Tasya duduk di meja makan yang tersedia di ruang makan para dokter dan tentara. Tasya memang tidak pernah melakukan misi seperti ini, sebelum menjadi MI, ia hanya fokus kedalam misi internasional yang hanya bekerja untuk satu negara setiap misinya tanpa melibatkan negara lain dan tentara atau tidur di kamp. Tetapi semenjak, ia sudah memilih kepada negara mana ia membayar payak dan di gaji, ia harus menerima misi dari negaranya itu juga, melalui MI.
Tasya memakan makanan yang ada didepan nya dalam diam, mengingat keluarganya yang ada di Surga, mengingat semua moment kecil dan terlantarnya di dunia ini.
Ternyata hidup gue tidak semanis yang ditulis di majalah gosip, seandainya hidup gue semanis itu, mungkin gue akan bahagia kali ya, batin Tasya saat itu di tengah sunyinya pikirannya, walaupun ruang makan itu tidak sunyi.
"dokter satu," salah satu rekan dokter dan perawat datang menghampir Tasya yang sedang makan dengan makanan dinampan mereka.
"Bolehkah, kami izin makan disini, dok?"
"silahkan," Tasya tersenyum lembut dan berusaha seramah mungkin. Jika mereka semua paling tidak ditugaskan dalam misi, Tasya malah sebaliknya, sekarang mungkin dia akan menyukai berada didalam misinya, untuk melupakan semuanya, semua masa lalunya.
"dok, saya turut berduka cita," ucap salah satu perawat membuat Tasya tersenyum sekilas, lalu berdiri.
"Maaf, sepertinya saya sudah selesai makan," ucap Tasya meninggalkan mejanya tersebut para tentara dan beberapa dokter serta koki yang melihat Tasya berdiri seketika langsung melihat kearahnya. Belum lama, ia berjalan pimpinan kamp. tersebut berjalan mendekat, semua tentara yang kaget melihat pimpinannya ada disana berdiri dan memberi hormat.
"Duduklah kalian, dokter Tasya," Memang dokter dan perawat tidak melaksanakan semua sesuai peraturan kamp, tetapi Tasya malah tidak mempedulikan apapun dan siapapun, ia hanya peduli pada nyawa yang sekarat didepannya, pada setiap suara yang meminta tolong, karena dia sangat sangat tidak menginginkan keluarga lain menerima jenazah seperti keluarganya.
"Selamat Pagi, pimpinan, ada yang bisa saya bantu?"
"Sepertinya sarapan dokter belum habis, mari berbicara sambil makan?"
"Menurut medis, berbicara sambil makan sangat berbahaya," Tasya tersenyum walaupun bukan senyum yang ramah dan berjalan lagi.
"Bolehkah saya meminta dokter Tasya untuk menyelamatkan anak saya?" teriak pimpinan yang melihat Tasya berjalan lagi, namun mendengar suara pimpinan kaki Tasya berhenti melangkah.
Sialan, kepala gue, sakit banget, batin Tasya menahan rasa sakitnya.
"Anak saya sedang diantar kesini, saya memohon, saya tau hanya dokter MI yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkannya, tetapi kalian tidak bisa mengoperasi tanpa misi, karena itu saya keluarga pasien memohon dan ini dalam misi dokter Tasya," Tasya terdiam, ia memang membelakangi pimpinan itu, tetapi tentara yang ada didepannya bisa melihat Tasya menutup matanya.
"Saya akan tanya pusat misi," ucap Tasya singkat tanpa beranjak.
"Saya mohon, saya mohon, hanya dokter Tasya yang bisa menyembuhkannya,"
"Jika semua keluarga berkata seperti itu, saya harus berkata kepada siapa? Keluarga saya harus berkata kepada siapa? Jika hanya saya yang menjadi dokter hebat? untuk apa? emosi saya tidak terkontrol jika menganut keluarga, begitupun Anda, jika HANYA SAYA YANG BISA MENYELAMATKANNYA, Kenapa dokter lain tidak bisa melakukan hal itu?" Tasya benar-benar kalut, ia berteriak dan membalikkan badannya menatap tajam kearah pimpinan itu.
Jika dulu, Tasya sangat senang jika walipasien atau keluarga pasien berkata seperti itu, sekarang tidak. Ia selalu menempatkan posisinya menjadi keluarga pasien, ia selalu mengingat bagaimana setiap dokter yang keluar dari sana berkata kalo mereka telah berjuang. Tasya benar-benar kesal, dilain sisi kesal dengan keluarga yang selalu memohon untuk keselamatan keluarganya dan juga dokter-dokter yang telah menangani keluarganya yang telah meninggal.
"Banyak dokter di negara ini, di dunia ini, cari mereka, aku tidak akan menyelematkan sesorang dengan sekuat tenaga ku lagi," ucap Tasya yang langsung membuat semua orang disana kaget, bahkan tak terkecuali Felix.
Tidak, tidak mungkin aku berkata seperti itu, bukannya kau ingin masuk Surga, Tasya, ayolah kau ingin ketemu keluargamu di Surga bukan? Mari berbuat baik sebaik-baiknya agar kau masuk Surga, tenangkan emosi, batin Tasya menutup matanya menarik nafasnya dan membalikkan badannya.
"Emosi saya masih belum stabil, bawa saja putrimu, aku akan berusaha semampuku," ucap Tasya lagi dan berjalan, Pimpinan itu menundukkan kepalanya, ia tidak peduli jabatannya seperti nya.
"Terima Kasih dokter Tasya,"
Tasya menyerahkan piringnya kepada para staff dapur, lalu berjalan keluar.
"sepertinya belum dimakan," ucap pelayan yang melihat hanya nasi yang sedikit bergerak, memang benar Tasya menyuapi makanan ke mulutnya sebelum orang-orang rusuh tadi, merusak semuanya, tetapi hanya nasi, nasi putih yang masuk kedalam mulutnya.
Felix yang melihat Tasya sudah keluar dari ruang makan, mengangkat nampannya dan meletakkannya lalu mengikuti Tasya keluar.
"dorr," Felix menepuk pundak milik Tasya yang sedang duduk di tanah dengan bengong.
"Apa lu?"
"tanya kek, ngapain, ini malah judes, kaget gak?" Felix duduk disamping Tasya itu. Tasya tidak memberi tanggapan.
"Buset, dokter galak, hei, hei, apa sebelum dan sesudah yang terjadi kau tidak mengubah semuanya tentangku bukan?"
"kenapa kau bisa ada disini?"
"Mencarimu," Tasya menatap Felix kesal.
"Aku tidak tau wanita judes yang ada di mall adalah dokter satu yang menyelamatkanku di medan perang 3 tahun yang lalu," Felix bersuara lagi membuat wanita itu benar-benar ingin memukulnya.
"Menyelamatkan?" ucap Tasya dengan tatapan kosong, Felix yang melihat dan mengetahui maksud dan tujuan wanita itu mengalihkan topik.
"Ceritakanlah semuanya, aku ingin dengar, bagaimana Tuhan membuatmu menjadi 10000 kali lebih galak dan tak berperasaan seperti ini," Felix menatap dokter yang cantik sebelahnya itu, walaupun Tasya tidak melihatnya. Tasya membuka suara mulai dari ia keluar dari apartemen waktu itu sampai Leony meninggal karena kecelakaan.
Felix yang melihat Tasya mengeluarkan air mata menjadi sedih, tetapi ini adalah cara, cara agar wanita itu melupakan semuanya, melupakan semua yang menyakitkan, melupakan semua dan berhenti menyalahkan dirinya.
"Seharusnya aku tidak mematikan teleponku waktu itu, seharusnya aku tidak tidur malam itu, setidaknya aku akan menyelamatkan kakakku, seharusnya ini semua tidak terjadi, hanya karena egois aku tidur waktu itu, Jesika dan Gaby menjadi korban berdukaku, seharusnya aku tidak melepaskan lelaki tua itu, seharusnya aku mengirim pesawat pribadiku untuk Leony, seharusnya aku...." Tasya menangis dalam pelukan diri sendiri. Felix tidak berani memeluknya, karena ia sangat amat menghargai wanita cantik di sampingnya.
Felix benar-benar tidak sanggup melihat Tasya seperti sekarang, tetapi ia sangat mengetahui dari cerita Romi, bahwa Reynata, Gia, Nanda, dan Tasya adalah seorang saudara sekaligus sahabat, bahkan ia tidak membayangkan bahwa salah satu dari mereka akan meninggal lebih cepat seperti ini.
"Baik, jika kau diberi waktu, kau akan memutar kemana dokter galak?" ucap Felix menutupi suara gemetarnya karena ia menahan tangisnya.
"Aku akan pergi ke masa Kak Nanda membawaku pulang," Tasya menangis lagi.
Oh, Tuhan, bantu aku, bantu aku memikirkan bagaimana-bagaimana cara agar perempuan ini melupakan hal-hal sedih itu, astaga Felix kuatlah, kuatlah, jangan nangis, kau lelaki, batin Felix, lelaki yang memakai seragam tentara yang kemejanya terbuka karena panas, ia benar-benar lelaki bandel, paling bandel di kamp itu, membuat semua orang pusing, tetapi bertanggung jawab dalam setiap misinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOKTER GALAK
RomanceAnatasya (Tasya) berjalan dengan santai di bandara menarik sebuah koper. Ya, hari ini ia kembali ke negara Bundanya, untuk melaksanakan pernikahan sahabatnya itu. Kembali untuk sementara