Bab 1

15.4K 342 3
                                    

Anatasya berada di bandara, ia berjalan dengan santai, tanpa perlawanan, tanpa keinginan, dan tanpa tujuan. Anatasya seorang dokter galak yang bekerja di MI, medical internasional. Hari ini ia ada di negara yang membesarkan dirinya. Ia berada di negara ini, oleh karena temannya hendak menikah, lebih tepatnya sahabatnya akan menikah dalam 4 hari kedepan, ia sudah berjanji untuk datang.

Bukan Anatasya namanya jika tidak memanfaatkan keadaan, karena kebetulan di negara ini Tasya mendapatkan misi, jadi ia menghemat uang cukup banyak, seperti tiket pesawat, hotel, dan transportasi, ditambah lagi ia dapat gaji dan uang saku.

"Huh, kalo bukan karena adel nikah ngapain gue terima misi ini," ucap Tasya menarik kopernya dengan malas. Ia menaiki taksi yang terparkir disana.

"Pak Hotel Luna" ucap tasya datar kepada tukang taksi yang hanya dijawab dengan anggukan kepala.

.....

Tasya melepaskan jaket kulit, merapikan bajunya dan mandi. Setelah kamar hotelnya yang dipesan oleh asisten atasannya itu rapi dan dirinya rapi, ia berangkat untuk melaporkan keadaan.

"Halo!" ucap Tasya tersenyum kepada para perawat yang berpapasan dengan dia.

"TASYA!!!" teriak lelaki tampan yang memakai jas lab bewarna putih lengan pendek itu.

"Ya Tuhan, sayangku, cintaku, makin cinta gue ada lu disini," ucap lelaki itu sambil merangkul bahu Tasya. Tasya hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Tas, bantuin gue ya," ucapnya lagi setelah mereka hampir tiba di depan ruangan khusus MI.

"Berapa dokter ditugasin ?" tanya Tasya lagi.

"tiga, lu, gue, Nanda," ucap lelaki itu, sambil menempel ke badannya.

"Iya, Richard," ucap Tasya mengeser tubuhnya karena kesal pakai banget dengan tingkah lelaki ini, jika bukan karena sahabatnya Nanda yang jatuh cinta dengan Richard begitupun sebaliknya, ia memilih untuk menjauh.

"RAPAT!" teriak Tasya saat ia tiba diruangan MI.

Rapat dimulai, lebih tepatnya untuk membahas  dan menyelesaikan misi mereka, mereka akan selalu melakukan rapat, jika pasien tidak dalam keadaan darurat, atau misi darurat, mereka melakukan itu untuk menyatukan bahasa, pemahaman, dan juga kecepatan serta fokus.

Rapat selesai tepat jam 6 sore, rapat yang dilaksanakan selama dua jam itu, selesai. Mereka segera bersiap-siap untuk memulai operasi.

Operasi dilaksanakan tepat jam 10 malam, karena tadi ada sedikit masalah. Operasi bahkan dilakukan selama sepuluh jam.

Tepat jam 9 pagi, Tasya keluar dari rumah sakit itu. Ia telah memeriksa pasien dan pasiennya sudah dalam keadaan stabil, jadi ia meminta izin untuk istirahat, dan ia memutuskan untuk tidur di kamar hotel.

Tasya berjalan kaki menuju hotelnya,dikarenakan keberadaan hotelnya dekat dengan rumah sakit dan juga karena mobilnya belum diantar ke rumah sakit.

"Sialan kaki gue mau putus, sumpah rasanya itu kaya mau mati kaki gue, yang sabarnya kaki," Tasya mengelus-ngelus kakinya.
Ia memiliki dua orang sahabat di MI, yaitu Amanda dan Nanda.

Amanda tidak senang menjalankan misi, jadi ia sedang bersama keluarganya dari mereka bertiga, hanya Amanda lah yang sudah menikah dan mempunyai anak usia dua tahun. Baru kakinya sampai di depan kamar hotelnya, ia kaget melihat Adel, Amel, Ananda, dan Analia.

Ia mengusap mukanya kasar dengan tangannya, "Ya Tuhan, kapan gue istirahatnya," ucapnya frustasi didepan pintu hotel. Tasya berjalan dengan males menghampiri temannya.

"Untung lu gak bawa anak mel," ucap Tasya duduk di sofa lobby hotel itu.

"Darimana lu? Kenapa bawa jas lab? Kerja? bukannya lu baru sampai?" tanya Ananda tanpa henti.

"Rumah sakit, karena gue kerja, iya gue kerja, gue dapat misi, makanya gue kerja, ini mau tidur," ucap Tasya sambil menguap. Sebelum ia berangkat ke negara ini, ia juga baru dapat misi, ia sangat amat lelah.

"Ini gue anterin baju, lu gak bisa ikut nanti acara reuni akbar dirumah abang lu dong?" ucap Adel dengan menyodorkan paperbag.

"Iyalah, gila gue baru operasi di negara A terus gue disuruh kesini untuk misi, gue nurut ae tuh, biar dapat cuti tiga hari, hari ini, besok, sama lusa. Kalo lu nyuruh gue buat datang hari ini ke acara gak penting itu, gue pulang ke asal gue," ucap Tasya meluruskan kakinya dan menutup matanya.

"Auah" ucap Adel.

"TUNGGU?!!? abang gue yang adain?" Tasya seketika duduk tegak dan dijawab dengan anggukan kepala milik teman-temannya itu, ia mengusap kepalanya frustasi.

"Lu pada harus bantu gue, okay? jangan ada yang tau keberadan gue, anak-anak lu pada juga, gue lelah, gue baru operasi 10 jam, rapat 2 jam, gue baru nyampe, belum mimpi, please, please, demi pesta lu, del," Kali ini Tasya mengusap-usap tangannya tanda permohonan diikuti anggukan kepala.

"KALIAN TERBAIK POKOKNYA!!" Tasya berdiri, " gue tidur dulu ya, bye," ucapnya datar dan pergi dari lobby itu. Airmatanya menetes, ia teringat saat dan alasan ia meninggalkan negara ini. Ia meninggalkan negara ini dengan terpaksa.

Sahabat-sahabatnya itu sudah berteman sejak kecil, mereka sudah seperti saudara, Analia adalah sahabat, saudara, dan teman sejak kecil, tetapi saat dimana ia harus meninggalkan negara ini karena tugas, Analia selingkuh dengan tunangannya, mengakibatkan Analia hamil.

Saat itu, bahkan mama dan papanya juga ikut memohon untuk melepaskan calon suaminya itu, sejak saat itu ia tidak pernah kembali atau bersemayam atau singgah sebentar di tempat dimana keluarga dan dirinya dibesarkan dulu.

Ia lebih memilih membeli rumah dan membangun sebuah rumah sakit di negara orang lain, ia lebih memilih memindahkan warga negaranya daripada harus menetap disana. Ia lebih memilih belajar mati-matian daripada harus menghubungi keluarganya. Tapi, semua berubah, saat anak Amel semakin dewasa. Amel yang merupakan korban pemerkosaan dan naasnya ia mengandung bayi. Saat itu, ia membantu Amel menjaga Amel, hingga bayinya lahir. Akan tetapi, Amel lebih memilih tinggal di negara ini.

Jika, bukan karena sahabatnya yang lain, ia tidak sudi berada di negara ini. Airmatanya selalu menetes setiap melihat wajah Analia, ia ingin marah, tapi sudah tidak mungkin, bahkan sekarang sahabatnya itu sudah memiliki dua anak, dan semua kejadian itu hanya masa lalu, Anatasya harus belajar untuk mengikhlaskan.

Ia mengusap kasar wajahnya frustasi, ia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menujukkan kekecewaan didepan sana didepan sahabatnya itu, tetapi itu tidak bisa, itu susah. Ia menarik nafas dan menghempuskannya kuat didalam lift.

Ia menghapus airmatanya dan berjalan memasuki kamarnya saat pintu lift sudah terbuka.

Lia, maafkan aku, aku belum bisa berbicara denganmu, aku belum bisa memaafkanmu, aku tau aku egois, aku tidak bisa memaafkanmu secepat ini, ini baru dua tahun, tapi anakmu sudah dua, batin Tasya menangis ia menutup matanya.

Perselingkuhan itu tidak pernah dibahas lagi, tapi saat itu bahkan semua sahabatnya tak bisa membela Tasya atau Lia, mereka hanya bisa diam. Diam tanpa komunikasi satu sama lain. Bahkan, anak Lia dan mantan calon suaminya itu, dekat sekali dengan sahabatnya yang lain, dan anak mereka laki-laki dan perempuan.

Ia menangis hingga terlelap dalam kamar sunyi.

Kuatkan aku saat bertemu anaknya Tuhan, anak itu tidak bersalah. lirih Tasya sebelum terlelap.

DOKTER GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang