Bab 60

855 26 0
                                    

Tasya dengan nafas teregah-egah berada diruangan dimana Calvin berada.

"Calvin?!" teriak Tasya membuat semua menoleh dan Alena menutup mukanya dengan tangan dan rambutnya.

Tasya melihat sekitarnya, mencari sosok yang pastinya merupakan keluarga Talany, cameramen tidak berhenti merekam, karena ia takut kepada sosok Tasya, sehingga mereka yang ada diruangan itu hanya berdiam diri, tanpa ada suara.

"Sumpah kak, gue cumaan bantu Calvin, lagipula Calvin adek gue kok." Alena menurunkan tangannya dan memberikan tanda peace kepada kakaknya.

"Alena Talanny?!?!" Teriak Tasya.

"Kak," Calvin menatap Tasya senduh.

"Sekalipun saham kakak akan turun, sekalipun perusahaan kakak akan bangkrut, kakak tidak peduli Calvin, bagaimana orang diluar sana menghinamu, Alya sudah menjadi keluarga Talanny, begitupun kamu, jadi kakak tidak peduli, paham?" Tasya menatap sendu.

Tanpa mereka sadari pengusaha, saingan, investor, dan netizen yang melihat terdiam. Seakan seluruh dunia menganggumi sikap Tasya.

Calvin menatap kearah Tasya dan tersenyum, "Makasih kak dan maaf atas semuanya, Calvin minta maaf," Mereka bertiga berpelukkan dan menangis.

"Keluar lah lebih dulu," Tasya tersenyum manis. Alena dan Calvin pergi dari sana.

"Hapus tayangan live ini semua, jangan munculkan berita apapun." Tasya tersenyum singkat dan keluar dari ruangan itu.

****

Alena berjalan menuju kamar asramanya. Ia menatap kamar yang bersih dan sepi. Mereka berbeda-beda tingkat dan jurusan membuat kamar sepi. Alena duduk di kursi belajarnya menyalakan laptopnya. Ia mengusap mukanya dengan kasar. Ketika dia hendak menidurkan kepalanya handphone berdering.

"Kak Gia?" ia menatap ponselnya yang sudah berdering cukup lama tanpa memberikan tanda bahwa dia akan mengangkatnya.

"Hei halo kak, kenapa kak?"

.

"Hah?!?! Gila?!?!? Okay," Alena menatap kembali layar laptopnya sudah nyala dan menampilkan foto keluarga.

Tapi, lagi-lagi teleponnya berdering.

"Hei buset, mau istirahat tau, gak ada bedanya ternyata jadi dokter atau mahasiswa biasa," Alena mengangkat teleponnya.

"Halo kak,

"Al, kita seangkatan,"

"iya kenapa?"

"Alena, rapat hari ini, kita mau bahas soal ulang tahun kampus, kamu lupa atau apa?"

"Astagaa otw kak," Alena mengambil tas, menutup laptopnya, dan berlari keluar asrama.

****

"Hai kakak sekalian, maaf terlambat, otak saya lagi korslet kak," Alena menundukkan kepalanya.

"Sudahlah Alena," ucap salah satu mahasiswa.

"Ale, gimana tugasmu kemarin?"

"Oh, sudah kak, ini yang dibutuhkan dan ini total harga yang akan dibutuhkan,"

"Astaga, kayanya salah nyuruh nona Talanny, ini kebanyakan sponsor yang dikonfirmasi ke saya itu cumaan 20M, sedangkan nyewa segala macam udah habis sisa 10M, apa tidak bisa dikurangin lagi Ale?" Alena menatap kertasnya dan menatap kakak-kakak senior disana.

"Kak, ini masih banyak ya? Alena udah kurangin semalaman tau, dari yang luar biasa jadi biasa kok, hem istilah dari kualitas nomor  1 jadi 2 kok," Alena binggung.

"Ale, ini masih kebanyakan, cari sponsor juga tidak mau sebanyak ini,"

"Hah? emang iya kak, ada kok sponsor, bentar ya," Alena mengambil ponselnya dan melakukan videocall dengan Tasya.

"hei, bocah nakal, uang jajan mu kurang, aku akan transfer saat ini juga," tuttt.

Tasya mematikan ponselnya membuat Alena memamerkan giginya kepada teman-temannya disana.

"Bentar ya kak," Alena menelepon Calvin.

"CALVIN!?!?!?"

"Apaan sih kak al? gue lagi gambar santai nih, jangan ajak duel kenapa." ucap Calvin dengan betenya bahkan tidak melihat kearah Alena sedikit pun.

"DASAR ADEK DURHAKA!?!" tut..tutt Calvin mematikan handphonenya.

"baik, sekarang kak gia." ucap Alena tersenyum dan menelepon kakaknya.

"KAKAK KU SAYANG. AKU BUTUH DONATUR BUAT ULANG TAHUN SEKOLAH TEMANYA BERBAGI DAN ITU KITA ADAIN DOORPRIZE JADI SEMUA MAHASISWA DAPAT." Alena menghembuskan nafasnya, ia sengaja berbicara tanpa nafas, agar kakaknya tidak memotongnya.

"Udah kakak transfer ke atm mu, pakai dengan benar, beli barang kualitas bagus." Gia mematikan teleponnya, tanpa sempat dijawab oleh Alena. Semua orang disana kaget dengan sikap yang baru saja terjadi.

"Hem, kakak Gia mau nikah, jadi lagi sibuk banget," Alena bersuara dengan berusaha untuk tidak terlihat sedih. Alena kemudian menelepon Ibunya, Nyonya Talanny.

"Kok gak diangkat ya?" ucap Alena binggung. Akhirnya, ia menelepon asisten ibunya takut kenapa-napa.

"Halo, ibu mana?" Alena tanpa basa-basi langsung bertanya.

"Rapat nona muda, ada masalah yang bisa saya bantu?" Alena terdiam, dia benar-benar terdiam. Semua berubah, semua keadaan dirumahnya kembali berubah. Memang, tidak terselimuti dengan kesedihan, tapi kesibukkan yang benar-benar membuat Alena ingin berteriak dirumah.

"Nona muda kelima, saya sudah mentransfer uang jajan nona, jika ada yang dibutuhkan silahkan hubungi saya lagi, saya mohon undur diri dulu nona." Alena tanpa menjawab langsung mematikan ponselnya. Dia terdiam cukup lama dengan ponsel ditangannya, membuat semua orang disana termasuk Willy terdiam. Alena berdiri.

"Kak, sponsor udah cukup, besok Alena beliin semua barangnya langsung dianter ke sini ya kak, Alena pamit." ucapnya berdiri.

Alena terduduk di kamarnya apertemennya, dia menangis sendiri disana.

"Jes, leonny, Natasya, gue kangen, mereka kembali sibuk, kak Nanda kak," Alena menangis sendiri disana memanggil semua yang bisa ia panggil. Alena menangis, seperti bocah nakal pada umumnya, mungkin Alena telat puber, jadi ia kembali menjadi bocah yang mencari perhatian lagi.

***

Alena tidak menempati janjinya untuk mengirim barang, bahkan tidak pergi kesekolah, dia hanya merenung dikamar apertmen miliknya yang ia beli waktu itu, apertemen yang menjadi sejarah dimana dia dan teman-teman yang sudah menjadi keluarga Talanny itu bermain dan berbagi cerita bersama.

Ponselnya pun dimatikan, benar-benar hilang dari dunia kenyataan. Tasya yang sedang sibuk dengan pembangunan rumah sakit dan mengurus izin ruang penelitiannya mendapat telepon dari mamanya.

"Tasya, suruh adikmu berhenti membuat tingkah, dia menghilang seharian ini, padahal uang sponsor ada di dia semua, dia tidak membeli barang, ibu sedang sibuk untuk mengurus cabang perusahaan sama produk baru perusahaan." Nyonya Lusi mematikan teleponnya, Tasya yang sedang emosi pun tidak menanggapinya, dia kembali fokus bekerja.

Karena tidak ada respon dari keluarga Talanny, Willy pamit dari ruangan pembimbing, dia menelepon Gia.

"Selamat siang kak," ucap Chicko tanpa dijawab oleh Gia.

"iya, itu disitu aja, ini ganti makanannya, Liam tidak suka warna itu," hanya suara itu yang muncul di ponsel, seakan-akan dia tidak bertelepon dengan Willy.

"Halo kak Gia, ini Willy,"

"Iya kenapa dek? Iya itu ganti warna." ucap Gia lagi.

"Kak, Alena tidak masuk kampus lagi, sedangkan semua uang donator di dia." Willy bersuara lagi.

"Oh, yaudah, kakak transfer ke kamu saja ya uangnya, kamu saja yang belikan, kakak juga gak tau dimana, udah dulu ya wil, kakak sibuk." tut.....

Telepon dimatikan, Willy terdiam.

Jadi, ini sebenarnya yang terjadi, Alena yang sabar ya. batin Willy bersuara

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang