untuk pesen taksi, koper sudah dibawa dimobil, semua sudah gue cek, terus sebentar lagi itu mobil nyampe. Jangan nyusahin gue untuk urusan kaya gini, tas," ucap Gia, sekertaris pribadinya sekaligus temannya itu.
"Nyonya Gia, kau digaji dariku,"
"diamlah, kau tidak berhak mengancam kau sedang dinegara orang lain, kau tidak tau bahwa sekarang aku lagi senang-senang bersama pacarku diapartemen, kau taulah, pelan sayang, sudahlah, kau pasti tau, jangan ganggu aku lagi,"
tut...tut..tutt..
"Serah lu dah, giliran urusan begini saja lu galak, mana itu mobil, nah itu datang, eh buset keluarga syaiton pergilah, pergi, gue males berdebat." Tasya bersuara pelan dengan tangan melambai lambai terbalik, berharap mereka segera pergi.
"Lah kalo mereka keluarga syaiton gue juga dong, ihh gak deh, gue bukan keluarga mereka," Tasya melambai-lambai kepada supir yang berdiri didepan lobby itu, diikuti anggukkannya. Supir tersebut membuka pintu lebar-lebar, lalu berjalan mendekati kemudinya sendiri.
Tasya yang melihat kesempatan, berlari sekencang mungkin.
"HEI ANAK DURHAKA?!?!?" teriak mama Tasya.
Tasya tidak menghiraukannya sampai Adel berlari kedepan mobil yang dimasukkin Tasya,
"kunci pintunya, mundur, berjalan mundur," ucap Tasya diikuti anggukan kepala supir, mobil berjalan mundur beberapa saat sampai Adel berlari mundur kebelakang, melihat peluang itu supir menginjak gasnya sehingga berhasil meninggalkan rumah sakit itu.
Ya, lagi-lagi perempuan cantik itu berasil meninggalkan rumah sakit tanpa harus megutarakan keterangan. Tasya menaikkan kaca yang jadi pemisah antar supir dan dirinya itu.
"Sialan bocah, hanya gue sendiri sampai dikirim mobil kaya gini," Tasya bersuara datar.
Ia menatap keluar jendela, "maaf pa, maaf, aku menyakitimu lagi,"
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
DOKTER GALAK
RomanceAnatasya (Tasya) berjalan dengan santai di bandara menarik sebuah koper. Ya, hari ini ia kembali ke negara Bundanya, untuk melaksanakan pernikahan sahabatnya itu. Kembali untuk sementara