24

150 35 9
                                    

Selama bertengkar sama Jooheon, Changkyun jadi benar-benar menyadari seberapa penting sosok Jooheon.

Dia nggak mau bohong, tapi rasanya kalo nggak ada Jooheon yang biasanya selalu bareng sama dia dimanapun, dia merasa sedikit kesepian. Nggak, dia kesepian.

Changkyun selama berhari-hari udah mencoba berbagai cara buat meminta maaf ke Jooheon, tapi Jooheon juga punya seribu cara buat menghindari Changkyun.

Jadi sekarang, Changkyun cuma bisa sendirian di kamarnya, bingung harus apa. Sekolahnya sudah memasuki masa bebas, means para siswa memang sudah dibebaskan dari kewajiban bersekolah. Peraturan ini digunakan Changkyun dengan baik. Berhari-hari dia cuma berada di kamar, sendirian, mencoba membunuh waktu dengan melakukan berbagai kegiatan.

Dia pengin sekolah karena dia bosan, tapi, di sekolah udah nggak ada lagi kegiatan belajar sedangkan dia juga masih bertengkar sama Jooheon. Berangkat ke sekolah pun rasanya, dia bakal tetap kesepian.

Tapi, besok, dia harus berangkat, karena besok adalah hari yang ditunggu-tunggu sama Jooheon dari dulu. Hari pengumuman kelulusan.

Sedikit malas rasanya harus berangkat ke sekolah sendiri dan menghabiskan waktu disana sendirian juga. Hal langka yang mungkin terjadi sekali dalam seratus tahun buat Changkyun pecinta sekolah.

Tapi, mau gimana lagi?

Dia udah berniat, dia cuma bakal mengikuti dengan tenang, lulus, dan pulang.

Changkyun jadi membayangkan, semisal sekarang dia sama Jooheon akur, kira-kira ide gila apa yang bakal ditawarkan Jooheon?

Main ke timezone sampai larut malam?

Atau menghabiskan waktu semalaman buat maraton drama?

Atau mungkin menonton bintang-bintang sekali lagi seperti saat ulang tahunnya?

Bodoh. Memikirkan Jooheon sama aja kayak bunuh diri buat Changkyun.

Kadang tanpa sadar, Changkyun menatap lurus ke arah pintu kaca balkonnya, berharap seseorang datang kemudian membuka pintu dengan berisik.

Tapi, kayaknya nggak mungkin. Nggak ada tanda-tanda Jooheon yang bakal berinisiatif mengajaknya berbaikan dalam waktu singkat.

Apa harus dia yang lompat balkon ke kamarnya Jooheon?

Nggak. Changkyun masih sayang nyawa.

Tapi, jujur, cara itu mungkin efektif. Mengingat dia yang selalu diusir ketika udah sampai di depan pintu kamar Jooheon.

Balkon ya?

Apa dia bisa?

Changkyun beranjak dari kasurnya kemudian membuka pintu kaca balkonnya. Mengukur perkiraan ketinggian. Nggak begitu tinggi, rasanya kalo jatuh pun, Changkyun nggak bakal mati.

Kemudian pandangan Changkyun teralih ke balkon kamar Jooheon, tampak sepi.

Changkyun rasa dia bakal mengutuk dirinya sendiri karena nekat melakukan hal ini. Kemana coba Changkyun yang rasional?

Sekali ini. Tolong biarkan Changkyun jadi seseorang yang nekat dan bodoh buat sekali ini.

Menghela napas perlahan. Changkyun mulai melangkahkan kakinya. Baru langkah pertama, dia udah bingung. Gimana caranya melompat?

Seingatnya, Jooheon nggak pernah susah payah dalam hal lompat balkon, selalu dalam sekejap, dan dia udah berada di balkon kamar Changkyun.

Apa mungkin dia cuma perlu melompat?

Changkyun takut jujur. Ini kali pertamanya melakukan sesuatu yang nekat dan hal itu adalah melompati balkon kamar.

Dengan perlahan, Changkyun mulai bergerak, sesekali melihat ke bawah. Padahal tadi, dia sendiri yang bilang kalo dia nggak bakal mati meski jatuh, tapi sekarang dia sendiri yang mengumpat nggak jelas karena pemandangan di bawahnya.

Shall We Date? [ Joo-Kyun ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang