"DALAM TIGA HARI, PERSIAPAN MENTAL KALIAN, BILANG KELUARGA KALIAN SIMPAN UANGNYA JANGAN DIBANK, TARIK SEMUA UANG KALIAN. Dan jangan cape-cape untuk memiliki pergi dari kota ini, maupun negara ini, saya bakalan bisa membuat Anda dipenjara," Tasya hendak berjalan menuju pintu, tetapi handphonenya berdering.
Tasya mengangkat teleponnya.
"Kak, ibu kak, ibuku dibakar, ibuku meninggal," Jesika menangis tersedu-sedu membuat Tasya meneteskan airmata tanpa komando, ia teringat saat Tasya menari-nari diteleponnya tadi malam, karena senang bisa turun 5 kg.
"Tenanglah jes, kakak kesana sekarang," Pengawal yang ada dibelakang Tasya segera berjalan membuka jalan, sedangkan Chika sibuk mengambil foto sebagai barang bukti.
....
Jesika tidak punya siapa-siapa lagi, abu ayahnya yang selama ini ia simpan, ia letakkan disana juga, pemakaman yang berlangsung selama tiga hari itu, berjalan aman, tentram, dan ramai. Karangan bunga dari beberapa perusahan, bahkan negara ada didepan rumah duka. Gaby dengan jubah berkabungnya memeluk kakaknya.
...
Abu orangtua Jesika dan Gaby sudah berada dipemakaman, atas permintaan Jesika untuk diletakkan di pemakaman bukan di rumah abu.
"Gaby, ikut kakak," Gaby yang sejak sehari lalu sudah berhenti menangis itu, memeluk Tasya.
"mulai saat ini, detik ini, Gaby jadi adik kakak, kau paham?" Gaby menganggukkan kepala.
"masuklah, Jes, pakai seragam wajibmu, kembalilah kuliah," Jesika masuk kemobil seperti biasa menutup dengan tirai, sedangkan Gaby yang berumur 11 tahun, tapi badanya sangat kurus itu dalam gendongan Tasya.
"kau akan pindah sekolah, kau siap?"
"kenapa pindah sekolah? Ibu bilang, itu membutuhkan biaya besar,"
"aku telah membuat kacau sekolahmu, aku marah pada mereka," Tasya bersuara jujur membuat Gaby menatap kearah Tasya.
"karena mereka membullyku?" Tasya menganggukkan kepalanya.
"apakah kau tidak takut ? Yang membullyku adalah anak pimpinan yayasan dua sekolah bagus kota di kota ini," Gaby menatap polos kearah Tasya.
"kau tau? rumahku di pusat kota, kau tahu PK company?" Tasya bersuara diikuti anggukan kepala dari Gaby.
"iya, bahkan pimpian geng itu, ayah bekerja di sana," Tasya tersenyum licik.
"baiklah, aku akan membalas dendam untuk ibumu, karena ia tidak ingin kau ditindas karenanya, kau adikku, dan kau harus hidup makmur, kau paham?" Gaby mengangguk setuju.
Alya, Chika, dan Nenci masuk terlebih dahulu dan duduk dibelakang, sedangkan Liam duduk disamping supir. Gaby masih setia dalam pelukan Tasya, karena Jesika selama ini sakit, ia tidak kuat mengendong adiknya itu, walaupun badannya besar.
"Kak, makasih," Jesika bersuara dengan tulus yang masih tersisa airmata.
"Diamlah, jangan membuatku menangis, kembali sekolah kau sudah membuat Nenci kesusahan," Jesika tersenyum. Saat dalam keadaan sunyi, Alena dan teman-teman Jesika menelepon Jesika.
"APAKAH KAKAK KU MENINDASMU?!?!!" Alena yang masih berada dilapangan dengan panas terik itu berteriak. Tasya yang melihat panasnya cuaca saat itu merebut handphone Jesika.
"HEI GILA!?!?!? apakah mereka menyiksamu? Lihatlah panas itu? kembali kekamar," Tasya bersuara membuat Alya tertawa kecil.
"Kau tidak tau betapa menyenangkan mengikuti kegiatan wajib, kak," (wajib=ospek) Alena tersenyum diikuti anggukan kepala dua teman lainnya. Tasya yang kesal memberikan ponsel Jesika. Setelah mereka bercerita, Jesika memutuskan untuk menindurkan kepalanya sebentar, karena kampusnya sedikit lebih jauh dengan pemakaman.
"Liam? Apakah wajib menyiksa? atau menyenangkan," Jesika tersenyum kecil. Liam binggung menjawab atasannya itu.
"tergantung dari orang yang menghadapinya, Nona," Alya bersuara, "melihat nona Alena, saya yakin pasti menyenangkan walaupun sedikit melelahkan, tetapi saya menjaga pola makan dan juga jam tidurnya," Tasya mengangguk setuju.
...
Setelah tiba didepan kampus anak-anak bandel (Alena, Natasya, dan Leony) berlari memeluk Jesika.
"Hei, hei, sepertinya kalian kelebihan uang saat ini," Tasya bersuara dangan masih mengendong Gaby.
"Kak, apakah kau sekarang cemburu, lihatlah Gaby, dipelukanmu, ingat BALAS DENDAM ku pada mereka," Alya mengambil Gaby dengan hati-hati dan meletakkannya dibangku mobil.
"Iya kak, aku setuju dengan Alena," Natasya yang memang paling tegas, bahkan Alena bercerita beberapa kali disana, saat ada yang sedang menindas orang lain langsung maju.
"bawel kalian, kuliah saya yang benar, aku tidak akan mengirim barang-barang yang kalian butuhkan jika kalian mendapat nilai C, PAHAM?!?!?" mereka bertiga menganggukkan kepala. Alena memeluk kakaknya.
"Jika semua masalah sudah selesai, kembalilah ke ladang misi," Tasya memukul kepala adiknya.
"Aku sudah beli vila, setiap liburan, kalian semua harus kesana, temenin nenek, kakak-kakak yang kalian temui, juga akan kesana, Nenek ada diapartemen, aku akan kirim nomor pembantu yang menjaga nenek, kalian harus meneleponnya setiap hari, paham?" Lagi-lagi anggukkan kepala.
"Masuklah, Gaby akan tinggal bersama denganku, Jes," Jesika menganggukkan kepala.
"Ada apa-apa hubungiku Nat, jika ayahmu menghubungi meminta uang, jangan dikasih, saling bercerita satu sama lain, jangan kerja, paham? Belajar serius, jika tidak, aku akan memotong uang jajan kalian," merasa bosan dengan ancaman dan ceramahan kakaknya, Alena menarik tangan teman-temannya itu pergi menjauh dengan lambai tangan, Gaby yang sudah terbangun ikut melambaikan tangan.
....
Tasya mengandeng tangan Gaby yang berumur 11 tahun itu. Semua sudah berkumpul di aula, para komite kekerasan bahkan berkumpul disekolah, semua memaki-maki, karena anak-anak mereka ketakutan. Sesuai dengan perintah Tasya, jangan ada yang mengetahui siapa yang melakukan itu membuat kepala sekolah terdiam.
"SIAPA KELUARGA MISKIN ITU??!!?" teriak pimpinan yayasan bersuara, kepala sekolah yang melihat beberapa orang suruhan Tasya disana tidak bersuara, beberapa guru yang tidak mengetahui dan tidak merasa bersalah ikut-ikutan bersuara.
"berani-beraninya, dia apa dia tidak tau saya adalah pegawai PK company," Nenci yang sudah masuk aula terlebih dahulu terenyum. Tasya menggunakan maskernya memasukki aula, semua orang semakin berteriak. Teriakkan yang sama. Lima anak yang membuat Gaby kemarin menderita berdiri didepan, bahkan kedua orangtua mereka duduk dibangku yang sudah disediakan.
Gaby memengang tangan Tasya ketakutan. Melihat Gaby yang ketakutan, ia melepas maskernya semua tak bersuara.
"Gaby tenanglah, mereka hanya sampah," suara halus dalam keadaan sunyi itu membuat para ayah menjewer anak perempuan yang melakukan tindakan kekerasan itu, membuat Gaby terdiam.
"JANGAN ADA YANG BERGERAK?! Saya gak butuh manusia cari perhatian," ucap Tasya dengan tersenyum. Semua hening, ayah yang marah berhenti menyakiti anaknya.
"Gaby, dengarkan kakak, walaupun mereka semua tunduk ke kakak, jika Gaby menyakiti orang lain, kakak akan membiarkan Gaby di hukum di komite kekerasan, Gaby paham?!?! Jika Gaby melakukan hal yang salah, Gaby harus bertanggung jawab akan hal itu, walaupun setelah ini, Gaby mengandalkan kekuatan kakak, tapi kita sudah janji tadi bukan?" Gaby menganggukkan kepala.
"APA YANG SUDAH GABY LAKUKAN?!?! APA GABY BUAT SALAH?!?!?" Tasya bersuara dengan tegas membuat Gaby tersenyum, ia ingat saat dimobil kakak barunya itu memarahi ia.
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
DOKTER GALAK
RomanceAnatasya (Tasya) berjalan dengan santai di bandara menarik sebuah koper. Ya, hari ini ia kembali ke negara Bundanya, untuk melaksanakan pernikahan sahabatnya itu. Kembali untuk sementara