Alya terduduk dirooftop rumah sakit, dimana keluarga Talany berada disana, ia benar-benar marah, kecewa, dan emosi kepada dirinya sendiri, air mata tidak berhenti menetes dari matanya.
"Oh Tuhan, kemana-kemana, aku harus mengakhiri ini semua, aku benar-benar takut," ucap Alya sendirian diatas sana. Alya terduduk menatap matahari terbenam. Ia menangis sendirian
"Astaga, Alya, kau kehilangan semuanya, Mama, aku telah membalas dendamku untukmu, aku sudah membunuh mereka semua yang menghalangimu mendapatkan Papa, tetapi kenapa? kenapa kau masih tidak mengakui diriku disini, kenapa, kenapa kau tidak pernah menganggapku anakmu," Alya menangis disana.
Dari kecil, Alya sudah dititipkan dengan neneknya, sedangkan mama mencari pacar yang kaya kesana kemari, sehingga akhirnya adiknya Calvin secara tidak sengaja lahir, saat mamanya dalam tahap persembunyian, tapi semua semakin menjadi saat mamanya bertemu dengan tantenya kembali, adik mamanya yang licik dan mempunyai motivasi yang sama menjadi kaya.
Kedua manusia yang buta akan uang itu berakhir tragis, karena uang, mereka harus melihat anak-anak mereka memberontak, dan mereka mati saling dibunuh.
Alya terduduk menatap langit-langit disana yang penuh bintang, "Aku tau aku salah, tapi aku tidak bisa berhenti, aku tidak tau,"
***
Tasya baru saja sadar dikamarnya, ia membuka matanya perlahan dan mendapati tidak ada seorang pun disana, bahkan dokter dan perawat. Ia hanya menangis, menangis sendiri dan tidak bisa bersuara, hatinya seakan-akan telah hancur tersakiti.
Tasya menangis dalam kesepiannya, "Hei, Pencipta, aku lelah, aku lelah untuk berjuang lagi, maafkan aku Alya, maafkan aku," Tasya menangis sejadi-jadinya, ia tidak sadarkan diri lagi. Tasya benar-benar telah lemah.
****
Malam itu, dirumah keluarga Talany, Nyonya Lusi kembali duduk dikursi roda, ia kembali kepada kebiasaannya yang tidak ingin diganggu, ia kembali kepada kebiasaannya yang merenung, sehingga mengakibatkan Reynata dan Romi harus tinggal dirumah utama itu.
Gia dan Liam sedang mengurus pernikahan mereka, anak-anak kembar mereka harus mereka jaga juga, situasi rumah seketika berubah menjadi berantakan, membuat sang mahasiswi, Alena, terdiam dan merenung dikampus.
"Al, lu nginep di asrama lagi?"
"Iya,"
"Itu Alena, tugas lu belum diserahin, lu dipanggil dosen," salah satu temennya datang dan berbicara kepada Alena dan temannya yang baru di Kampus.
"Oh, bilang saja gue gak mau," Alena berjalan pergi sendiri, semua terdiam.
Sedangkan, Tasya hanya dirumah sakit berbaring, menangis, dan pingsan, hanya itu semua keluarga menjadi saling tak kenal lagi.
***
Keesokkan siang harinya, Alya datang kerumah keluarga Talany, karena Calvin memberitahu kakaknya bahwa Alena hanya masuk untuk absen terus keluar, semua dosen tidak ada yang menegurnya, mahasiswa ataupun mahasiswi tidak ada yang peduli. Alena benar-benar sudah menjadi bocah nakal lagi, bahkan cowok yang lagi dekatin pun tidak digubrisnya lagi. Ia hanya merenung dikamar apartemennya sendirian.
Alya dengan berani diri masuk kedalam lingkungan keluarga Talany, kagetnya dia satpam tidak ada disana, mungkin sudah lama tidak di nasehati, dan bayarannya yang harus diminta dulu kali, Alya benar-benar menangis dihatinya.
"Mama, maafkan aku, kali ini aku menyerah, aku rela tidak dianggap olehmu, tapi aku tidak akan menyakiti atau membunuh siapapun lagi, maafkan aku," Alya memantap kakinya memasuki pintu utama keluarga Talany.
Nyonya Lusi yang sedang makan, bersama dua keluarga dan anak-anak kecil tampak tak ada senyuman sedikit pun.
"Permisi," Alya bersuara pelan, semua pelayan yang sedang bermalas-malasan kaget, bahkan satpam juga berada disana.
Tidak ada yang menyahut, hanya ada Liam berdiri dan membawa anak-anak Gia dan Reynata keatas bersama Romi. Mata Reynata merah, benar-benar seperti mak lampir, setelah ia melepas kacamata hitamnya.
Alya tersungkur, dia berlutut memohon, "Maafkan saya, maafkan saya," Semua terdiam. benar-benar terdiam.
"Saya minta maaf, hanya itu yang bisa saya lakukan, permisi," Alya berdiri dan keluar dari sana,tanpa ada yang mengalangi dan bersuara.
****
Alena lagi-lagi kabur dari pelajaran, setelah mengisi absen, tapi sialnya kali ini adalah gurunya adalah calon kakak iparnya, Felix, ia tidak sadar, bahwa Felix mengetahui semuanya. Sedangkan, Tasya belum bisa dikuatkan.
"NONA ALENA?!?!" teriak Felix didalam kelas itu membuat semua terdiam, bahkan Alena yang sudah berada didepan pintu ikut terdiam.
"FELIX?!?!" Alena bergumam saat baru menyadari siapa dosennya.
"jangan adukan pada Tasya," ucap Alena singkat.
"duduk, atau aku akan mengadukannya,"
"Aku lelah, mau istirahat,"
"Sampai kapan kau mau menghindar, Alena?" Alena terdiam.
"Apa kau pikir dengan menghindar, studimu selesai? Apa kau pikir dengan cara seperti ini, semua masalah selesai? Apa kau pikir dengan cara seperti sekarang, kau bisa menyelesaikan semuanya, ALENA!?!?! apa yang Ibumu inginkan? Apa yang sudah kau janjian pada kakak-kakakmu?"
"Tolong, jangan urusin kehidupan keluargaku, Felix, aku tidak sudi," Alena berjalan keluar tanpa mempedulikan Felix.
Ia berjalan menuju taman kampus, dekat gedung anak IT, ia menangis disana, Calvin yang melihat Alena menangis, meminta izin untuk keluar sebentar di ruangan lab mereka.
"Hai kak Alena," Calvin bersuara disamping Nona muda keluarga terpandang itu.
"Calvin, kenapa kakakmu membenci kami? membenci kami? membenci Tasya?" Calvin tersenyum.
"Ibuku adalah ibu yang dianggap ibu kandung oleh Kak Tasya, dia perempuan yang sudah melahirkan ku dan Alya, ibu sering mengganti pasangan, sampai akhirnya menikah dan melahirkan Tasya, tapi entah apa yang terjadi, dan didukung oleh Nenek, Ibu semakin menjadi, sampai akhirnya aku lahir, bahkan Ibuku tidak tau siapa ayah dari diriku, akhirnya kami dititipkan sama Nenek yang tidak punya perasaan," Calvin terdiam sebentar, airmatanya hendak menetes.
"Terus akhirnya, Nenek meninggal, lalu adik ibu yang licik, ketemu sama ibu, Al, lalu karena ibu nya Ayahnya Bang Nando meninggal, dan itu adalah kakaknya suami ibuku, bang Nando dititipkan sama suaminya, ya seperti yang kamu ketahui selajutnya," Calvin tersenyum, Alena kaget.
"Kak Alya, bukan membenci, tetapi ia telah dirasuki dan rasa ambisi untuk diakui oleh Mama, bahwa dia anaknya, seperti kepada Kak Tasya waktu dikantornya," Calvin menghentikan ucapannya lagi.
Alena menghapus airmatanya, " tolong temanin aku ke kak Tasya, ayo,"
Mereka berdua kabur dari pelajaran masing-masing dengan mobil milik Alena, mereka menuju rumah sakit dimana Tasya berada, betapa terkejut mereka saat melihat Alya sedang menangis didepan kaca, dengan pandangan Tasya tidur dengan tangan terikat dan lengannya penuh perban.
Alya segera berdiri dan kabur dari sana, tetapi Alena berlari meminta izin untuk masuk dan tentunya tidak diizinkan.
"Kak, KAKAK, hei Tasya, bangun,"Alena membangunkan sang perempuan kuat itu dengan sekuat tenaga, sampai akhirnya matanya terbuka.
"Alena, maafkan kakak, Alena,"
"Kau tidak boleh lemah, Tasya, aku akan ceritakan semua kisah, jadi kau tidak bisa menyalahkan dirimu lagi," Saat itu didepan kaca ada Calvin dan keluarga Talany yang datang karena dokter menelepon bahwa Alena nekat masuk.
Tasya terdiam saat semua cerita yang keluar dari mulut adik manisnya itu, "denger, kita tidak salah, kita tidak dibenci, Alya tidak membenci kita, Tasya, Alya tidak membenci kita," Tasya benar-benar terdiam dibantu dengan adiknya ia melepaskan semua ikatan ditangannya.
"Saya mau pulang," Tasya tersenyum dengan Alena dan keluar dari rumah sakit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOKTER GALAK
RomanceAnatasya (Tasya) berjalan dengan santai di bandara menarik sebuah koper. Ya, hari ini ia kembali ke negara Bundanya, untuk melaksanakan pernikahan sahabatnya itu. Kembali untuk sementara