Bab 53

498 29 0
                                    

Gia tersenyum, "Kamu jurusan apa Calvin?"

"arsitektur kak,"

"oh, laptop, buku desain, meja desain, itu akan kakak kirim ke asramamu, agar saat kau bisa terus berkreasi untuk Natasya, eh ini ada kemeja sepertinya untukmu, oh seminggu lalu, kau ulang tahun," Calvin menerima kemeja buatan Natasya, ia menangis. Sedangkan Gia, membuka lemari lagi, memisahkan baju Natasya untuk disumbangkan.

"Ma, ma," Gia menghampiri Nyonya Lusi.

"Berhentilah menangis untuk mereka, lihatlah ini baju untukmu," Gia memberikan gaun yang tertulis nama "IBU" di gantungannya yang diikuti tangisan pecah Nyonya Lusi. Gia kembali ke lemari, membuka satu persatu.

"Kak, ini buat kakak dan keluarga kakak, kayanya baju yang dijahit sama Natasya buat Tasya sama semua, kayanya dia mau kita pakai itu buat foto studio, tapi tidak ada punya Leony, mungkin dia sudah tau," Gia bersuara menghapus airmata yang menetes.

"Alya, tolong bawa semua baju Natasya ini, bagikan kepada para mahasiswi disini, Ratna, tolong antar laptop, meja desain, buku, dan perlengkapannya ke asramanya Calvin, oh iya Calvin, ini ada buku diarynya pacarmu, eh tunggu Ratna, Rivaldo kau jurusan IT kan, kalo Alvin?"

"IT kak,"

"Oh sekalian punya Jesika dan Leony kirim ke asrama mereka,"

"Kak, Calvin dan Rivaldo bukan pacar Jesika dan Leony," Rivaldo bersuara.

"Pacar atau bukan, ingin atau tidak, kalian mencintai mereka, kalian sudah menjaga mereka, aku selalu tau dari mereka, ketahuilah semua adikku, bahkan si bocah nakal yang masih pingsan itu menyukai siapa aku tau, mereka juga mencintai kalian, tetapi Jesika tidak bisa karena penyakitnya, sebenarnya Leony ingin menerimamu saat ia membawa pulang mendali emas, tetapi sudah terjadi mau bagaimana lagi ya kan?" Gia bersuara panjang lebar.

"Lihatlah ini ada surat buatmu dari Jesika, Rivaldo, jangan baca disini, Ibuku bisa meraung-raung nangis," Gia tersenyum.

Tepat satu jam kemudian, semua kamar asrama sudah bersih dari barang-barang, kecuali barang Alena. Dan Alena sudah sadar dari setengah jam sebelumnya.

"Bu, biarkan foto itu kita bawa pulang," Reynata bersuara. Gia berjalan mendekati Alena yang terduduk bersama Willy, karena Tasya sudah berdiri disamping Nyonya Lusi untuk menenangkan Ibu mereka itu.

"Kak Nata, Tasya, Ma, Pulanglah, aku ingin mengurus semua surat," Reynata mengambil foto itu dan membiarkan Nyonya Lusi memeluknya.

"Jaga bocah nakal, ya kak," Tasya bersuara membuat Gia menjitaknya.

"Kau pikir aku adikmu, ingat kau tidak memiliki sekertaris, dokter galak," Tasya tersenyum.

"Ma, berhentilah menangis, setelah semua selesai, besok kita ziarah oke, ma?" Nyonya Lusi tersenyum.

***

Semua sudah meninggalkan ruangan itu, tinggal Calvin, Alvin, Rivaldo, Willy, dan Alena, dan juga Gia.

"Calvin, Alvin, Rivaldo, mulailah dengan dunia baru kalian, cintailah perempuan yang layak untuk kalian cintai, jangan paksa kalian untuk melupakan semuanya, tetapi paksa diri kalian untuk menerima semuanya, itu takdir, sudah keputusan Pencipta," Gia bersuara di antara keheningan.

"Alena, jangan paksa untuk lupakan, sayang, jangan pernah, kita tidak akan sanggup, terima, terima setiap moment yang kamu lihat, terima mereka pernah ada dihidupmu, terima mereka pergi dari hidupmu," Gia tersenyum menatap adiknya itu.

"Kak, apa kakak menerima Kak Rudy mengikari janji pernikahan kakak? Apa kakak terima diri kakak menjadi seperti sekarang," Gia terdiam, itulah Alena setiap dinasehati akan bertanya dan menasehati balik.

"Kakak belum terima Alena, ini baru satu hari, tapi kakak akan menerimanya, kakak tidak bisa melupakan bahwa kakak sudah menikah, kakak tidak bisa melupakan bahwa kakak sudah punya anak, kakak tidak bisa melupakan bahwa suami kakak selingkuh, tetapi kakak akan menerimanya, menerima anak, perceraian, dan perselingkuhannya, itu memang menyakitkan, tetapi tidak sesakit kita melupakannya dan berusaha untuk mengatakan itu tidak pernah terjadi, Alena, lihat Kak Tasya, keluarga yang katanya sedarah, ternyata? Kita punya Ibu, Kita bukan kita yang dulu, Kita punya seorang Ibu untuk kita mengabdi, kita punya Ibu yang sayang sama kita, jadi terima kenyataan, paham sayang?"

Alena memeluk kakaknya, ia menangis dalam pelukan Gia, bahkan Gia yang sudah berusaha tegar sekarang meneteskan airmatanya tanpa isakkan.

"Tidak apa-apa, mereka memang pernah ada, mereka memang ada, mereka memang ada didalam kehidupan kita, tetapi mereka kembali, kembali ke Surga, mereka sedang membantu kita memperluas harta kita ke Surga, mereka ada, dan sekarang mereka tidak ada fisiknya, tetapi akan selalu ada di hati kita," Gia mengelus Alena sampai ia terdiam.

"Makasih kak,"

"Ini Willy?"

"Iya kak, nama saya Willy Herdes, tingkat 3 semester 2, arsitektur,"

"Oh iya, kalian sudah mau naik tingkat 4 ya, selamat ya," Gia bersuara membuat Alena menutup mulut kakaknya.

"Hem..hemm.." Gia bersuara tidak jelas.

"Kak, jangan bicara, itu rahasia kita, ayolah," Gia menganggukkan kepala diikuti Alena yang melepaskan tangannya.

"Selamat ya Willy, adik saya suka sama kamu, dia memang bocah nakal, dia satu-satunya keluarga Talany yang suka bersenang-senang dan berbagi dengan caranya sendiri, jadi jaga bocah nakal kami ya," Gia berlari keliling karena Alena hendak meneriaki dan menjahili Gia.

"LIAM?!? LIAM?!?! ALYA?!?!? tolong-tolong saya," Gia berteriak-teriak dengan tertawa membuat Liam dan kedua anak Gia yang baru tiba masuk kedalam dengan tergesa.

"Olier, Olivia, sini bantu aunty, mami nakal," Kedua anak Gia yang bingung harus membela siapa karena dua-duanya tertawa dan saling menjahili hanya berdiri disamping Liam.

"Mami, aunty, apa umur kalian tidak terlalu tua untuk bermain lari-larian," Alena dan Gia terdiam memandang Olier yang dewasa sebelum waktunya. Dan benar, mereka berdua sepakat untuk menjahili dua bayi cilik mereka yang sedang beranjak menjadi bocah nakal.

"Mami, aunty, Olivia tidak ikutan," Iya seketika kamar asrama yang tadinya penuh tangisan berubah menjadi penuh tawa kembali.

"Sudah-sudah mami sudah tua, mami cape," Gia meniduri tubuhnya di sofa panjang dibalkon kamar asrama adik-adiknya itu.

"Alena, ingatlah kamar ini sudah penuh tawa kembali, kau paham? mulailah lembaran baru lagi, jika kita kesusahan, berhenti sebentar, lalu buka halaman sebelumnya lihat apakah kau pernah mengalami masalah ini disepanjang hidupmu, lalu buka halaman baru lagi, mulai lagi, setiap gagal, mulai lagi, seperti dulu Nanda mengajarimu di laboratorium, gagal, buat lagi, gagal buat lagi, paham?" Alena memeluk Gia dengan erat sebagai penganti kata paham.

Calvin, Rivaldo, Alvin, dan Willy memandang pandangan indah ini.

"Pantesan Natasya seperti malaikat, ternyata keluarga mereka bukan keluarga bangsawan, tetapi keluarga malaikat, baik hati, benar-benar murni kebaikannya," Calvin bersuara.

"Gue gak pernah nyesal pernah disiram Jesika, gue gak pernah nyesal pernah mengukir namanya di hati gue,"

"Mereka memang Nona Muda Talany, tetapi mereka adalah malaikat, tidak salah semua orang hormat kepada mereka, bukan soal harta, tetapi sifat, Bahkan mereka tidak pernah mengandalkan harta, mereka selalu berjuang masing-masing, Leony selalu bilang kalo ini bukan hartanya, ini harta keluarga," Alvin bersuara mengingat setiap ucapan calon pacarnya itu dulu.

Sedangkan Willy hanya tersenyum, Alena, akan kupastikan aku menjadi satu-satunya manusia di surat nikah ku seumur hidupku.

****

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang