Bab 23

1K 41 1
                                    

"TIDAK PANTAS DISEBUT NENEK BIBI DOKTER" ucap singkat dari Rifan membuat Tasya mengusap kasar wajahnya.

"Hei, kau kenapa menjadi tidak sopan lagi, dia tetap nenekmu, dia nenek yang melahirkan ibumu, tantemu, dan membesarkan ku, serta pamanmu, apakah tidak pantas disebut seorang nenek?" Loila terdiam mendengar putri kakaknya itu.

"dia menjual kami,"

"dia tidak menjual kalian, dia hanya memberikan kalian hidup nyaman lainnya supaya kalian bisa hidup lebih aman," Alex menatap Tasya saat menjelaskan kepada Cantika.

"Kau selalu berbohong pada anak kecil, apa kau tidak takut masuk neraka?" Alex menatap bibi yang selalu bersama dengannya membuat Tasya kesal.

"Baik-baik, nenek memang salah pada kalian, tapi lihat nenek, dia mau bertobat, dia menerima hukuman atas perbuatannya, jadi jika hukum sudah menghukum nenek, untuk apa kita menghukum nenek? Bukankah seharusnya kita memaafkan nenek, sama seperti nenek selalu memaafkan kalian jika kalian nakal, bukankah begitu?" anak-anak itu menatap Tasya yang hanya dibalas dengan senyum tulus dari wajah Tasya.

Di video, bunda pernah bilang sambil memandang ke arah kamera, seburuk apapun perbuatan keluarga yang sedarah dengan kita, harus kita maafkan, tetapi jangan halangi hukum yang berlaku untuk menghukumnya, jika kita mencintai mereka, biarkan mereka menjalankan hukum itu, Tasya bersuara dalam hati sambil melihat lima anak pintar itu memberi hormat.

"Jika kau menyakiti bibi dokter, aku takkan maafkan kamu untuk ketiga kalinya," Alex bersuara di ikuti anggukan kepala dari anak-anak lainnya membuat Tasya memukul kepala mereka.

"Hei, bocah nakal, kembalilah ke kamar kalian, dia tidak pernah menyakitiku, biarkan Rifan dan Cantika tinggal, mereka harus pamit pada ibu mereka," kelima anak itu hendak pergi bersama-sama, membuat Tasya menarik lengan dua bocah yang merupakan anak Lia.

"jika dia ingin pergi, tinggal pergi, dia sudah sering melakukannya," Rifan bersuara membuat Tasya melihat kearah Lia.

"Duduklah, aku ingin kalian menonton sebuah video," Tasya menyuruh pengawalnya memutarkan video melahirkan secara normal milik Reynata dan juga video operasi yang ia punya. Video yang waktu itu ia buat untuk membuat Alena tidak membenci ibunya dan mau berziarah secara rutin.

Rifan dan Cantika melihat teriakkan dari dua wanita hamil didepan layar, membuat kedua anak itu menatap Tasya.

"Bolehkah aku memilih lahir dari rahim siapa?" Tasya menatap Rifan dengan tersenyuam.

"Jika kau boleh memilih, seorang ibu juga bisa memilih untuk melahirkan anak seperti apa bukan?" Rifan dan Cantika terdiam.

"Dia ibumu, walaupun dia melakukan hal yang jahat terhadapmu, tetapi dia ibumu, dia membesarkan mu dalam rahim sampai sebesar ini, apapun yang dia lakukan, dia tetap ibumu, ibu secara biologis," anak-anak itu menundukkan kepalanya.

"Jika, mama ingin pergi, pergilah, terima hukuman yang harus kau terima," Rifan beranjak diikuti Cantika, membuat Tasya menghela nafas.

"HEI CANTIKA KAU BELUM PAMIT?!?!" tanpa berjalan mendekat, Cantika bocah ceria itu menundukkan badannya. Tasya menutup matanya, kesal. Adel tersenyum kearah Tasya.

"Jangan tersenyum kepadaku, apa kau tidak takut padaku?"

"Tidak, Roy, bayi kita meninggal dalam rahimku, saat itu aku sedang mengandung, maka aku datang kesana, setidaknya bukan anak Lia yang hampir terbunuh," ucap Adel dengan tersenyum membuat Leo terjatuh dari berdirinya.

"Mari kita bercerai, ini suratnya," Adel mengeluarkan amplop itu.

"Adel, Roy dalam pengaruh Loila, ular menggunakan bisanya untuk membuat mangsanya meninggal, wanita ular itu menggunakan bisanya untuk membuat orang lain menuruti keinginannya, secara jujur saat itu dia tidak sadar, bahkan ditambah pengaruh alkohol, dia ingin membunuh Steven bukan Rifan, karena sebelumnya ular itu berkata bahwa kakaknya disiksa dirumah Nando," Adel menatap tak percaya,.

"Bahkan saat lu berlumur darah, Nando kembali secepat kilat hendak membawa lu kerumah sakit, karena bisa manusia ular itu sudah tidak bekerja lagi, tidak menemukan lu, mencari rumah sakit terdekat, sampai dia mendapatkan kabar bawa lu meninggal, kabar palsu dari gue, sumpah gue bercanda, gue gak nyumpahin lu, sumpeh," Tasya mengangkat kedua jarinya membuat Amel tersenyum sedangkan Adel menatap kearah Tasya. Dengan secepat kilat, ia merobek-robek kertas itu dengan tangannya.

"Jika kau melakukan kedua kali aku akan mencincang kau, paham?" Roy memeluk Adel, mereka menangis bersama, "Maafkan aku, maaf, seharusnya aku melindungimu, maaf," Roy bersuara lirih dalam pelukan Adel, membuat otak iseng Tasya muncul.

"Adel, tapi dia mau bunuh gue, dia kirim 15 orang pembunuh ke apartemen gue," Tasya bersuara, memang Adel sudah mengetahui dari dokter disana dengan dipaksa Adel tentunya.

Roy menatap kearah Adel, "aku minta maaf," Adel tersenyum dan menganggukkan kepala singkat yang tak sempat dilihat Tasya.

"Kau kurang banyak mengirim orang, Roy, seharusnya kau mengirim 100 orang," Adel menatap sahabatnya itu, membuat Tasya berdiri.

Sialan, dia ngerjain balik, Tasya bersuara dalam hati.

Dia melihat Lia, jika perempuan beranak dua itu menangis atau meminta maaf, ia akan melepaskannya tetapi wanita ini sendari tadi hanya terdiam, dia mengikuti Loila terus menerus, Tasya menatap Leo.

"Hei, apa kau rela melihat istrimu akan kubunuh?" Leo terdiam dan menatap kearah Lia, perempuan yang menjadi ibu dari anak-anaknya.

"dia tidak mencintai anaknya, tidak membesarkannya untuk apa dia ada disekitar kami, lagipula dia sudah menikah, bahkan anak kedua dia bukan berasal dari ku," Leo menatap kearah wanita yang merebut kebahagiannya itu.

Tasya terdiam, wanita itu benar-benar gila, Tasya mendekat dan

plakk..

Perempuan itu tersenyum, "kau tidak mengetahui bagaimana melahirkan anak, tas, itu sebabnya aku menuruti semua permintaan dia secara sukarela, bahkan video yang kau tampilkan kepada anakku membuatku semakin mencintai ibuku, walaupun dia membuat masalah aku akan terus membelanya," Tasya menarik tangan Lia dengan kasar diikuti bergeraknya semua orang disana kearah dimana Lia dibawah, bahkan Loila mengikuti Tasya.

Tasya memasuki kamar kecil melepakan tangan Lia, mengambil semua flashdisk, semua video yang tidak berwarna itu muncul di TV dikamar Tasya. Video bunda kandungnya yang menasehati Tasya untuk tidak membenci siapapun dan membiarkan keluarganya dihukum jika ia berbuat salah, tetapi wanita disebelahnya tidak bergerak, tidak menangis, bahkan tersenyum.

Loila yang mendengar suara kakaknya menangis menahan isaknya, semua orang disana menetes airmata nya tak terkecuali, tetapi wanita didepannya yang sudah melahirkan dua anak itu tidak bergerak.

Tasya menundukkan badannya dipinggiran tempat tidurnya mengeluarkan ponselnya, menyambungkan ke TV didepannya, menunjukkan foto dimana Tasya berfoto bersama Alena dan teman-teman sekamarnya serta Gaby dipemakaman Ibunya Jesika saat itu.

"aku tidak pernah melahirkan selama ini, tetapi tugas seorang ibu bukan hanya melahirkan, jika tugas seorang ibu hanya melahirkan, bagaimana para anak yang tubuh besar dan menjadi ibu, apa yang akan terjadi dengan dunia? Aku menjadi ibu mereka, perempuan itu, namanya Alena, saat aku menjadi dokter termuda, dia menjadi anakku, aku membesarkannya, dia menjadi dokter muda sama seperti ku, kau tau apakah dia senang dengan menuruti semua perintahku? Tidak, dia sekarang kuliah lagi, dan mereka adalah teman asramanya, awalnya aku ikut keasrama hanya untuk membuat Alena berhenti kuliah dan menjadi dokter sama sepertiku, tetapi saat disana, aku malah mendapatkan tawanya ynag tidak pernah ia dapatkan," Tasya bersuara menatap bocah nakal itu.

"seorang ibu bukannya hanya melahirkannya, tetapi mendidiknya, Alena dilahirkan dari perut ibunya, tetapi dibesarkan olehku, jika dia menjadimu, siapa yang akan ia turuti?" Lia terdiam ia menundukkan kepalanya.

"Ibunya yang melahirkannya atau seorang perempuan muda yang sudah membuatnya sukses?"

Lia terdiam.

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang